Sabtu, 30 Januari 2010

GERAKAN 28 JANUARI (2010) - SURAT TERBUKA UNTUK KAWAN DS


Bergelora hatiku membaca "catatan pengalaman" Kawan DS, seorang rohaniwan dan teolog muda yang sangat berbakat. Saya berharap pengalaman Kawan DS turut dalam demo Gerakan 28 Januari di Surabaya (termasuk berjumpa dengan para aktivis PRD dan mendengar versi Indonesia lagu perjuangan buruh Internasionale) mendorong Kawan untuk menindaklanjuti penghayatannya tentang Yesus dari Nazaret (Junjungan kami) dengan terjun ke kancah perjuangan sosio-demokratik.

Dalam pada itu, Kawan, secara pribadi saya gamang dengan Gerakan 28 Januari. Persoalannya strategis-politis. Saya coba mendiskusikannya dari perspektif saya sebagai seorang sosio-demokratik (bukan sosdem). Berikut catatan saya.

Agenda Burjuis

Dari sudut pandang saya sebagai seorang sosio-demokratik, hari-hari ini Indonesia sedang menjadi panggung pergulatan faksi-faksi dari klas burjuis. Yang satu burjuis pemangku kekuasaan negara (rezim), yang satunya burjuis oposisi. Rapat-rapat Pansus Century adalah ekspresi parlementernya, sedangkan demo-demo adalah ekspresi ekstra-parlementernya. Termasuk Gerakan 28 Januari.

Dalam setting-an seperti ini, isu pokoknya bukanlah kepentingan kaum Kromo atawa nasib Kang Marhaen dan Mbok Sarinah (= buruh, tani, dan kaum miskin kota). Meski mengatasnamakan rakyat, isu pokok yang sebenarnya adalah

(i) peralihan kekuasaan via impeachment dari burjuis-rezim ke burjuis-oposisi; atau

(ii) pembagian kue kekuasaan dengan melibatkan wakil-wakil oposisi di dalam kabinet. (Dalam pada itu, nasib para nasabah Century kecuali Boedi Samporeno pun masih belum jelas)

Juga dalam setting-an ini, kaum Kromo Kiwo dan organisasi-organisasi perjuangannya "sekadar berpartisipasi". Mereka diajak untuk meramaikan suasana untuk memberikan kesan bahwa kaum burjuis oposisi mendapat dukungan yang luas dari grassroots. Memang kaum Kromo Kiwo-lah selama ini banyak bekerja di kalangan buruh, tani, dan kaum miskin kota.

Kaum Kromo Kiwo bisa saja menolak bila dikatakan “sekadar berpartisipasi”, dengan merujuk pada strategi front-rakyat atau front persatuan-nasional. Maksudnya, kaum Kromo Kiwo dapat bekerjasama dengan kaum burjuis-“progresif” untuk menggulingkan burjuis-rezim guna mendirikan pemerintahan yang lebih bersih dan, sesuai dengan wacana anti neoliberalisme saat ini, pro kapitalisme nasional.

Dasar teoretis front-rakyat atau front persatuan-nasional adalah Teori Dua Tahap Revolusi: revolusi dalam tahap sekarang adalah burjuis-demokratis, baru kemudian revolusi sosialis. Tapi, sebagaimana diperlihatkan oleh pengalaman perjuangan Kromo Kiwo di seluruh dunia, strategi front-rakyat lebih banyak mudharat daripada manfaatnya bagi Kromo Kiwo dan massa-rakyat pekerja pada umumnya. Gembong-gembong sosialisme-ilmiah seperti Marx dan Engels sudah mengkajinya pasca kegagalan revolusi Jerman 1848. Saat itu kaum burjuis yang tampil demokratis dan berwawasan liberal, akhirnya mengkhianati kaum buruh, menyeberang ke kubu feodal, dan bersama-sama menghancurkan perlawanan kaum buruh. Dalam Revolusi Rusia 1905, ini terjadi lagi. Kaum burjuis liberal Rusia yang sehari-harinya bersikap kritis terhadap rezim tsar, toh bergabung dengan rezim tersebut untuk mencegah kaum buruh merebut kekuasaan. Ini terus berulang, di antaranya Teror-teror Putih yang terjadi di Tiongkok pada 1927 dan Indonesia pada 1965-1966.

Tentu terlalu jauh bila kita beranggapan bahwa Gerakan 28 Januari bertulangpunggunkan front-rakyat. Gerakan tersebut lebih merupakan tumpah-ruahnya berbagai ormas untuk menyuarakan gugatannya kepada rezim SBY alih-alih sebuah gerakan dengan tuntutan yang tegas (“SBY turun sekarang atau revolusi”) dan visi Indonesia pasca SBY (“Indonesia tanpa neolib, Indonesia yang tanpa korupsi, dan Indonesia yang demokratis-partisipatoris”). Nampaknya, pasca pembentukan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) empat tahun yang lalu (yang nampaknya sejak awal tidak cukup efektif), kita belum melihat front-rakyat terbentuk kembali. Tapi satu hal jelas: sulit mengukur manfaat Gerakan 28 Januari bagi para Kromo Kiwo dan massa-rakyat pekerja Indonesia pada umumnya. Kalaupun bermanfaat, itu menjadi bagian burjuis-oposisi. Mereka mendapat legitimasi semu dari akar rumput.

Kontra-produktif

Simaklah komentar-komentar pemirsa dalam Bedah Editorial di Metro TV dan Selamat Pagi Indonesia di TV One hari ini, 29 Januari 2010. Simpati mengalir ke SBY, kecaman dan cemooh untuk para demonstran. Tentu saja sangat mungkin sekian banyak di antara para penelpon dan pengirim sms dalam kedua acara tersebut terhisab ke dalam golongan pendukung, pemuja, dan penjilat Si Brutus Yahud. Tapi, bukan tidak mungkin komentar mereka mengekspresikan anggapan sebagian masyarakat yang cenderung pragmatis. Apalagi demo biasa dihubungkan dengan kemacetan lalu-lintas dan kericuhan.

Momentum Gerakan 28 Juli mungkin tidak tepat. Kondisi obyektif dan faktor subyektif belum masak. Memang betul: selama 100 hari rezim SBY gagal membuktikan janjinya: menumpas Mafia Hukum; selama 5 tahun rezim SBY kian menjerumuskan Indonesia ke dalam neoliberalisme (melanjutkan rezim-rezim sebelumnya); dan penyelidikan yang digelar dalam rapat-rapat Pansus Century kian mengindikasikan “ada apa-apa” dengan rezim SBY. Tapi dari perspektif klas, dibutuhkan suatu pukulan sosio-ekonomik yang dahsyat yang akan membuat rezim SBY tidak dapat lagi berdalih di balik klaim terselamatkannya Indonesia dari krisis akhir 2008 dan stabilnya pertumbuhan ekonomik 2008-2009.

Kondisi obyektif itu mungkin akan datang sebentar lagi, ketika imperialisme melalui perdagangan bebas ASEAN-RRC meluluhlantakkan perekonomian Indonesia dan memelaratkan sebagian terbesar rakyat negeri ini. Saat itu akan terjadi konsentrasi dan sentralisasi Kapital yang berbarengan dengan proletarisasi di kalangan kapitalis nasional, lebih-lebih para burjuis-kecil. Ini akan menyebabkan pembengkakan jumlah “tentara cadangan industri” (pengangguran) bahkan Lumpenproletariat di satu sisi serta penghisapan yang kian berat terhadap kaum buruh di sisi lain.

Kondisi subyektifnya adalah terbentuknya kesadaran klas pada klas buruh, serta penggalangan yang masif di kalangan kaum tani dan kaum miskin kota ke dalam barisan tenaga revolusioner yang akan mendukung klas buruh. Bila kaum Kromo Kiwo menyikapinya dengan tepat, kondisi obyektif yang diakibatkan oleh perdagangan bebas ASEAN-RRC akan mempercepat dan memperluas kesadaran klas dan penggalangan tenaga-tenaga revolusioner.

Bagaimana dengan Gerakan 28 Juli?

 Kondisi obyektif mulai matang, namun belum memadai untuk melahirkan revolusi sejati.

 Faktor subyektif di kalangan buruh, tani, mahasiswa, dan kaum miskin kota makin kelihatan. Mereka makin gerah dengan neoliberalisme dan segala dampaknya yang secara langsung terasakan oleh lapisan menengah ke bawah masyarakat. Di beberapa tempat kesadaran klas di kalangan buruh sudah terbentuk karena kerja-kerja pengorganisasian yang revolusioner. Tapi nampaknya mereka belum tampil untuk mengemban peran kepemimpinan revolusioner. Mereka baru sekadar “ikut meramaikan” dalam Gerakan 28 Januari kemarin. Pada saat yang sama, kaum tani dan kaum miskin kota juga belum tergalang sebagai tenaga-tenaga revolusioner di bawah kepemimpinan klas buruh. Mahasiswa kelihatannya juga masih asyik dengan mitos gerakan moral, kecuali yang terorganisir dalam LMND (jelas Kiwo) dan Hizbut Tahrir (jemelas Kanan, yang selalu menguar-uarkan khilafah sebagai satu-satunya jalan keluar atas segala masalah negeri kita).

Dalam demokrasi liberal (yang sekarang ini kita anut), sepertinya kita bebas menyuarakan apa saja. Bahkan sepertinya penyampaian aspirasi kita difasilitasi. Betapa tidak! Demo pun diatur aparat based on undang-undang. Tapi suara-suara itu, betapapun kerasnya, akan hilang. Di sini, demokrasi berarti: katakan apa saja, rezim tak akan mendengar. Kebebasan bicara, sejauh itu tidak membangkitkan massa-rakyat untuk melawan pemerintah secara riil (boikot, mogok, menduduki gedung parlemen, istana presiden, dan instalasi-instalasi vital), boleh-boleh saja. Kebebasan bicara akan berakhir bila “anarkhis”. Rezim tidak punya alasan yang mendesak untuk memperhatikannya dengan serius. Kata pepatah, “Biarpun anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.”

Kita bisa melihat ini dari perilaku pucuk pimpinan rezim pada tanggal 28 Januari kemarin. Sementara aparat keamanan dikerahkan untuk mengamankan jalannya demonstrasi (dan para “reformis” tampil di gelanggang-gelanggang demo), mereka tidak merasa perlu untuk memperhatikan gugatan bahkan caci-maki para demonstran. Wapres Boediono, misalnya, tetap ngantor seperti biasa. SBY "ngungsi" ke Banten meresmikan PLTU.

Repotnya, sikap rezim yang kelihatan “demokratis” ini nampaknya akan menuai simpati masyarakat. Kecuali kepada PKI, sebagian besar masyarakat kita mudah melupakan kesalahan dan sangat pemaaf. Apalagi “dosa-dosa” Si Brutus Yahud belum benar-benar terbongkar. Janji menegakkan supremasi hukum dengan menumpas Mafia Hukum tidak ditepati, masyarakat memakluminya: “Toh SBY diganggu terus selama 100 hari ini oleh Pansus Century!” Kelicikan yang cetha wela-wela dalam kasus Cicak vs Buaya, yang pada akhirnya menumbalkan Komjen Susno Duadji alih-alih memberhentikan Kapolri Danuri dan Jagung Supanji, pula telah dimaafkan.

Sebaliknya, terbentuk pencitraan yang sangat menguntungkan SBY: di satu sisi SBY di-kuya-kuya tanpa melawan (betapa mulianya!). Rakyat Indonesia pun bersimpati kepadanya, dan dukungan kepada rezim pun menguat. Bukan tidak mungkin popularitasnya akan terdongkrak. Di sisi lain, burjuis-oposisi rugi: dicap kaum pendengki dan tukang kritik orang kerja sementara mereka sendiri tidak bekerja. Pada gilirannya, kaum Kromo Kiwo dan organisasi-organisasinya pun terhisab ke dalam sinisme tersebut. Ini kontra-produktif.

Lalu Bagaimana?

Belajar dari Gerakan 28 Januari, Kaum Kromo Kiwo harus memadukan analisis dan prediksi terhadap kondisi-kondisi obyektif serta kerja-kerja konsientisasi dan organisasi di kalangan buruh, tani, mahasiswa, dan kaum miskin kota. Untuk itu, perlu sebuah vanguard party, yakni sebuah partai-kader yang sanggup berkomunikasi dengan massa-rakyat dalam rangka konsientisasi, organisasi, dan mobilisasi. Kaum Kromo Kiwo dan organisasi-organisasi perjuangannya pun harus berhimpun, berdebat, dan membangun konsensus agar dapat bergerak seiring-sejalan untuk memadukan kondisi obyektif dan faktor subyektif guna mengefektifkan Umgestaltung von Grundaus. Selain itu, kaum Kromo Kiwo dan organisasi-organisasi perjuangannya, baik secara individual maupun sebagai federasi, harus mempertahankan independensi terhadap burjuis-oposisi ataupun faksi-faksi kanan atau ultra-kanan lainnya. Aksi bersama, bisa saja, sejauh itu menyangkut isu yang sama. Tapi kaum Kromo Kiwo tidak pernah boleh bersubordinasi terhadap mereka, atau sekadar berpuas diri pada “tuntutan minimal” yang seolah merupakan “common ground” kaum Kromo Kiwo dengan burjuis-oposisi, faksi-faksi kanan dan ultra-kanan. Menjadikan “tuntutan minimal” sebagai anak tangga, kaum Kromo Kiwo harus meyakinkan kaum buruh, kaum tani, mahasiswa, dan kaum miskin kita bahwa

(i) demokratisasi alat-alat pencipta kekayaan masyarakat;

(ii) penggantian mesin-negara burjuis dan demokrasi liberalnya dengan negara-pekerja dan demokrasi partisipatorisnya; dan

(iii) solidaritas dengan massa-rakyat pekerja sedunia (terutama di ASEAN yang nampaknya akan semakin tertindas dan terhisap karena perdagangan bebas dengan RRC) merupakan keniscayaan bagi pembangunan “masyarakat yang adil dan makmur”, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Demikian, Kawan DS. Moga catatan ini bermanfaat bagi Kawan dan kawan-kawan lain yang membacanya. Teruslah menjiwai ajaran dan praksis Yesus dari Nazaret. Teruslah gelorakan diri Kawan dengan apinya solidaritas dan nyalanya preferential option for the poor and the oppressed. Resapilah "Internasionale" dalam terang visi Yesus tentang Pemerintahan Allah dan Komunitas Alternatif. Mari kita terjunkan diri kita ke dalam kancah perjuangan sosio-demokratik.

Teriring salam perjuangan, salam pembebasan!


Kawan Riro (RA)

Massa-rakyat pekerja Indonesia, bersatulah!

Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terbebasnya massa-rakyat bekerja
Terciptanya tatanan masyarakat
Sosialis sepenuhnya
Marilah kawan, mari kita pekikkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan***

Rudolfus Antonius_29-300110

1 komentar:

YAYASAN ROEMAH IBOE PERTIWI mengatakan...

Sosio demokratik, internasionale in visi Yesus,...bagaimana kita harus memampukannya.Di satu sisi ,...berdoalah bagi kota negara dan bangsamu,...hendaklah kamu taat kepada pemimpinmu sekalipun dia bengis terhadapmu,....trend masyarakat gereja mula mula in jerusalem secara politis diindikasikan sebagai komunisme, sama rata and sama rasa. ...after that ,..jika kamu ditampar pipi kanan beri juga pipi kiri,...Bung Rudolf....Indonesia kini sedang hamil berat,....mampukah para theolog, awan kristiani menjadi bidan bagi ibu pertiwi ini.....jika bayi kudus itu lahir di Indonesia....sejauh mana kekuatan awam and theolog,....dengan kenyataan sekarang lebih banyak pendeta bertualang atas nama kristus untuk mencari sesuap nasi atau hal hal kedagingan semata, sementara basis MURBA itu sendiri masih berbasiskan kauam nebayot, dan aliran aliran anti kristus banyak seputaran desa membuat rakyat itu menderita.....Doa 6 jam dari Jogya mungkin ini dapat menginspirasi gerakan rakyat semesta untuk seluruh Indonesia, karena ibu pertiwi telah mengalami penyakit yang komplikasi sangat dalam meliputi, nepotisme, only java,korupsi, otonomi yg angkuh, premanisme,pungli,roh kebingungan di departemen and kementerian, ketakutan pejabat menggunakan anggaran,...dan yang lebih penting,...massa MURBA itu sendiri hilang identitas Nasionalimenya, lupa makna Bhinneka Tunggal Ika, and i think massa pun tidak tahu ber Gotong Royong lagi dalam arti positif dan membangun.
Seperti YESUS says, berdoa dan berjaga-jagalah , biarlah ALLAH YAHWE ISRAEL didalam NAMA ISA ALMASIH yang menjadi hakim antara kita rakyat dengan Pemerintah RI buat pembangunan , ekonomi, sembako dan fasilitas Air,PLN dan jalan raya,...in the name of Jesus ,..Amenn.....