Kamis, 27 Februari 2020

RABU ABU 2020: SOBAT DARI GALILEA

www.evansvillechurch.com
SOBAT DARI GALILEA
Rabu Abu bersama Matius 3.1-17

Rudolfus Antonius


Muncul di padang gurun Yudea (Matius 3.1), seorang bernama Yohanes menggegerkan seluruh Yudea. Mengenakan jubah bulu unta, berikat pinggang kulit, dan menjadikan belalang dan madu hutan sebagai makanannya (3.4), laki-laki ini kelihatan eksentrik. Tapi bukan itu terutama yang membuat banyak orang “dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan seluruh daerah sekitar Yordan” (3.5) berduyun-duyun datang kepadanya. Mereka tergerak oleh berita yang dibawanya dan seruan yang dikumandangkannya. Beritanya: Kerajaan Surga sudah dekat. Seruannya: Bertobatlah. Ya, “bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (3.2).

Datang kepada Yohanes, orang-orang itu mengaku dosa (3.6). Mereka percaya berita Yohanes: Kerajaan Surga sudah dekat. Entah apa yang mereka pahami tentang Kerajaan Surga, sangat boleh jadi seperti yang dikatakan oleh laki-laki eksentrik itu kepada orang Farisi dan orang Saduki: “murka yang akan datang” (3.7). Mereka pun memutuskan untuk bertobat.

Sebagai tanda pertobatan, Yohanes membaptis mereka dengan air Sungai Yordan. Tapi Sang Pembaptis telah mewanti-wanti (3.11): “dia yang akan datang sesudah aku” (ho de opiso mou erchomenos) adalah “lebih perkasa daripadaku” (ischuroteros mou), yang “membawakan kasutnya pun aku tidak sanggup” (hou ouk eimi hikanos ta huopdêmata bastasai). Sosok itu “akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan api” (humas baptisei en pneumati hagio kai puri).

Entah bagaimana para petobat beserta para Farisi dan Saduki itu memahaminya. Barangkali mereka menghubungkan Kerajaan Surga dengan sosok tersebut. Barangkali juga mereka bertanya-tanya: apakah “membaptis dengan Roh Kudus dan api” adalah ungkapan lain dari “murka yang akan datang”? Mungkin ada di antara mereka yang teringat firman Yahweh melalui Nabi Yoel: “Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia” (Yoel 2.28). Apa hubungan orakel Yoel ini dengan pernyataan laki-laki berjubah bulu unta itu?

Mungkin juga ada di antara mereka yang teringat firman Yahweh melalui Nabi Yehezkiel: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya (Yehezkiel 3.25-27). Apa hubungan orakel Yehezkiel ini dengan pernyataan laki-laki berikat pinggang kulit itu?

Sementara mungkin pertanyaan-pertanyaan ini bergelayutan di benak sejumlah orang, Yohanes mengambil sikap yang terbilang keras kepada para Farisi dan Saduki yang datang kepadanya untuk dibaptis. Heran, ia tidak bermanis-manis dengan kaum awam yang menuntut kesalehan hidup yang ketat (para Farisi) dan kaum aristokrat penguasa Baitul Maqdis Yerusalem (para Saduki). Ia menyebut mereka “keturunan ular berbisa” (gennêmata echidnôn, 3.7). Agaknya ia menaruh kesangsian besar bahwa mereka mereka betul-betul bertobat. Karena itu ia mendesak mereka untuk menghasilkan buah yang membuktikan pertobatan mereka (karpon axion tês metanoias, buah yang selayaknya dari pertobatan, 3.8).
Lebih jauh Sang Pembaptis menyoroti klaim para Farisi dan Saduki. Mereka mengklaim bahwa Abraham adalah bapa mereka. Yohanes tidak menampik. Benar, mereka adalah keturunan biologis Abraham. Tetapi, tandas Yohanes, hal itu tidak ada artinya. Sebab Allah sanggup menciptakan keturunan bagi Abraham dari batu-batu. Yang ada artinya adalah menghasilkan “buah yang baik” (karpon kalon, 3.10). Jika tidak, mereka “akan ditebang dan dibuang ke dalam api” (3.10).

Demikianlah Yohanes mengajak orang Yahudi di seluruh Yudea untuk bertobat. Demikianlah pula sikap Yohanes Pembaptis kepada para Farisi dan Saduki. Akan tetapi, saat Yesus dari datang kepadanya untuk dibaptis, sikap Yohanes sangat berbeda. Di hadapan Laki-laki dari Galilea itu, suaranya yang lantang dan nada bicaranya yang keras seakan menghilang. Berhadapan dengan Yesus, Yohanes sadar: bukan Yesus yang perlu bertobat dan dibaptis olehnya; sebaliknyalah yang benar! “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu,” kata Yohanes kepada Yesus, “namun Engkau yang datang kepadaku? (Kata orang Jakarta: kagak kebalik nih?). Sang Pembaptis berusaha menolak untuk membaptis Yesus. Ia terus mencegah (diekôluen, imperfek indikatif orang ketiga tunggal dari diakôluô).

Penolakan Yohanes baru berakhir setelah Yesus berkata kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena itulah cara yang sepatutnya bagi kita untuk menggenapi seluruh kebenaran” (TB2-LAI: Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah, aphes arti, houtos gar prepon estin hemin plêrôsai pasan dikaiosunên, 3.15). Tersirat namun jelas maksud Yesus. Dengan membaptis Yesus, Yohanes turut menggenapkan seluruh kebenaran atau kehendak Allah.

Yohanes memahami hal itu. Tapi mungkin ia tidak atau sekurang-kurangnya belum mengerti: mengapa penggenapan seluruh kehendak Allah mengharuskan “yang tidak memerlukan pertobatan dibaptis oleh yang memerlukan pertobatan”? Sangat boleh jadi Sang Pembaptis tidak mengetahui bahwa Ia “yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (1.21) dan “melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang” (20.28) harus dibaptis seperti halnya orang-orang yang berdosa. Yang tak berdosa menyamakan diri dengan orang-orang yang berdosa!

Dalam pada itu, sungguh pun Yohanes tidak atau belum mengerti, ia mempercayai perkataan Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu. Ia berhenti mencegah Yesus. Sang Pembaptis “kemudian mempersilakan-Nya” (tote aphiêsin auton, 3.15).

Segera sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air. Lihatlah (idou), kata Sang Pencerita seakan mengajak sidang pembaca untuk turut menyaksikan, “langit terbuka.” Yesus, sambung Sang Pencerita, “melihat Roh Allah turun, seperti seekor burung merpati, datang ke atas-Nya” (eiden pneuma theou katabainon hôsei peristeran erchomenon ep’ auton, 3.16). Lihatlah (idou), lagi kata Sang Pencerita, “suara dari langit yang berkata: Dialah adalah Putera Terkasih-Ku, yang kepada-Nya Aku berkenan” (phonê ek tôn ouranôn legousa: houtos estin ho huios mou ho agapêtos, en hô eudokêsa, 3.17).     

Allah mendeklarasikan bahwa Yesus adalah [Raja] Mesias (Putera Terkasih-Ku) dan Hamba-Nya [yang Menderita]. Deklarasi tersebut bersifat programatis: Yesus kelak dikukuhkan sebagai Mesias setelah menjalani hidup sebagai Hamba (Matius 12.18). Sebagai Hamba, inilah sikap-Nya kepada kaum yang papa dan sengsara: Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya (12.20). Yesus yakin bahwa Ia datang untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (20.28). Kehambaan itu memuncak pada kematian-Nya di kayu salib, yang merupakan ungkapan final dari kesediaan-Nya menerima kehendak Allah, Bapa-Nya: meminum cawan penderitaan (26.39, 42). Setelah itu, barulah, dengan membangkitkan Yesus dari antara orang mati Allah mengaruniakan kepada-Nya segala kuasa di bumi dan di sorga (28.18)  Hamba [yang Menderita] dikukuhkan sebagai [Raja] Mesias, yang memiliki otoritas lebih dari sekadar “Raja Orang Yahudi” (27.37). Mengemban otoritas Allah, Mesias Yesus mewujudkan kehendak Allah “sebagaimana di dalam sorga, demikianlah di atas muka bumi” (lihat 6.10).

Mungkin timbul pertanyaan ini di benak kita: Kepada siapa Allah mendeklarasikan Yesus sebagai Mesias dan sebagai Hamba? Kita tidak mendapat kesan bahwa Allah mendeklarasikannya kepada Yohanes Pembaptis, tidak juga kepada orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi Yohanes. Dari cara Sang Pencerita menuturkannya, “lihatlah” (idou), kita dapat mencandra: kepada kitalah, sidang pembaca, Allah mendeklarasikan Putera Terkasih dan Hamba yang diperkenan-Nya. Dengan jalan itu, kita tahu, bahwa Laki-laki dari Nazaret itu bukan saja Hamba Allah dan Raja kita, tetapi juga Sobat kita semua – yang  bersetiakawan dengan kita, menjadi sama seperti kita guna menyelamatkan kita dari dosa.

Inilah berita Rabu Abu: kita yang fana bahkan berdosa, memiliki Gusti Yesus sebagai Sahabat yang Setia: Sobat dari Galilea. Selamat menjalani Masa Pra Paska! Semakin mengenal Dia, semakin merasakan cinta-Nya, semakin setia mengikut Dia! Terpujilah Allah! ***


Lemah Abang, 26-27 Februari 2020