Jumat, 26 Februari 2010

Serial "Sosialisme dari Bawah" (4)

EMPAT: MARXISME

KITA SUDAH MELIHAT bahwa pemikiran radikal pada periode 1820-an dan 1830-an secara mendalam berkarakter elitis dan anti-demokratis. Sosialisme-utopis adalah bikinan kaum reformis klas-atas. Anarkisme bermula dari protes anti-demokratik kaum burjuis-kecil. Komunisme-konspiratorial meyakini bahwa transformasi sosial akan terjadi melalui aksi suatu kelompok rahasia yang terdiri dari orang-orang pilihan. Proram-program perubahan sosial yang dianjurkan oleh para pemikir dari aliran-aliran sosialis ini tidak melihat ke depan, yakni pada penataan-ulang masyarakat yang dilakukan secara kolektif oleh massa-rakyat kaum tertindas. Idea bahwa sebuah tatanan baru yang demokratik akan diciptakan oleh aksi-kolektif rakyat jelata merupakan sesuatu yang asing bagi semua aliran sosialis ini.

Pada tahun 1840-an, sebuah tren baru dalam pemikiran sosialis mulai muncul. Revolusi Industri di Inggris dan Prancis telah menciptakan sebuah kekuatan sosial yang baru. Kekuatan baru ini sedang menggeliat menuntut perubahan yang luas dalam masyarakat. Kekuatan ini adalah klas pekerja-industrial: klas para buruh-upahan yang terkonsentrasi di pabrik-pabrik dan tempat-tempat kerja besar. Mereka memiliki kecenderungan yang semakin kuat untuk menempuh jalan aksi-kolektif. Melancarkan pemogokan-pemogokan, misalnya. Mereka juga berorganisasi, yakni membentuk serikat-serikat buruh. Dalam kurun waktu 1830 dan 1848, klas pekerja-industrial mulai menggegerkan kancah politik Eropa.

Di Inggris, gelombang-gelombang besar pemberontakan terjadi pada pertengahan 1820-an. Pada tahun 1834, kaum buruh mendirikan Grand National Consolidated Trades Union. Pemogokan-pemogokan terjadi pada tahun 1842. Pada tahun 1847, agitasi terus-menerus yang dilancarkan kaum buruh memaksa Pemerintah untuk mengeluarkan Ten Hour Bill, dan dengan demikian membatasi panjangnya hari kerja. Di Prancis, pada 1831 dan 1834 terjadi pemogokan-pemogokan dan pemberontakan-pemberontakan di kalangan penenun sutra di Lyons. Pada 1832 dan 1834 terjadi pemberontakan-pemberontakan kaum buruh Paris.

Pemberontakan klas buruh yang militan ini sangat mempengaruhi beberapa penulis dan organisator radikal. Tatkala aktivitas-aktivitas kolektif kaum buruh semakin meningkat, beberapa orang sosialis mulai berpikir tentang klas buruh sebagai kelompok yang dapat mengubah masyarakat. Mereka mulai berbicara tentang klas buruh yang membebaskan diri melalui aksi-kolektifnya. Patut dicatat seorang wanita revolusioner Prancis yang bernama Flora Tristan. Ia mengaitkan idea-idea tentang pembebasan klas buruh dan pembebasan kaum wanita dengan proposal untuk mendirikan sebuah organisasi buruh berskala dunia. Tapi baru dalam tulisan-tulisan dan kerja-kerja organisasi seorang sosialis Jerman yang bernama Karl Marx-lah klas buruh beroleh tempat dalam pusat pemikiran sosialis. Terilhami oleh kemunculan klas buruh, Marx mengembangkan sebuah cara-pandang sosialis yang sama sekali baru. Inilah cara pandang Sosialisme dari Bawah.

Karl Marx (1818-1883) adalah pemikir sosialis terkemuka pertama yang tiba pada gagasan bahwa sosialisme harus dicapai melalui perjuangan untuk mendapatkan hak-hak demokratik. Sebagai seorang muda yang hidup di Jerman pada awal 1840-an, Marx menyunting sebuah surat kabar yang mendukung perluasan kebebasan-kebebasan demokratik. Marx tiba pada pandangan bahwa pembatasan-pembatasan politik pada demokrasi merupakan akibat dari struktur ekonomik masyarakat. Ketika Pemerintah membredel korannya pada 1843, Marx pindah ke Paris. Di sana ia menjumpai klas buruh dengan gerakan sosialisnya yang penuh semangat. Beberapa tahun kemudian Marx pindah ke Inggris. Di sana ia melakukan studi yang sangat luas dan mendalam tentang perekonomian kapitalis. Dari pengalamannya di Prancis dan Inggris, Marx mengembangkan sebuah cara-pandang sosialis yang secara konsisten demokratik dan revolusioner.

Marx muda semakin yakin bahwa masyarakat yang terbagi ke dalam klas-klas yang bertentangan (klas majikan/yang menghisap vis-à-vis klas pekerja/yang terhisap) tidak akan dapat mencapai demokrasi yang seutuhnya. Selama kaum kapitalis memegang dan mengendalikan bagian terbesar kekuasaan ekonomik dalam masyarakat, mereka akan terus mendominasi kehidupan politik. Menurut Marx, demokrasi yang utuh menuntut supaya pembagian klas dalam masyarakat diatasi. Hanya dengan jalan itulah individu-individu dapat dengan sepenuhnya dan secara setara berpartisipasi dalam urusan-urusan sosial dan politik. Tidak seperti kaum Sosialis-utopian, Marx menegaskan bahwa Sosialisme harus merepresentasikan tahap demokrasi yang lebih tinggi daripada yang pernah ada sebelumnya. Ia menentang semua pandangan sosialis dan “komunis” yang menginginkan pemasungan atau pemenjaraan demokrasi. Sebagaimana ditulisnya dalam sebuah pampflet (1847) yang memberikan garis besar pandangan sebuah kelompok sosialis yang di dalamnya ia aktif-terlibat:

"Kami tidak tergolong sebagai kaum komunis yang ingin menghancurkan kebebasan individual, yang ingin mengubah dunia menjadi sebuah barak raksasa atau menjadikannya sebuah tempat kerja raksasa. Memang ada beberapa orang komunis yang dengan gampang menolak untuk menyetujui kebebasan individual dan menyingkirkannya dari dunia, karena mereka berpikir bahwa itu merupakan penghalang bagi kesetaraan yang seutuhnya. Tapi kami tidak memiliki keinginan untuk menukar kebebasan dengan kesetaraan. Kami yakin bahwa tidak ada tatanan sosial di mana kebebasan lebih terjamin daripada di dalam sebuah masyarakat yang berdasarkan kepemilikan-komunal."


Sama pentingnya, bila ingin mewujudkan suatu masyarakat-bebas yang baru, Sosialisme harus dicapai melalui sebuah proses yang di dalamnya rakyat membebaskan dirinya sendiri. Berbeda dengan kaum Sosialis-utopian yang bersandar pada sekelompok elit untuk mengadakan perubahan bagi massa rakyat-pekerja, Marx berargumen bahwa massa rakyat-pekerja harus membebaskan dirinya sendiri. Kebebasan tidak boleh dimenangkan bagi atau dianugerahkan kepada massa-rakyat pekerja. Massa rakyat-pekerja adalah Subyek Sejarah. Sosialisme hanya bisa terwujud melalui aksi demokratik massa kaum-tertindas.

Marx adalah pemikir Sosialis yang meletakkan prinsip self-emancipation – prinsip yang menyatakan bahwa Sosialisme hanya dapat diwujudkan melalui self-mobilization dan self-organization klas-buruh. Sebagaimana ditulisnya dalam Pernyataan tentang Tujuan First International Workingmen's Association (=Perhimpunan Kaum-Pekerja Internasional yang Pertama alias Internasionale I): “Pembebasan klas-buruh harus dimenangkan oleh klas-buruh itu sendiri.”

Berbeda dengan kaum Komunis-konspiratorial, Marx memperlihatkan dengan jelas keberadaan sebuah kekuatan yang sangat besar yang akan mewujudkan Sosialisme. Kekuatan itu adalah massa-rakyat pekerja yang mempunyai kesadaran klas. Ia berargumen bahwa klas buruh harus disadarkan, diorganisir, dan dimobilisir untuk berjuang guna mewujudkan masyarakat-sosialis. Melalui studi ekonominya, khususnya tentang perekonomian Inggris, Marx melihat bahwa kapitalisme telah menciptakan suatu klas tertindas yang bekerja secara kolektif di tempat kerja. Pembebasan klas tertindas akan tercapai jika dan hanya jika klas tersebut sadar, bersatu, dan memperjuangkan pembebasan itu bersama-sama. Basis ekonomik masyarakat akan terorganisir jika dan hanya jika dilakukan secara kolektif: yakni jika dan hanya jika pabrik-pabrik, tambang-tambang, bengkel-bengkel, dan kantor-kantor berada dalam kontrol orang-orang yang mengerjakannya. Ini menuntut aksi yang terkoordinir dari massa-rakyat pekerja. Karena itu, sebuah revolusi klas buruh secara niscaya akan tiba pada suatu bentuk perekonomian sosial-kolektif, yang di dalamnya alat-alat untuk memproduksi kekayaan (pabrik-pabrik, tambang-tambang, bengkel-bengkel, dan kantor-kantor) dimiliki dan dikelola bersama oleh seluruh klas buruh.

Masyarakat demokratik dan kolektif ini harus didasarkan pada demokrasi-politik yang seutuhnya. Marx memperjelas poin ini sejak tulisan-tulisannya yang mula-mula. Dalam revolusi klas buruh di Paris pada tahun 1871, yakni revolusi yang melahirkan Komune Paris, Marx menyaksikan prinsip-prinsip “Sosialisme dari Bawah” diwujudkan. Itulah Sosialisme yang bersendikan demokrasi-buruh atau demokrasi-pekerja.

Pada bulan Maret 1871 pasukan Prancis menyerah-kalah kepada pasukan Prusia (= Jerman). Memperhitungkan kemungkinan bahwa Prusia akan menduduki dan menguasai Prancis, kaum buruh bangkit dan mengambilalih kekuasaan atas kota Paris. Selama sekitar dua bulan kaum buruh memerintah Paris sebelum pemberontakan mereka dibenamkan ke dalam lautan darah. Untuk menjamin pemerintahan mereka, kaum buruh Paris mengambil serangkaian tindakan demokratik-populer. Mereka menggantikan pasukan professional (militer) dengan lascar-rakyat. Mereka mengukuhkan hak rakyat-pekerja untuk me-recall dan mengganti wakil-wakil mereka. Mereka menetapkan bahwa wakil-wakil yang telah dipilih rakyat-pekerja tidak akan memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada upah rata-rata seorang pekerja. Mereka juga melembagakan hak suara yang universal dan pendidikan bagi semua kaum pria kota Paris.

Marx segera menghimpun dukungan bagi Komune Paris. Ia memuji aksi “para penggempur sorga” Paris. Paling penting, ia memetik pelajaran-pelajaran yang luar biasa dari pengalaman revolusi klas buruh itu. Sebelum Komune Paris, ia mencurahkan sedikit saja pemikiran tentang bentuk yang seharusnya digunakan oleh sebuah revolusi klas buruh. Sekarang ia menarik kesimpulan yang teramat penting: Klas buruh tidak bisa “hanya sekadar mengambilalih sebuah mesin negara [burjuis, RA] yang sudah jadi dan menggunakannya untuk tujuan-tujuannya sendiri; alih-alih, klas buruh harus menciptakan bentuk negara yang sepenuhnya baru untuk mengamankan kekuasaan buruh dan demokrasi pekerja.

Marx menegaskan: penghapusan tentara-professional, pengadaan pendidikan yang bebas dan universal, pemilu yang universal, hak untuk me-recall wakil-wakil rakyat-pekerja, dan pembatasan gaji setiap pejabat pilihan rakyat merupakan unsur-unsur yang hakiki dari sebuah negara buruh. Komune Paris, kata Marx, adalah

“sebuah pemerintahan klas buruh yang hakiki … bentuk politik yang akhirnya ditemukan, yang di dalamnya emansipasi-ekonomik dikerjakan.”
Emansipasi-ekonomik (yang bersendikan penghapusan pembagian klas dan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi kekayaan) hanya bisa terjadi di dalam Negara-buruh, yang dikemudikan secara langsung dan demokratik oleh klas buruh sendiri.

Perspektif sosialis Marx merepresentasikan sebuah kombinasi yang menyeluruh dari idea tentang demokrasi-massa dan idea tentang sebuah perekonomian yang dimiliki dan dikelola bersama. Ini memberikan suatu arah yang sama sekali baru dalam pemikiran dan politik sosialis. Sentral bagi sosialisme ala Marx adalah dua prinsip dasariah. Pertama, klas buruh harus membebaskan dirinya sendiri melalui aksi-kolektifnya. Kebebasan tidak akan diberikan kepada klas buruh; kebebasan harus dimenangkan oleh kaum tertindas itu sendiri. Kedua, dalam rangka mewujudkan sebuah transformasi sosialis, klas buruh harus menggulingkan negara yang lama dan menciptakan sebuah negara yang baru; Negara yang baru tersebut sepenuhnya demokratis, sebuah negara bagi klas buruh itu sendiri. Dua prinsip ini – tentang self-emancipation dan Negara-buruh yang demokratis – menjadi esensi Marxisme. Inilah Sosialisme dari Bawah. (Bersambung...)***

Disadur oleh Rudolfus Antonius dari David McNally, Socialism from Below (Chicago: International Socialist Organization, c.u. 1986) Marxism Page, http://www.anu.edu.au/polsci/marx/contemp/pamsetc/socfrombel/sfb_main.htm 

Tidak ada komentar: