Matius 28.19-20
Rudolfus Antonius
Dalam memperingati dan merayakan Kenaikan Gusti Yesus ke Sorga alias Mi'raj Gusti Yesus, ada baiknya kita mengkaji Matius 28.19-20, wabil chusus di bawah tajuk tema Memahami Kembali Amanat Agung. ***
Amanat Agung (great commission). Itulah istilah yang
kita gunakan untuk menyebut perintah Tuhan Yesus dalam Matius 28.19-20. Tidak
salah, tentu. Perintah itu dititahkan oleh Tuhan yang Mulia, yang melalui
kebangkitan-Nya “telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius
28.18). Allah telah mengurapi Sang Mesias (3.16-17). Sekarang Ia telah
menobatkan-Nya (bdk 26.64). Lebih dari sekadar seorang Raja orang Yahudi (2.2;
27.37), melalui kebangkita-Nya, Yesus menjadi Yang Dipertuan atas sorga dan
dunia. Dalam kapasitas inilah Ia bertitah, Amanat Agung.
Tafsir (Naratif)
Amanat Agung
adalah suatu titah pengutusan. Benar. Sebagaimana Yesus pra-Kebangkitan
menghendaki murid-murid-Nya pergi kepada “domba-domba yang hilang dari umat
Israel,” (10.6), demikianlah Kristus pasca-Kebangkitan menghendaki
murid-murid-Nya pergi kepada “segala bangsa” (28.19).
Menurut Yesus
pra-Kebangkitan, kepergian murid-murid adalah dalam rangka mewartakan bahwa
Kerajaan Sorga sudah dekat. “Beritakanlah, dengan mengatakan bahwa Kerajaan
Sorga sudah dekat” (kêrussete
legontes hoti êngiken hê basileia tôn
ouranôn, 10.7). “Beritakanlah” berpadanan dengan
“sembuhkanlah orang-orang sakit, bangkitkanlah orang-orang mati, tahirkanlah
orang-orang kusta, usirlah setan-setan” (10.8a). Jiwa dan semangatnya: “kamu
telah menerima dengan cuma-cuma, berikanlah cuma-cuma” (dôrean elabete, dôrean dote,
ay 8b).
Saya menyebut “berpadanan,” karena semua kata
kerja-kata kerja yang digunakan mengambil bentuk present imperatif: kêrussete (beritakanlah), therapeuete
(sembuhkanlah), egeirete
(bangkitkanlah), katharizete
(tahirkanlah), ekballete
(usirlah/halaulah). Penyembuhan orang-orang sakit, pembangkitan orang-orang
mati, penahiran orang-orang kusta, dan pengusiran setan-setan adalah
tanda-tanda bahwa yang diberitakan, yakni bahwa Kerajaan Allah sudah dekat,
benar adanya.
Menurut
Kristus pasca-Kebangkitan, kepergian murid-murid adalah dalam rangka memuridkan
segala bangsa bagi-Nya. “Muridkanlah segala bangsa” (mathêteusate panta ta ethnê,
28.19). Mereka yang telah dipanggil menjadi murid (=yang mengikut) Yesus (4.19,
21 [bdk 8.22]; 10.1), sekarang diutus untuk menjadikan segala bangsa murid.
Mereka yang selama ini telah mengikut Yesus, kini dititahkan untuk memanggil
segala bangsa untuk mengikut Yesus.
Sebagaimana
dulu mereka menyambut panggilan Yesus dan menjadi murid-murid-Nya, kelak
orang-orang dari segala bangsa juga akan menyambut panggilan mereka dan menjadi
murid-murid Yesus. “Muridkanlah segala bangsa, dengan membaptiskan (baptizontes) mereka ke dalam
nama (eis to onoma) Bapa dan
Anak dan Roh Kudus, dan dengan mengajar (didaskontes) mereka untuk melakukan (=memelihara, têrein, dari têreo) semua, [yakni]
sebanyak yang telah Kuperintahkan kepadamu” (28.19-20a).
Menarik, kita mendapati kata kerja perintah mathêteusate (muridkanlah!) dan dua kata kerja partisipel: baptizontes (dengan membaptiskan) dan didaskontes (dengan mengajar). Dua kata
kerja partisipel menjelaskan kata kerja utamanya, yakni kata kerja perintah.
Memuridkan
segala bangsa, kesebelas murid itu (1) membaptiskan “murid-murid baru” ke
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Itu berarti “mempersatukan”
murid-murid baru itu dengan Bapa dan Anak dan Roh Kudus atau mempersekutukan
mereka dengan Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dengan demikian murid-murid baru itu
menjadi milik Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan hidup di bawah naungan-Nya.
Kesebelas
murid itu juga (2) mengajar murid-murid baru itu untuk melakukan semua, yakni
sebanyak yang telah diperintahkan Yesus Kristus kepada mereka. Sebagaimana
“kesebelasan” itu mengikut Yesus dan melakukan perintah-perintah Yesus,
demikian jugalah murid-murid baru yang berasal dari segala bangsa itu.
“Kesebelasan”, yakni murid-murid yang mula-mula, harus mengajarkan hal-hal yang
mereka hidupi kepada murid-murid yang baru.
Apakah yang
dimaksud dengan “semua, yakni sebanyak yang telah Kuperintahkan kepadamu”?
Dalam konteks Injil Matius, itu menyangkut ajaran-ajaran yang disampaikan Yesus
selaku “Musa yang Baru.” Sebagaimana secara tradisional diyakini oleh umat
Yahudi (dan umat Kristen), Musa telah memberikan Taurat dalam Lima Kitab:
Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Dalam Injil Matius, Yesus,
yang datang bukan untuk menghapuskan Taurat melainkan untuk menggenapinya
(5.17), memberikan “taurat baru” dalam Lima Pengajaran: Khotbah di Bukit (5-7),
Khotbah Misi Israel (10), Perumpamaan Kerajaan Sorga (13), Pengajaran tentang
Gereja (18), dan Khotbah Akhir Zaman (24-25).
Murid-murid
yang mula-mula harus menghidupi ajaran-ajaran Yesus sebagaimana terpapar dalam
Lima Pengajaran. Sementara mereka menghidupinya, mereka harus mengajar
murid-murid baru untuk menghidupi Lima Pengajaran. Itu berarti:
Berkenaan dengan Pengajaran Pertama, para murid berupaya
“menjadi sempurna seperti Bapa” (5.48, fungsional “menampakkan” Allah yang
tidak kelihatan via suatu cara hidup alternatif (jalan ketiga, bukan legalisme,
bukan antinomianisme).
Berkenaan dengan Pengajaran Kedua, para murid belajar
untuk tidak menjadi takut dan khawatir namun tulus dan cerdik dalam
memberitakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat (10.7, 17, 19, 26, 28, 30).
Berkenaan dengan Pengajaran Ketiga, para murid belajar
untuk hidup dalam keyakinan bahwa Kerajaan Sorga sangat berharga serta akan
tumbuh, berkembang, dan menang – sesuai dengan rencana Allah – sekalipun di
tengah berbagai tantangan (13.18-21,30, 32, 33, 41-43, 44-46, 49).
Berkenaan dengan Pengajaran Keempat, para murid belajar
untuk rendah hati, saling menjaga, dan saling mengampuni dalam paguyuban murid
Kristus (18.4, 21-22).
Berkenaan dengan Pengajaran Kelima, para murid belajar
untuk setia, tanggap terhadap tanda-tanda zaman, dan senantiasa berjaga-jaga
menantikan parousia (24.4, 6, 13,
42), termasuk berbelarasa dengan “saudara-saudara-Ku yang paling hina” – kaum
yang terhisap, tertindas, dan tersingkir/terpinggirkan dalam masyarakat
(25.37-40, 44-45).
Miskonsepsi dan Transformasi
Miskonsepsi
berarti salah paham. Perihal Amanat Agung, terjadi juga kesalahpahaman di
kalangan kita, orang Kristen. Lazimnya, kesalahpahaman itu berkisar pada (1) anggapan
bahwa Mat 28.19-20 merupakan perintah tentang “memenangkan jiwa”; dan,
berdasarkan anggapan pertama, (2) anggapan bahwa Mat 28.18-20 adalah perintah
yang paling penting dalam Perjanjian Baru, bahkan dalam seluruh Alkitab.
Kedua anggapan
ini didasarkan pada pandangan bahwa “jiwa” manusia lebih penting daripada
tubuhnya. Jiwa itu kekal, tubuh itu fana. Ketika mati, tubuh manusia akan berkalang
tanah, sedangkan jiwanya akan memasuki keabadian. Adapun keabadian itu berkisar
pada sorga dan neraka. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus, jiwanya
akan masuk ke dalam neraka. Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, jiwanya akan
masuk ke dalam sorga. Lantas, bagaimana bisa percaya bila tidak pernah
mendengar Injil? Bagaimana bisa mendengar Injil bila tidak pernah diinjili?
(bdk Roma 10.14-15).
Implikasinya,
hal-hal yang terkait dengan kejasmanian manusia tidak atau kurang diperhatikan.
Paling banter, kebutuhan-kebutuhan jasmani dan sosial seseorang sekadar
dijadikan “batu loncatan” dalam memenangkan jiwa. Kita menolong orang,
misalnya, supaya kita bisa memenangkan jiwanya. Kita mengerjakan pelayanan
sosial, misalnya, supaya bisa memenangkan jiwa sebanyak mungkin orang.
Tentu saja
jiwa manusia penting, bahkan sangat penting. Tetapi Allah menciptakan manusia
sebagai makhluk yang utuh: jasmani-rohani dan individual-sosial. Injil meliputi
semua dimensi. Keselamatan tidak hanya menyangkut yang rohani, tetapi juga
jasmani. Bukankah Yesus (dan murid-murid-Nya, lihat Matius 4.23; 9.35; 10.1,
7-8), menyembuhkan orang-orang sakit, membangkitkan orang-orang mati,
mentahirkan orang-orang kusta, dan mengusir setan-setan? Bukankah penyempurnaan
keselamatan kita tidak semata soal jiwa masuk sorga, tapi kebangkitan orang
mati (lihat misalnya 1Korintus 15.52b-54)? Bukankah Allah tidak hanya
mempedulikan keselamatan orang perorang, tetapi juga transformasi masyarakat
seturut dengan nilai-nilai Kerajaan-Nya? (lihat misalnya Matius 5.13-16, di
mana Yesus menyebut murid-murid-Nya sebagai sebagai garam dan terang dunia)?
Di samping
itu, bila kita setia pada Matius 28.19-20, kita perlu membacanya secara utuh,
pula dalam keseluruhan Injil Matius. Sebagaimana telah dipaparkan di atas,
Matius 28.19-20 memuat titah tentang pemuridan: Muridkanlah segala bangsa.
Menjadi murid-murid Yesus, orang-orang dari segala bangsa dibaptis (=menjadi
milik Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan hidup dalam naungan-Nya) serta belajar
untuk memahami dan menghidupi perintah-perintah Yesus dalam Lima Pengajaran.
Jadi bukan semata memenangkan jiwa, melainkan transformasi hidup!
Menjadi murid
atau pengikut Yesus, hidup seseorang ditransformasi seturut dengan nilai-nilai
Kerajaan Allah, dan pada gilirannya turut serta dalam proyek transformasi
Kerajaan Allah atas orang lain dan masyarakat luas. Transformasi itu bergulir
melalui dua cara yang saling terkait: manjing
ajur-ajer seperti garam dalam membawa Injil ke dalam masyarakat (Matius
5.13) dan menjadi “kota di atas bukit” yang menerangi dunia (Matius 5.16).
Dengan manjing ajur-ajer seperti garam, kita
memperbarui masyarakat “dari dalam,” yakni dengan terlibat dalam dinamika
masyarakat, sehingga masyarakat diresapi dengan nilai-nilai Kerajaan Allah (sebagaimana
terpapar dalam ajaran dan hidup Yesus). Dengan menjadi “kota di atas bukit,”
kita menampilkan suatu cara hidup baru, yang dapat menjadi alternatif, baik di
tataran perorangan maupun komunitas (=gereja), yang di satu sisi terbuka untuk
dikritisi, namun pada saat yang sama otentik, menarik, dan menantang untuk
diikuti.
Transformasi, itulah
Misi Gereja, misi orang percaya, berdasarkan pembacaan kita atas Matius
28.19-20 dalam konteks keseluruhan Injil Matius. Ya, Amanat Agung adalah
deklarasi Misi Transformatif. Dalam mengemban Misi inilah kita boleh mengalami
janji Tuhan Yesus: “Dan lihatlah, aku ada bersama dengan kamu di sepanjang masa
hingga kesudahan zaman” (Matius 28.20b). Ia yang dijanjikan Allah sebagai
Imanuel (=Allah ada bersama dengan kita), hadir di dalam Gereja alias
persekutuan murid-murid-Nya (18-20), dan menyertai murid-murid-Nya dalam
mengemban Misi Transformatif-Nya.
Selamat memperingati dan merayakan Mi'raj Gusti Yesus!
Lemah Abang, 20-21 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar