Minggu, 05 Januari 2020

HARI EPIFANIA 2020: LUKA MENGANGA DI EPIFANIA

Matius 2.12-18

Oleh: Rudolfus Antonius


The Massacre of the Innocents
www.1st-art-gallery.com
Sejurus waktu rumah itu dipenuhi dengan sukacita dan suasana khidmad. Para Majusi sudah berjumpa dengan yang mereka cari: “Anak itu,” yang bagi mereka adalah Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Tapi langit Betlehem yang semula cerah berbintang terang segera berubah rupa segera hilang ditelan kegelapan yang mengerikan. Para Majusi yang kelelahan sontak terjaga. Demikian pula Yusuf, laki-laki yang tabah dan bertakwa itu.

Dalam lelap yang sekejap, para Majus beroleh petunjuk ilahi melalui mimpi. Mereka diperingatkan untuk tidak kembali kepada Herodes, raja Yudea, di keraton Yerusalem. Mereka diperintahkan untuk kembali ke negeri mereka, di sebelah Timur, melalui jalan lain. Di saat yang bersamaan, Yusuf pun bermimpi. Malaikat Tuhan nampak kepadanya, seperti dulu.   

Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya,
larilah ke Mesir
dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu,
karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia (Matius 2.13).

Mimpi para Majusi dan mimpi Yusuf memiliki titik temu: Herodes. Para Majus pasti tak lupa, bahwa saat bertemu dengan Herodes di keraton Yerusalem, raja itu meminta mereka untuk pergi ke Betlehem untuk menemukan “Anak itu” dan kembali kepadanya. Alasannya: “Aku juga akan datang ke sana untuk menyembah Dia” (Matius 2.8). Tetapi, setelah berjumpa dengan “Anak itu,” melalui mimpi mereka diperingatkan untuk tidak kembali kepada raja Yudea itu. Sebab, sebagaimana dinyatakan malaikat Tuhan kepada Yusuf melalui mimpi, Herodes memang akan mencari “Anak itu.” Tapi bukan untuk menyembah, melainkan untuk membunuh Dia! Wahyu keprabon mendatangkan sukacita dan suasana khidmad di hati yang satu, tapi membangkitkan angkara murka di hati yang lain – hati yang telah dirasuki oleh will to power!   

Sementara kegelapan yang pekat mengerikan berangsur menggantikan malam cerah berbintang terang, para Majusi dan Yusuf, bersama “Anak itu serta ibu-Nya,” bergegas meninggalkan rumah itu. Mereka sama-sama bermaksud menghindari Herodes. Para Majusi akan kembali ke negeri mereka di sebelah Timur melalui jalan lain. Yusuf, “Anak itu” serta ibunya akan lari ke Mesir. Dengan cara atau jalan masing-masing, mereka terlibat dalam upaya  menyelamatkan “Anak itu” dari cakar dan rahang maut Herodes! Sesungguhnya, Al-Masih, yang “akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” dan yang melalui Dia “Allah beserta kita,” pertama-tama harus lebih dulu diselamatkan dari angkara-murka seorang penguasa yang merasa terancam.    

Setelah menunggu sejurus waktu, menjadi jelas bagi Herodes bahwa para Majusi tidak akan kembali kepadanya untuk menyampaikan informasi tentang keberadaan “Anak itu.” Menyimpulkan bahwa ia telah diperdaya oleh para Majusi, ia menjadi sangat marah. Dengan amarah berkobar, ia memerintahkan orang-orangnya (alat-alat kekerasan negara!) untuk menggelar operasi pembersihan di Betlehem dan sekitarnya. Target mereka: semua anak yang berumur dua tahun ke bawah!

Sesuai dengan waktu yang ditanyakannya dengan teliti kepada para Majusi, ia memperkirakan bahwa usia “Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu” tak lebih dari dua tahun. Tapi karena tidak tahu yang mana “Anak itu,” ia memutuskan untuk membunuh semua anak dalam usia itu. Operasi pembersihan yang berdarah-darah. Tumpas kelor! Kerasukan will to power, Herodes telah membuat dirinya menjadi penjelmaan angkara murka.

Derap kaki-kaki kuda menerobos malam yang telah beralih dari terang berbintang menjadi pekat mengerikan. Dengan pedang-pedang berkilat, utusan-utusan si penguasa lalim bergerak menebar bencana. Jerit tangis pecah tatkala para orangtua tanpa daya menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bayi-bayi mereka disembelih oleh robot-robot bernyawa namun tak berjiwa. Bayi-bayi yang berlumuran darah tenggelam dalam dekapan duka orangtua jelata yang larut dalam sedu-sedan memilukan. Bentak teriak para pembunuh dan seruan memanggil nama Allah untuk memohonkan pertolongan-Nya seolah menjadi nyanyian malam yang menyayat-nyayat hati penduduk Betlehem dan sekitarnya. Sukacita dan suasana hikmat yang pernah berlangsung di satu sudut Betlehem lenyap disapu oleh banjir darah dan air mata.

“Operasi penyelamatan” yang tergopoh-gopoh atas Al-Masih disusul dengan “operasi pembersihan” yang berdarah-darah atas semua bocah sebaya. Operasi penyelamatan yang berbiaya sangat mahal, yang harus dibayar bukan hanya oleh orang-orang berkehendak baik seperti para Majusi, Yusuf, dan Maria, tetapi juga oleh sekian banyak orangtua dan bayi-bayi mereka yang tidak tahu apa-apa! Sungguh, sebelum “menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka,” sebelum “menyerahkan nyawa sebagai tebusan bagi banyak orang,” Al-Masih harus lebih dulu diselamatkan oleh sekian banyak orang!

Epifania, “pewahyuan Yesus sebagai Tuhan dan Raja kepada dunia,” bukan semata penyataan kemuliaan yang disambut dengan sukacita dan sikap takzim para Majusi. Epifania juga merupakan pewartaan awal bahwa “takdir” Gusti Yesus berkait-kelindan dengan “nasib” banyak orang pinggiran: orang “Kafir” (para Majusi), “orang benar” (dikaios) yang setelah perjuangannya yang heroik sirna ilang dari lembaran-lembaran Injil (Yusuf), “ibu-Nya” (Maria), dan rakyat jelata yang tertindas, yakni para orangtua dan bayi-bayi mereka di Betlehem dan sekitarnya yang menjadi korban kezaliman penguasa. Epifania adalah pewahyuan kemuliaan Al-Masih dalam duka yang mendera dan luka yang menganga!


Selamat memperingati Hari Epifania, 6 Januari 2020!

Lemah Abang, 5 Januari 2020