DELAPAN: SOSIALISME DARI BAWAH
Dalam periode setelah Perang Dunia II, sosialisme revolusioner atau Sosialisme dari Bawah telah mengalami kemunduran di mana-mana. Pada umumnya, yang tampil mengklaim “sosialisme” adalah doktrin-doktrin yang elitis dan otoritarian, yang pada dasarnya sama dengan visi-visi anti-demokratik Sosialisme dari Atas. Memang ada perjuangan-perjuangan pembebasan nasional yang megah, seperti yang terjadi di Tiongkok dan Kuba. Perjuangan-pejuangan itu membebaskan bangsa-bangsa jajahan dari cengkeraman dan penindasan kekuatan-kekuatan utama dunia. Sebagai kemenangan-kemenangan atas imperialisme, gerakan-gerakan ini layak kita dukung. Tapi, seperti halnya Uni Soviet dan rezim-rezim Stalinis lainnya, klaim Tiongkok dan Kuba bahwa mereka “sosialis” telah mencemari citra Sosialisme yang sejati di mana-mana.
Gerakan pembebasan nasional di Tiongkok dipimpin oleh pasukan gerilya yang tidak mempunyai basis di kalangan klas buruh yang terorganisir. Ketika pasukan Mao Tse-tung bergerak memasuki kota-kota utama Tiongkok, kaum buruh diperintahkan untuk tetap bekerja dan mematuhi perintah manajer-manajer mereka. Beberapa pemilik dan manajer digantikan oleh pejabat-pejabat dari pemerintahan yang baru. Klas buruh sama sekali tidak membentuk ulang masyarakat dari bawah. Di Kuba, sekelompok kecil gerilyawan berhasil mengalahkan sebuah rezim yang sangat korup. Lagi, kaum buruh tidak memainkan peran yang serius dalam Revolusi Kuba 1959. Jujur, kita tidak bisa mengatakan bahwa Revolusi Tiongkok dan Revolusi Kuba merepresentasikan gerakan klas buruh dalam membebaskan dirinya sendiri.
Apalagi, baik di Tiongkok maupun di Kuba, rezim-rezim yang baru memodel diri mereka seturut dengan struktur negara totalitarian Rusia. Sebuah negara dengan satu partai diciptakan. Partai-partai oposisi – termasuk partai-partai buruh – dilarang. Serikat-serikat buruh ada di bawah kontrol ketat negara. Sensor ketat terhadap media juga diberlakukan. Para pengeritik dari Sayap Kiri dijebloskan ke dalam penjara. Semua industri dan keuangan diletakkan pada tangan negara. Tidak ada organ kontrol-sosial demokratik yang diperbolehkan. Fakta bahwa diktatur-diktatur kapitalis-negara ini menampilkan diri mereka sebagai “sosialis” merupakan pencemaran terhadap gerakan yang paling demokratik dan revolusioner yang pernah ada.
Syukurlah, kaum buruh segera menyadari kebohongan dan kepura-puraan rezim-rezim Stalinis itu. Dimulai di Jerman Timur pada 1953, yang berlanjut dengan Hungaria dan Polandia pada 1956, Tiongkok pada 1967, Czechoslovakia pada 1968 dan Polandia lagi pada 1970, 1976, dan 1980, hantu kekuatan buruh kembali menghantui Roh Stalin. Lebih-lebih, pembangkangan-pembangkangan kaum muda semakin tiba pada kesadaran tentang natur sejati dari rezim-rezim kapitalis-negara yang di dalamnya mereka hidup – dan mengafirmasi Sosialisme dari Bawah.
Pendekatan itu disajikan dengan sangat jelas dalam surat terbuka kepada Partai Komunis Polandia yang ditulis pada tahun 1964 oleh dua pemberontak muda, Jacek Kuron dan Karol Modzelewski. Kuron dan Modzelewski memberikan argumen yang meyakinkan bahwa klas buruh Polandia dieksploitasi oleh “birokrasi politik sentral” yang mengontrol perekonomian seturut dengan kepentingan persaingan negara:
... semua alat produksi dan pemeliharaan telah menjadi atau disentralkan sebagai ‘kapital nasional.’ Kekuatan material birokrasi, cakupan otoritasnya atas produksi, posisi internasionalnya (yang sangat penting bagi suatu klas yang diorganisir sebagai suatu kelompok yang mengidentifikasikan diirnya dengan negara) semuanya ini bergantung pada ukuran kapital nasional.
Konsekuensinya, birokrasi ingin meningkatkan kapital, untuk memperbesar apparatus produksi, untuk berakumulasi. Kuron dan Modzelewski tahu bahwa, bila posisi ini harus diubah dan sosialisme sejati diciptakan, kesimpulannya tak terelakkan:
Revolusi yang akan menggulingkan sistem birokratik akan merupakan sebuah revolusi proletarian.
Jadi, di Eropa Timur, aksi klas buruh telah mengekspos kebohongan-kebohongan dan kemunafikan-kemunafikan negara-negara “sosialis”. Pada saat yang sama, kapitalisme Barat telah mengekspos wajahnya yang keras, militeristis, dan tidak berperikemanusiaan. Kegilaan militer telah muncul kembali dalam skala yang mengerikan. Sekarang dunia membelanjakan $1.3 juta per menit demi alat-alat pemusnah kehidupan manusia. Amerika Serikat membangun persenjataan terbesar di masa damai di sepanjang sejarah. Rusia juga dengan gila-gilaan berusaha menyainginya. Dengan perlombaan senjata yang semakin memanas, ancaman perang, yakni perang nuklir global – membayang-bayangi umat manusia.
Pada saat yang sama, sistem kapitalis dunia tergelincir lagi ke dalam depresi. Di negeri-negeri kapitalis utama, krisis ekonomik ini berarti pengangguran yang masif, khususnya bagi kaum muda; ini berarti suatu kehidupan dalam kemelaratan dan keputusasaan bagi jutaan orang. Pada bangsa-bangsa yang berkembang dan terbelakang, krisis berarti kematian – dalam skala yang mengerikan. Menurut Bank Dunia, sekitar 800 juta orang sekarang ini hidup dalamkeadaan “kemiskinan absolut”. Setiap hari kelaparan dan penyakit-penyakit yang terkait dengannya membunuh 41 ribu orang. Itu berarti 28 orang korban kelaparan setiap menit – duapertiga di antara mereka adalah kanak-kanak – sementara lebih dari sejuta dollar per menit dibelanjakan untuk persenjataan.
Sebenarnya ini tidak harus terjadi. Sarana untuk melenyapkan kelaparan dan kemelaratan untuk selama-lamanya sudah ada. Kekayaan yang diabdikan setiap tahun untuk memproduksi senjata pemusnah dapat dengan mudah menyelesaikan masalah produksi pangan. Persoalannya tidak bersifat material, tapi berwatak sosial; ini adalah suatu akibat dari prioritas-prioritas barbar dari sebuah sistem yang dibangun di atas persaingan ekonomik dan militer.
Hal yang sama terjadi pada sekian banyak masalah lainnya yang mengancam kehidupan, yang mendistorsi dan merusakkan keberadaan manusia. Apakah ini timbulnya tanda-tanda bahaya dalam kecelakaan-kecelakaan industri dan wabah penyakit, meluasnya tenaga nuklir dengan cara yang mengerikan, atau penghancuran yang nyaris katastrofik yang sedang melanda lingkungan hidup kita, sebab-musabanya – yakni pengorganisasian kapitalis atas masyarakat dunia – tetap sama.
Solusinya juga tetap sama. Restrukturisasi masyarakat secara sosialis dan demokratik tetap, sebagaimana pada masa Marx, merupakan tugas yang paling mendesak yang mengkonfrontir umat manusia. Dan penataan ulang masyarakat hanya dapat mengambil tempat di atas dasar prinsip-prinsip Sosialisme dari Bawah. Sekarang, lebih daripada yang sudah-sudah, pembebasan umat manusia bergantung pada emansipasi-diri klas buruh dunia. Dan transisi menuju sebuah masyarakat baru yang bebas dan berkelimpahan bergantung pada konstruksi atau pembangunan sebuah federasi negara-negara buruh, yang masing-masing berdasakan prinsip-prinsip demokrasi buruh.
Tugas vital yang mengkonfrontir semua orang yang menginginkan penciptaan masyarakat baru tersebut adalah mengibarkan panji Sosialisme dari Bawah, untuk mendirikan sekali lagi dalam kesadaran populer hubungan yang tak terpisahkan antara Sosialisme dan demokrasi. Tantangannya adalah memulihkan Sosialisme kepada esensi demokratiknya, keprihatian atau kepedulian belarasanya dengan kebebasan umat manusia.
Dan Sosialisme yang dengannya kita menghadapi pertempuran-pertempuran masa depan tidak boleh hanya membangun di atas perjuangan-perjuangan heroik masa lalu. Ia juga harus menggabungkan prakarsa-prakarsa yang segar dari perjuangan kontemporer untuk mematahkan rantai-rantai penindasan.
- Emansipasi Sosialis di dunia modern harus juga merupakan pembebasan perempuan. Ia harus memeluk perjuangan kaum perempuan untuk membebaskan diri mereka dari keberadaan sebagai klas kedua, dari ikatan-ikatan yang membelenggu mereka pada pekerjaan rumah tangga yang membosankan dan tiada akhirnya, dari gambaran-gambaran dan ideologi yang berusaha mereduksi mereka menjadi obyek-obyek seks yang tak punya pikiran.
- Emansipasi Sosialis harus juga merupakan pembebasan kaum kulit hitam. Ia harus secara sentral melibatkan pertempuran-pertempuran kaum kulit hitam melawan diskriminasi dan ketidakadilan yang terlembaga, melawan pelecehan rasial dan keberadaan ghetto.
- Emansipasi Sosialis harus juga merupakan pembebasan kaum gay. Ia harus meliputi perjuangan-perjuangan kaum gay laki-laki dan perempuan untuk menjalani hidup mereka yang bebas untuk mencintai siapa saja yang mereka pilih, bebas dari ketakutan akan mengalami siksaan dan viktimisasi.
Sekali lagi ada tanda-tanda bahwa klas buruh internasional sedang meregangkan otot-ototnya dan membuat kekuatannya dapat dirasakan. Mungkin dalam skala kecil. Tapi entah itu berupa pemogokan umum melawan militer di Chile, pemogokan buruh tambang di Afrika Selatan dan Inggris, atau uji kekuatan kaum buruh di Amerika Utara dan Australia, kaum buruh sedunia kembali sedang bergerak menuju pusat pentas sejarah dunia. Dalam dekade yang sedang dilanda krisis ini, kita diperhadapkan lagi pada pilihan yang dilontarkan lebih dari 80 tahun yang lalu oleh Rosa Luxemburg: Sosialisme atau barbarisme.
Kali terakhir umat manusia memasuki suatu periode krisis yang serupa, selama tahun-tahun 1930-an, hasilnya adalah fasisme di Eropa dan penderitaan tak terukur dan barbarisme dari sebuah perang dunia yang menyaksikan ledakan bom nuklir pertama. Tapi masih ada sebuah alternatif. Demokrasi buruh, akhir bagi kemiskinan dan penindasan – inilah prospek-prospek yang terus coba diperjuangkan menuju sosialisme internasional.
Visi itu, impian akan sebuah dunia baru kebebasan yang lebih adil lebih dari sekadar impian kosong di siang bolong. Sebagaimana ditulis William Morris seabad yang lalu:
[Perjuangan-perjuangan] kita bukan mimpi. Laki-laki dan perempuan telah mati untuknya, bukan di zaman kuna, tapi di waktu kita; mereka berbaring di penjara karena itu, bekerja di pertambangan, dibuang, dihancurkan karenanya; percayalah kepadaku ketika hal-hal itu; menderita karena mimpi-mimpi, mimpi-mimpi yang pada akhirnya menjadi kenyataan.
Kita adalah kaum sosialis internasional, dan, terhubung dengan kelompok-kelompok sosialis revolusioner di bagian-bagian lainnya di dunia, kita berdedikasi mewujudkan impian itu untuk menjadi kenyataan, untuk merealisasikan prinsip-prinsip “Sosialisme dari Bawah”. Kita masih kecil. Tapi visi kita besar. Kita memiliki kesempatan membangun sebuah gerakan yang dapat mengubah dunia. Apakah Anda tidak akan bergabung dengan kami? Dalam semuanya itu, kami memiliki dunia untuk dimenangkan. ***
Disadur oleh Rudolfus Antonius dari David McNally, Socialism from Below (Chicago: International Socialist Organization, c.u. 1986) Marxism Page, http://www.anu.edu.au/polsci/marx/contemp/pamsetc/socfrombel/sfb_main.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar