Kamis, 21 Mei 2020

MI'RAJ GUSTI YESUS: MEMAHAMI KEMBALI AMANAT AGUNG

Matius 28.19-20

Rudolfus Antonius

Dalam memperingati dan merayakan Kenaikan Gusti Yesus ke Sorga alias Mi'raj Gusti Yesus, ada baiknya kita mengkaji Matius 28.19-20, wabil chusus di bawah tajuk tema Memahami Kembali Amanat Agung. ***


Amanat Agung (great commission). Itulah istilah yang kita gunakan untuk menyebut perintah Tuhan Yesus dalam Matius 28.19-20. Tidak salah, tentu. Perintah itu dititahkan oleh Tuhan yang Mulia, yang melalui kebangkitan-Nya “telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28.18). Allah telah mengurapi Sang Mesias (3.16-17). Sekarang Ia telah menobatkan-Nya (bdk 26.64). Lebih dari sekadar seorang Raja orang Yahudi (2.2; 27.37), melalui kebangkita-Nya, Yesus menjadi Yang Dipertuan atas sorga dan dunia. Dalam kapasitas inilah Ia bertitah, Amanat Agung.

Tafsir (Naratif)

Amanat Agung adalah suatu titah pengutusan. Benar. Sebagaimana Yesus pra-Kebangkitan menghendaki murid-murid-Nya pergi kepada “domba-domba yang hilang dari umat Israel,” (10.6), demikianlah Kristus pasca-Kebangkitan menghendaki murid-murid-Nya pergi kepada “segala bangsa” (28.19).

Menurut Yesus pra-Kebangkitan, kepergian murid-murid adalah dalam rangka mewartakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat. “Beritakanlah, dengan mengatakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat” (kêrussete legontes hoti êngiken hê basileia tôn ouranôn, 10.7). “Beritakanlah” berpadanan dengan “sembuhkanlah orang-orang sakit, bangkitkanlah orang-orang mati, tahirkanlah orang-orang kusta, usirlah setan-setan” (10.8a). Jiwa dan semangatnya: “kamu telah menerima dengan cuma-cuma, berikanlah cuma-cuma” (dôrean elabete, dôrean dote, ay 8b).

Saya menyebut “berpadanan,” karena semua kata kerja-kata kerja yang digunakan mengambil bentuk present imperatif: kêrussete (beritakanlah), therapeuete (sembuhkanlah), egeirete (bangkitkanlah), katharizete (tahirkanlah), ekballete (usirlah/halaulah). Penyembuhan orang-orang sakit, pembangkitan orang-orang mati, penahiran orang-orang kusta, dan pengusiran setan-setan adalah tanda-tanda bahwa yang diberitakan, yakni bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, benar adanya.

Menurut Kristus pasca-Kebangkitan, kepergian murid-murid adalah dalam rangka memuridkan segala bangsa bagi-Nya. “Muridkanlah segala bangsa” (mathêteusate panta ta ethnê, 28.19). Mereka yang telah dipanggil menjadi murid (=yang mengikut) Yesus (4.19, 21 [bdk 8.22]; 10.1), sekarang diutus untuk menjadikan segala bangsa murid. Mereka yang selama ini telah mengikut Yesus, kini dititahkan untuk memanggil segala bangsa untuk mengikut Yesus.

Sebagaimana dulu mereka menyambut panggilan Yesus dan menjadi murid-murid-Nya, kelak orang-orang dari segala bangsa juga akan menyambut panggilan mereka dan menjadi murid-murid Yesus. “Muridkanlah segala bangsa, dengan membaptiskan (baptizontes) mereka ke dalam nama (eis to onoma) Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan dengan mengajar (didaskontes) mereka untuk melakukan (=memelihara, têrein, dari têreo) semua, [yakni] sebanyak yang telah Kuperintahkan kepadamu” (28.19-20a).

Menarik, kita mendapati kata kerja perintah mathêteusate (muridkanlah!) dan dua kata kerja partisipel: baptizontes (dengan membaptiskan) dan didaskontes (dengan mengajar). Dua kata kerja partisipel menjelaskan kata kerja utamanya, yakni kata kerja perintah.

Memuridkan segala bangsa, kesebelas murid itu (1) membaptiskan “murid-murid baru” ke dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Itu berarti “mempersatukan” murid-murid baru itu dengan Bapa dan Anak dan Roh Kudus atau mempersekutukan mereka dengan Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dengan demikian murid-murid baru itu menjadi milik Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan hidup di bawah naungan-Nya.

Kesebelas murid itu juga (2) mengajar murid-murid baru itu untuk melakukan semua, yakni sebanyak yang telah diperintahkan Yesus Kristus kepada mereka. Sebagaimana “kesebelasan” itu mengikut Yesus dan melakukan perintah-perintah Yesus, demikian jugalah murid-murid baru yang berasal dari segala bangsa itu. “Kesebelasan”, yakni murid-murid yang mula-mula, harus mengajarkan hal-hal yang mereka hidupi kepada murid-murid yang baru.

Apakah yang dimaksud dengan “semua, yakni sebanyak yang telah Kuperintahkan kepadamu”? Dalam konteks Injil Matius, itu menyangkut ajaran-ajaran yang disampaikan Yesus selaku “Musa yang Baru.” Sebagaimana secara tradisional diyakini oleh umat Yahudi (dan umat Kristen), Musa telah memberikan Taurat dalam Lima Kitab: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Dalam Injil Matius, Yesus, yang datang bukan untuk menghapuskan Taurat melainkan untuk menggenapinya (5.17), memberikan “taurat baru” dalam Lima Pengajaran: Khotbah di Bukit (5-7), Khotbah Misi Israel (10), Perumpamaan Kerajaan Sorga (13), Pengajaran tentang Gereja (18), dan Khotbah Akhir Zaman (24-25).

Murid-murid yang mula-mula harus menghidupi ajaran-ajaran Yesus sebagaimana terpapar dalam Lima Pengajaran. Sementara mereka menghidupinya, mereka harus mengajar murid-murid baru untuk menghidupi Lima Pengajaran. Itu berarti:

Berkenaan dengan Pengajaran Pertama, para murid berupaya “menjadi sempurna seperti Bapa” (5.48, fungsional “menampakkan” Allah yang tidak kelihatan via suatu cara hidup alternatif (jalan ketiga, bukan legalisme, bukan antinomianisme).

Berkenaan dengan Pengajaran Kedua, para murid belajar untuk tidak menjadi takut dan khawatir namun tulus dan cerdik dalam memberitakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat (10.7, 17, 19, 26, 28, 30).

Berkenaan dengan Pengajaran Ketiga, para murid belajar untuk hidup dalam keyakinan bahwa Kerajaan Sorga sangat berharga serta akan tumbuh, berkembang, dan menang – sesuai dengan rencana Allah – sekalipun di tengah berbagai tantangan (13.18-21,30, 32, 33, 41-43, 44-46, 49).

Berkenaan dengan Pengajaran Keempat, para murid belajar untuk rendah hati, saling menjaga, dan saling mengampuni dalam paguyuban murid Kristus (18.4, 21-22).

Berkenaan dengan Pengajaran Kelima, para murid belajar untuk setia, tanggap terhadap tanda-tanda zaman, dan senantiasa berjaga-jaga menantikan parousia (24.4, 6, 13, 42), termasuk berbelarasa dengan “saudara-saudara-Ku yang paling hina” – kaum yang terhisap, tertindas, dan tersingkir/terpinggirkan dalam masyarakat (25.37-40, 44-45).

Miskonsepsi dan Transformasi

Miskonsepsi berarti salah paham. Perihal Amanat Agung, terjadi juga kesalahpahaman di kalangan kita, orang Kristen. Lazimnya, kesalahpahaman itu berkisar pada (1) anggapan bahwa Mat 28.19-20 merupakan perintah tentang “memenangkan jiwa”; dan, berdasarkan anggapan pertama, (2) anggapan bahwa Mat 28.18-20 adalah perintah yang paling penting dalam Perjanjian Baru, bahkan dalam seluruh Alkitab.

Kedua anggapan ini didasarkan pada pandangan bahwa “jiwa” manusia lebih penting daripada tubuhnya. Jiwa itu kekal, tubuh itu fana. Ketika mati, tubuh manusia akan berkalang tanah, sedangkan jiwanya akan memasuki keabadian. Adapun keabadian itu berkisar pada sorga dan neraka. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus, jiwanya akan masuk ke dalam neraka. Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, jiwanya akan masuk ke dalam sorga. Lantas, bagaimana bisa percaya bila tidak pernah mendengar Injil? Bagaimana bisa mendengar Injil bila tidak pernah diinjili? (bdk Roma 10.14-15).

Implikasinya, hal-hal yang terkait dengan kejasmanian manusia tidak atau kurang diperhatikan. Paling banter, kebutuhan-kebutuhan jasmani dan sosial seseorang sekadar dijadikan “batu loncatan” dalam memenangkan jiwa. Kita menolong orang, misalnya, supaya kita bisa memenangkan jiwanya. Kita mengerjakan pelayanan sosial, misalnya, supaya bisa memenangkan jiwa sebanyak mungkin orang.

Tentu saja jiwa manusia penting, bahkan sangat penting. Tetapi Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang utuh: jasmani-rohani dan individual-sosial. Injil meliputi semua dimensi. Keselamatan tidak hanya menyangkut yang rohani, tetapi juga jasmani. Bukankah Yesus (dan murid-murid-Nya, lihat Matius 4.23; 9.35; 10.1, 7-8), menyembuhkan orang-orang sakit, membangkitkan orang-orang mati, mentahirkan orang-orang kusta, dan mengusir setan-setan? Bukankah penyempurnaan keselamatan kita tidak semata soal jiwa masuk sorga, tapi kebangkitan orang mati (lihat misalnya 1Korintus 15.52b-54)? Bukankah Allah tidak hanya mempedulikan keselamatan orang perorang, tetapi juga transformasi masyarakat seturut dengan nilai-nilai Kerajaan-Nya? (lihat misalnya Matius 5.13-16, di mana Yesus menyebut murid-murid-Nya sebagai sebagai garam dan terang dunia)?

Di samping itu, bila kita setia pada Matius 28.19-20, kita perlu membacanya secara utuh, pula dalam keseluruhan Injil Matius. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, Matius 28.19-20 memuat titah tentang pemuridan: Muridkanlah segala bangsa. Menjadi murid-murid Yesus, orang-orang dari segala bangsa dibaptis (=menjadi milik Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan hidup dalam naungan-Nya) serta belajar untuk memahami dan menghidupi perintah-perintah Yesus dalam Lima Pengajaran. Jadi bukan semata memenangkan jiwa, melainkan transformasi hidup!

Menjadi murid atau pengikut Yesus, hidup seseorang ditransformasi seturut dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, dan pada gilirannya turut serta dalam proyek transformasi Kerajaan Allah atas orang lain dan masyarakat luas. Transformasi itu bergulir melalui dua cara yang saling terkait: manjing ajur-ajer seperti garam dalam membawa Injil ke dalam masyarakat (Matius 5.13) dan menjadi “kota di atas bukit” yang menerangi dunia (Matius 5.16).

Dengan manjing ajur-ajer seperti garam, kita memperbarui masyarakat “dari dalam,” yakni dengan terlibat dalam dinamika masyarakat, sehingga masyarakat diresapi dengan nilai-nilai Kerajaan Allah (sebagaimana terpapar dalam ajaran dan hidup Yesus). Dengan menjadi “kota di atas bukit,” kita menampilkan suatu cara hidup baru, yang dapat menjadi alternatif, baik di tataran perorangan maupun komunitas (=gereja), yang di satu sisi terbuka untuk dikritisi, namun pada saat yang sama otentik, menarik, dan menantang untuk diikuti.

Transformasi, itulah Misi Gereja, misi orang percaya, berdasarkan pembacaan kita atas Matius 28.19-20 dalam konteks keseluruhan Injil Matius. Ya, Amanat Agung adalah deklarasi Misi Transformatif. Dalam mengemban Misi inilah kita boleh mengalami janji Tuhan Yesus: “Dan lihatlah, aku ada bersama dengan kamu di sepanjang masa hingga kesudahan zaman” (Matius 28.20b). Ia yang dijanjikan Allah sebagai Imanuel (=Allah ada bersama dengan kita), hadir di dalam Gereja alias persekutuan murid-murid-Nya (18-20), dan menyertai murid-murid-Nya dalam mengemban Misi Transformatif-Nya. 

Selamat memperingati dan merayakan Mi'raj Gusti Yesus! 

Lemah Abang, 20-21 Mei 2020


Tidak ada komentar: