Kamis, 23 Maret 2017

KETIKA PERSUASI DIINGKARI OLEH REPRESI

Oleh: Rudolfus Antonius

Orang bilang, salah satu ciri negara demokrasi adalah supremasi hukum.

Kami kaum Sosialis, yang berkomitmen pada demokrasi ekonomi dan politik, sepakat, sungguh sepakat. Dalam pada itu kami insyaf, oleh dan untuk kepentingan siapa hukum itu dibuat, diberlakukan, dan ditegakkan.

Dalam dinamika perjuangan kelas, kadang-kadang kelas penguasa merasa perlu memberikan kelonggaran kepada rakyat.

Kami katakan "kadang-kadang," karena kelas penguasa berkepentingan untuk mengurangi akselerasi perjuangan kelas - yang bakal menggali kubur bagi diri mereka sendiri!

Memang, dalam konteks perjuangan kelas, kelonggaran yang kadang-kadang itu efektif: menabur ilusi dalam benak rakyat pekerja dan memberi kesempatan kepada kelas penguasa untuk menarik nafas dan menyiapkan langkah-langkah yang lebih kejam untuk mencekik rakyat pekerja.

Tetapi sementara kapitalisme terus merangkak di usia senjanya, kelas penguasa ditandai dengan pertikaian antarfaksi. Pertikaian tersebut di antaranya berkisar pada

  • cara memfungsikan negara sebagai alat kekuasaan;
  • cara melestarikan eksploitasi, penindasan, dan peminggiran terhadap rakyat pekerja dan bumi tempat mereka berpijak; dan
  • cara menanggapi krisis-krisis ekonomi yang berpotensi untuk bertransformasi menjadi krisis politik yang bisa mengantar kelas penguasa ke liang kubur.

Ketika hegemoni goyah, yakni saat rakyat pekerja melakukan perlawanan, faksi-faksi kelas penguasa akan berdebat soal persuasi atau represi. Keduanya sama-sama ingin memulihkan hegemoni.Yang satu dengan wajah manis, yang satu dengan wajah bengis.

Perjuangan rakyat Kendeng mempertahankan Ibu Bumi adalah contoh cetha wela-wela tentang perlawanan rakyat pekerja terhadap hegemoni kelas penguasa.

Mahkamah Agung menanggapinya dengan persuasi: menerbitkan Putusan MA Nomor 99 PK/ TUN/ 2016, yang berintikan perintah kepada Gubernur Jawa Tengah untuk menghentikan kegiatan PT Semen Indonesia di kawasan Kendeng.

Di lain pihak, dengan lika-liku yang berujung pada pengingkaran terhadap putusan MA via SK Gubernur Jateng 660.1 Tahun 2017 (tentang izin lingkungan penambangan dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia [Persero] Tbk di Kabupaten Rembang Provinsi Jateng), Gubernur Jawa Tengah jelas sedang bermain api. Ia merusak persuasi itu sekaligus membuka pintu lebar-lebar bagi represi.

Siapapun dengan mudah dapat menduga, ada "sesuatu" di belakang keberanian Gubernur Jawa Tengah melanggar putusan MA dan menafikan supremasi hukum. Apapun "sesuatu" itu, agaknya tidak jauh-jauh dari pertikaian antarfaksi utama dalam tubuh kelas penguasa dalam memperebutkan kawasan-kawasan penyedia bahan baku semen. Pada titik ini, penghormatan rakyat Kendeng kepada Ibu Bumi dinafikan sebagai penghambat pembangunan. Long march yang mereka lakukan, permohonan yang mereka ajukan, bahkan kematian mereka sekali pun tidak ada artinya sama sekali.

Wafatnya Ibu Padmi dalam usia yang relatif muda (48 tahun) menambah panjang deretan para martir pejuang tanpa kekerasan di hadapan negara yang tak lain merupakan alat kekuasaan kapitalis. Pengurbanan tersebut boleh jadi membuat Gubernur Jawa Tengah bahkan Presiden terenyuh. Tapi apakah bagi keduanya pengurbanan itu lebih berharga daripada eksploitasi atas Ibu Bumi, sangat mungkin tidak.

Persoalannya bukan hati manusia, tetapi suatu dunia tak berhati, yang dikonstruksi oleh kapitalisme - suatu sistem ekonomi-politik yang sejak fajar kelahirannya di akhir Abad Pertengahan hingga saat ini telah menuntut tumbal manusia tak terbilang banyaknya serta kerusakan alam yang tiada tara.

Bila itu persoalannya, rezim kapitalis yang berwajah populis seperti yang sekarang pun pada galibnya sama dengan-rezim populis yang berwajah elitis; demikian juga hakikatnya rezim kapitalis dengan facade demokratik dan rezim kapitalis yang fasistik.

Rakyat pekerja tak perlu meminta belas kasihan kepada kelas penguasa. Bersatu, bersatu, dan bersatu. Acungkanlah tinjumu. Sarangkan itu dengan telak di ulu hati kelas penguasa - untuk menjungkalkanya. Itulah jalan untuk beroleh keadilan dan memenangkan kemanusiaan bagimu!

SPARTAKUS, berjuanglah bersama rakyat Kendeng yang bangkit melawan!

Yesus Kristus, yakni Dia yang Teraniaya, ada bersama-sama dengan kaum tertindas dan semua orang yang berjuang bersama dengan mereka!

Lemah Abang, 23 Maret 2017.

Tidak ada komentar: