TUJUH: PERLAWANAN LEON TROTSKY
DALAM KURUN WAKTU 1920-an sampai 1940-an yang mengerikan, manakala Josef Stalin melakukan kejahatan-kejahatan yang luar biasa atas nama “sosialisme”, Leon Trotsky berupaya mempertahankan Sosialisme dari Bawah. Stalin telah tiba pada sejenis ideologi yang sejalan dengan sosialisme pra-Marxis yang bercorak otoriter. Di tangannya, lenyaplah esensi demokratik dari Sosialisme. “Marxisme”-nya Stalin adalah sebuah varian dari Sosialisme dari Atas. Suatu elit birokratik menjadi mandor yang mengawasi jalannya transformasi Rusia dari sebuah negeri yang miskin dan terbelakang menjadi sebuah kekuatan modern. Demi transformasi itu, Stalin dan birokrasinya mengorbankan nyawa sekian banyak rakyat-pekerja. Bila kemudian perspektif tersebut dikenal luas sebagai “Sosialisme”, “Marxisme”, atau “Komunisme”, sesungguhnya itu merupakan lelucon keji tentang sebuah karikatur dari Marxisme-nya Marx, Engels, Luxemburg, dan Lenin.
Dalam perlawanannya terhadap Stalin, Trotsky menandaskan bahwa Sosialisme yang sejati berakar dalam komitmen perjuangan demi pembebasan manusia. Ia juga menentang gagasan Stalin tentang Sosialisme di Satu Negeri, suatu gagasan yang di kemudian hari menjadi akar perpecahan dalam Gerakan Komunis Internasional (Partai Komunis Tiongkok pimpinan Mao Tse-tung kontra Partai Komunis Uni Soviet pimpinan Nikita Khruschev). Trotsky menegaskan bahwa Sosialisme hanya bisa diwujudkan dalam skala dunia. Dengan jalan itu ia mempertahankan Internasionalisme Marx, Engels, Luxemburg, dan Lenin.
Sampai saat kematiannya di tangan Ramon Mercader (seorang agen Stalin) pada 1940, Trotsky berupaya keras membangun sebuah gerakan sosialis revolusioner yang berdasarkan prinsip-prinsip Marx dan Lenin. Sungguh, ini bukan tugas yang ringan, mengingat pada waktu itu badai penghancuran terhadap gerakan-gerakan kaum buruh sedang berkecamuk: Stalin dan birokrasinya sedang “membentuk-ulang” Rusia, sementara fasisme Hitler dan Mussolini sedang melanda seluruh Eropa. Trotsky yang mencetuskan Teori Revolusi Permanen, bahu-membahu dengan Lenin dalam Revolusi Bolshevik 1917, dan membangun Tentara Merah, kini berupaya menjaga agar api Sosialisme tetap menyala. Kendati Stalin dan birokrasi-birokrasi Stalinis mengutuknya sebagai bid’ah, Trotsky akan tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Sosialisme dari Bawah yang demokratis, internasionalistis, dan revolusioner.
Meski demikian, Trotsky juga tak luput dari kondisi-kondisi pada 1930-an. Masa keemasan Marxisme ada dalam kurun waktu manakala kaum Sosialis revolusioner terlibat secara aktif dan terikat-erat dengan gerakan-gerakan massa rakyat-pekerja. Kekuatan Marxisme selalu bergantung pada kesatuan teori dan praktik. Bagi Marx dan Engels, kurun waktu tersebut adalah gelombang revolusioner yang melanda Eropa pada 1848 serta Komune Paris 1871. Ketika Revolusi Rusia 1905 mengalami kegagalan, perspektif Marxis justru dipertajam dan diperkaya oleh orang-orang seperti Luxemburg, Lenin, dan Trotsky. Kurun waktu emas berikutnya adalah 1917-1921. Kala itu, kaum revolusioner seperti Luxemburg, Lenin, Trotsky, dan Antonio Gramsci (seorang Komunis Italia), memainkan peran sentral dalam gerakan revolusioner klas buruh. Dalam tiap-tiap kurun waktu emas, teori Marxis dipertajam dan diperkaya berdasarkan pengalaman yang hidup dari gerakan klas buruh.
Dalam kurun waktu 1930-an, Trotsky yang hidup dalam pengasingan sama sekali terputus dari gerakan buruh yang riil. Di seluruh Eropa, klas buruh mengalami kekalahan demi kekalahan. Gerakan Sosialis dan Komunis berjuang mati-matian mempertahankan diri dari hantaman fasisme, sementara Stalin menggunakan Komintern sebagai alat untuk mengamankan transformasi Rusia seturut dengan gagasan Sosialisme di dalam Satu Negeri. Analisis-analisis Trotsky tentang berbagai peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tersebut, meskipun brilian, ternyata tidak mampu mengilhami kaum buruh dalam jumlah yang signifikan untuk beraksi. Gerakan Komunis Internasional yang didirikannya (Internasionale IV) terbatas pada sejumlah kaum intelektual yang radikal. Keterpisahan dari perjuangan-perjuangan massa rakyat-pekerja, bahkan dari pengalaman keseharian mereka, pada akhirnya mendistorsi teori dan praktik “Trotskyisme.”
Gerakan Trotskyis harus membayar sangat mahal karena keterpisahannya dari massa rakyat-pekerja. Di banyak negeri, gerakan ini nyaris tidak ada bedanya dengan klub debat bagi para intelektual yang tidak pernah mengalami perjuangan klas buruh. Trotsky memang mencela para intelektual yang merasa cakap untuk membuat keputusan tentang strategi umum dan taktik-taktik revolusi di setiap sudut dunia, sementara mereka gagal mendasarkan diri pada gerakan buruh di negeri mereka sendiri! Meski demikian, Trotsky toh tidak dapat memasok koreksi yang paling penting: kebutuhan mutlak bagi kaum Sosialis revolusioner untuk terlibat dalam pendidikan dan perjuangan massa rakyat-pekerja!
Di samping itu, Trotsky melakukan kesalahan analitis yang terbilang serius. Kurun waktu itu ditandai oleh kontra-revolusi Stalinis yang semakin menjadi-jadi. Para militan Komunis (yang berjuang dalam Revolusi Bolshevik 1917) dieksekusi, kaum tani dibantai, dan demokrasi buruh dihapuskan. Ini mencuatkan pertanyaan tentang watak Negara Rusia. Menjawab pertanyaan tersebut, dengan konsisten Trotsky berargumen bahwa Rusia-nya Stalin tetap merupakan sebuah negara buruh, kendati negara buruh yang merosot. Trotsky mengakui bahwa soviet-soviet (dewan-dewan pekerja) Rusia telah dihancurkan oleh birokrasi Stalinis. Ia juga mengakui bahwa Partai Bolshevik yang pernah dipimpinnya bersama dengan mendiang Lenin telah dilucuti karakter revolusionernya. Bahkan kadang-kadang ia membandingkan rezim Stalinis di Rusia dengan rezim fasis Jerman. Tapi, Trotksy tetap menandaskan bahwa Rusia adalah sebuah negara buruh. Itu dilakukannya berdasarkan satu kriteria, yakni bahwa di Rusia properti tidak beralih kembali menjadi milik pribadi, tetapi tetap berada di dalam tangan negara. Menurut Trotsky ini membuktikan pencapaian abadi Revolusi Bolshevik 1917. Stalin tidak memulihkan properti pribadi. Ia tetap memberlakukan kolektivikasi dan perencanaan dalam perekonomian Rusia.
Secara deskriptif, apa yang dikatakan Trotsky benar. Stalin memang tidak berniat memulihkan kapitalisme “pribadi” (private capitalism) di Rusia. Tapi terlalu sukar untuk menilai bahwa Stalin mempertahankan Rusia sebagai sebuah negara buruh. Menurut Marx dan Engels, sebuah negara buruh didasarkan pada kekuasaan kaum buruh dalam masyarakat. Negara buruh bergantung pada keberadaan organisasi demokratik yang dapat mengoperasikan kekuasaan dari bawah. Dengan kata lain, sebuah negara buruh memposisikan kaum buruh sebagai yang menjalankan negara. Karena itu, negara buruh meniscayakan kekuasaan buruh dan demokrasi buruh.
Bentuk tertentu dari kepemilikan properti adalah satu hal. Tapi watak hakiki dari suatu masyarakat atau sebuah negara adalah satu hal lainnya. Untuk memahaminya kita harus menelaah hubungan-hubungan sosial yang mencirikan masyarakat atau negara. Itu berarti kita harus menelaah siapa yang mengontrol struktur produksi ekonomik dan siapa yang mengendalikan aparatus kekuasaan negara. Tentu saja benar bahwa nasionalisasi properti dan perencanaan ekonomi ada di Rusia-nya Stalin. Tapi pertanyaannya, siapa yang mengontrol properti yang dinasionalisasikan itu? Siapa yang melakukan perencanaan ekonomi? Bila jawabannya “negaralah yang mengontrol properti dan melakukan perencanaan ekonomi”, itu bukan jawaban yang memadai. Persoalannya, siapakah yang menjalankan negara? Klas buruh? Atau …? Bila yang menjalankan negara adalah sebuah birokrasi yang memiliki privilese (hak istimewa), apakah negara tersebut merupakan negara buruh? Apalagi birokrasi tersebut menggunakan kontrolnya terhadap negara (dan dengan demikian terhadap perekonomian dan tenaga kerja) dalam rangka mengarahkan produksi dan akumulasi untuk bersaing secara industrial dan militer dengan raksasa-raksasa kapitalis! Terlalu sukarlah bagi kita untuk mengatakan bahwa Rusia yang Stalinis itu merupakan sebuah negara buruh. Alih-alih negara buruh, Rusia yang Stalinis adalah sebuah kapitalisme negara (state capitalism), sebuah sistem yang di dalamnya Kapital dikontrol secara kolektif oleh sebuah birokrasi yang memiliki privilese untuk menjalankan negara.
Dengan menjadikan bentuk tertentu dari kepemilikan properti sebagai kriteria negara buruh, Trotsky melakukan kesalahan yang secara serius menyebabkan gerakan Trotskyis kehilangan orientasi di kemudian hari. Sebab, secara tidak sengajar Trotsky telah menyimpang dari pokok-pokok yang paling mendasar dari Sosialisme dari Bawah. Ini tidak segera kelihatan dengan jelas semasa Trotsky hidup. Tapi pada akhir Perang Dunia II, akibat yang fatal dari kesalahan ini segera menyeruak. Pada waktu itu pasukan-pasukan Stalin bergerak ke sebagian besar Eropa Timur dan menciptakan rezim-rezim boneka di Polandia, Hungaria, Bulgaria, dll. Mula-mula kaum Trotskyis menegaskan bahwa negeri-negeri tersebut tetap merupakan negeri-negeri yang dikuasai oleh rezim-rezim kapitalis. Meski demikian, revolusi-revolusi buruh terjadi. Namun lambat-laun realisasi yang lain terjadi. Di bawah instruksi-instruksi Moskow, pemerintahan-pemerintahan boneka ini menciptakan struktur-struktur internal menurut model Rusia: industri dan keuangan dinasionalisasikan; suatu negara birokratik dengan partai-negaranya diciptakan; upaya-upaya perencanaan ekonomi diintrodusir. Menurut kriteria mendiang Trotsky, rezim-rezim Eropa Timur yang baru ini adalah negara-negara buruh. Inilah kesimpulan yang diambil oleh gerakan Trotskyis. Tapi dengan jalan itu mereka telah jatuh ke dalam klaim yang justru tidak diperbolehkan bagi kaum Sosialis revolusioner: bahwa negara-negara buruh dapat diciptakan tanpa intervensi aktif dari klas buruh. Negara-negara buruh tanpa revolusi-revolusi buruh adalah pelanggaran yang sangat mencolok terhadap prinsip-prinsip Sosialisme dari Bawah-nya Marx dan Lenin. Bahkan yang lebih aneh, tentara Stalin sekarang digambarkan sebagai instrumen pembebasan manusia, yang menciptakan negara-negara buruh di ujung laras senjata mereka! Gerakan Trotskyis telah menjadi korban ideologi Sosialisme dari Atas.
Trotsky telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi Sosialisme yang demokratis, revolusioner, dan internasionalis. Tapi kita tidak boleh menutup mata terhadap kekeliruan serius yang telah dibuatnya. Tanpa sengaja ia telah jatuh ke dalam Sosialisme dari Atas, suatu kesalahan yang kemudian diikuti oleh sejumlah pengikutnya. Meski demikian, komitmen dasariahnya kepada demokrasi buruh, revolusi buruh, dan internasionalisme buruh membuat namanya tetap terpatri pada barisan para pejuang Sosialisme dari Bawah, bersama dengan Marx, Engels, Luxemburg, Lenin, dan Gramsci. *** (Bersambung)
Disadur oleh Rudolfus Antonius dari David McNally, Socialism from Below (Chicago: International Socialist Organization, c.u. 1986) Marxism Page, http://www.anu.edu.au/polsci/marx/contemp/pamsetc/socfrombel/sfb_main.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar