www.evansvillechurch.com |
SOBAT DARI
GALILEA
Rabu
Abu bersama Matius 3.1-17
Rudolfus Antonius
Rudolfus Antonius
Muncul
di padang gurun Yudea (Matius 3.1), seorang bernama Yohanes menggegerkan seluruh
Yudea. Mengenakan jubah bulu unta, berikat pinggang kulit, dan menjadikan
belalang dan madu hutan sebagai makanannya (3.4), laki-laki ini kelihatan eksentrik.
Tapi bukan itu terutama yang membuat banyak orang “dari Yerusalem, dari seluruh
Yudea dan seluruh daerah sekitar Yordan” (3.5) berduyun-duyun datang kepadanya.
Mereka tergerak oleh berita yang dibawanya dan seruan yang dikumandangkannya.
Beritanya: Kerajaan Surga sudah dekat. Seruannya: Bertobatlah. Ya, “bertobatlah,
sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (3.2).
Datang
kepada Yohanes, orang-orang itu mengaku dosa (3.6). Mereka percaya berita
Yohanes: Kerajaan Surga sudah dekat. Entah apa yang mereka pahami tentang
Kerajaan Surga, sangat boleh jadi seperti yang dikatakan oleh laki-laki
eksentrik itu kepada orang Farisi dan orang Saduki: “murka yang akan datang” (3.7).
Mereka pun memutuskan untuk bertobat.
Sebagai
tanda pertobatan, Yohanes membaptis mereka dengan air Sungai Yordan. Tapi Sang
Pembaptis telah mewanti-wanti (3.11): “dia yang akan datang sesudah aku” (ho de opiso mou erchomenos) adalah “lebih
perkasa daripadaku” (ischuroteros mou),
yang “membawakan kasutnya pun aku tidak sanggup” (hou ouk eimi hikanos ta huopdêmata bastasai). Sosok itu “akan
membaptis kamu dengan Roh Kudus dan api” (humas
baptisei en pneumati hagio kai puri).
Entah
bagaimana para petobat beserta para Farisi dan Saduki itu memahaminya.
Barangkali mereka menghubungkan Kerajaan Surga dengan sosok tersebut. Barangkali
juga mereka bertanya-tanya: apakah “membaptis dengan Roh Kudus dan api” adalah
ungkapan lain dari “murka yang akan datang”? Mungkin ada di antara mereka yang
teringat firman Yahweh melalui Nabi Yoel: “Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas
semua manusia” (Yoel 2.28). Apa hubungan orakel Yoel ini dengan pernyataan
laki-laki berjubah bulu unta itu?
Mungkin
juga ada di antara mereka yang teringat firman Yahweh melalui Nabi Yehezkiel: “Aku
akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala
kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu
akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan
menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku
akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut
segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan
melakukannya (Yehezkiel 3.25-27). Apa hubungan orakel Yehezkiel ini dengan
pernyataan laki-laki berikat pinggang kulit itu?
Sementara
mungkin pertanyaan-pertanyaan ini bergelayutan di benak sejumlah orang, Yohanes
mengambil sikap yang terbilang keras kepada para Farisi dan Saduki yang datang
kepadanya untuk dibaptis. Heran, ia tidak bermanis-manis dengan kaum
awam yang menuntut kesalehan hidup yang ketat (para Farisi) dan kaum aristokrat
penguasa Baitul Maqdis Yerusalem (para Saduki). Ia menyebut mereka “keturunan
ular berbisa” (gennêmata echidnôn,
3.7). Agaknya ia menaruh kesangsian besar bahwa mereka mereka betul-betul
bertobat. Karena itu ia mendesak mereka untuk menghasilkan buah yang
membuktikan pertobatan mereka (karpon
axion tês metanoias, buah yang selayaknya dari pertobatan, 3.8).
Lebih
jauh Sang Pembaptis menyoroti klaim para Farisi dan Saduki. Mereka mengklaim
bahwa Abraham adalah bapa mereka. Yohanes tidak menampik. Benar, mereka adalah
keturunan biologis Abraham. Tetapi, tandas Yohanes, hal itu tidak ada artinya.
Sebab Allah sanggup menciptakan keturunan bagi Abraham dari batu-batu. Yang ada
artinya adalah menghasilkan “buah yang baik” (karpon kalon, 3.10). Jika tidak, mereka “akan ditebang dan dibuang
ke dalam api” (3.10).
Demikianlah
Yohanes mengajak orang Yahudi di seluruh Yudea untuk bertobat. Demikianlah pula
sikap Yohanes Pembaptis kepada para Farisi dan Saduki. Akan tetapi, saat Yesus
dari datang kepadanya untuk dibaptis, sikap Yohanes sangat berbeda. Di hadapan
Laki-laki dari Galilea itu, suaranya yang lantang dan nada bicaranya yang keras
seakan menghilang. Berhadapan dengan Yesus, Yohanes sadar: bukan Yesus yang
perlu bertobat dan dibaptis olehnya; sebaliknyalah yang benar! “Akulah yang
perlu dibaptis oleh-Mu,” kata Yohanes kepada Yesus, “namun Engkau yang datang
kepadaku? (Kata orang Jakarta: kagak
kebalik nih?). Sang Pembaptis berusaha menolak untuk membaptis Yesus. Ia terus mencegah (diekôluen, imperfek indikatif orang ketiga tunggal dari diakôluô).
Penolakan
Yohanes baru berakhir setelah Yesus berkata kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi
sekarang, karena itulah cara yang sepatutnya bagi kita untuk menggenapi seluruh
kebenaran” (TB2-LAI: Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah
sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah, aphes arti, houtos gar prepon estin hemin plêrôsai pasan dikaiosunên,
3.15). Tersirat namun jelas maksud Yesus. Dengan membaptis Yesus, Yohanes turut
menggenapkan seluruh kebenaran atau kehendak Allah.
Yohanes
memahami hal itu. Tapi mungkin ia tidak atau sekurang-kurangnya belum mengerti:
mengapa penggenapan seluruh kehendak Allah mengharuskan “yang tidak memerlukan
pertobatan dibaptis oleh yang memerlukan pertobatan”? Sangat boleh jadi Sang
Pembaptis tidak mengetahui bahwa Ia “yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa
mereka” (1.21) dan “melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi
banyak orang” (20.28) harus dibaptis seperti halnya orang-orang yang
berdosa. Yang tak berdosa menyamakan diri dengan orang-orang yang berdosa!
Dalam
pada itu, sungguh pun Yohanes tidak atau belum mengerti, ia mempercayai perkataan
Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu. Ia berhenti mencegah Yesus. Sang
Pembaptis “kemudian mempersilakan-Nya” (tote
aphiêsin auton, 3.15).
Segera
sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air. Lihatlah (idou), kata Sang Pencerita seakan mengajak sidang pembaca untuk turut
menyaksikan, “langit terbuka.” Yesus, sambung Sang Pencerita, “melihat Roh
Allah turun, seperti seekor burung merpati, datang ke atas-Nya” (eiden pneuma theou katabainon hôsei
peristeran erchomenon ep’ auton, 3.16). Lihatlah (idou), lagi kata Sang Pencerita, “suara dari langit yang berkata:
Dialah adalah Putera Terkasih-Ku, yang kepada-Nya Aku berkenan” (phonê ek tôn ouranôn legousa: houtos estin
ho huios mou ho agapêtos, en hô eudokêsa, 3.17).
Allah
mendeklarasikan bahwa Yesus adalah [Raja] Mesias (Putera Terkasih-Ku) dan Hamba-Nya
[yang Menderita]. Deklarasi tersebut bersifat programatis: Yesus kelak
dikukuhkan sebagai Mesias setelah menjalani hidup sebagai Hamba (Matius 12.18).
Sebagai Hamba, inilah sikap-Nya kepada kaum yang papa dan sengsara: Buluh yang
patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak
akan dipadamkan-Nya (12.20). Yesus yakin bahwa Ia datang untuk melayani dan
menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (20.28). Kehambaan itu memuncak
pada kematian-Nya di kayu salib, yang merupakan ungkapan final dari
kesediaan-Nya menerima kehendak Allah, Bapa-Nya: meminum cawan penderitaan (26.39,
42). Setelah itu, barulah, dengan membangkitkan Yesus dari antara orang mati
Allah mengaruniakan kepada-Nya segala kuasa di bumi dan di sorga (28.18) Hamba [yang Menderita] dikukuhkan sebagai [Raja]
Mesias, yang memiliki otoritas lebih dari sekadar “Raja Orang Yahudi” (27.37).
Mengemban otoritas Allah, Mesias Yesus mewujudkan kehendak Allah “sebagaimana
di dalam sorga, demikianlah di atas muka bumi” (lihat 6.10).
Mungkin
timbul pertanyaan ini di benak kita: Kepada siapa Allah mendeklarasikan Yesus
sebagai Mesias dan sebagai Hamba? Kita tidak mendapat kesan bahwa Allah
mendeklarasikannya kepada Yohanes Pembaptis, tidak juga kepada orang-orang yang
berbondong-bondong mendatangi Yohanes. Dari cara Sang Pencerita menuturkannya, “lihatlah”
(idou), kita dapat mencandra: kepada
kitalah, sidang pembaca, Allah mendeklarasikan Putera Terkasih dan Hamba yang
diperkenan-Nya. Dengan jalan itu, kita tahu, bahwa Laki-laki dari Nazaret itu
bukan saja Hamba Allah dan Raja kita, tetapi juga Sobat kita semua – yang bersetiakawan dengan kita, menjadi sama
seperti kita guna menyelamatkan kita dari dosa.
Inilah
berita Rabu Abu: kita yang fana bahkan berdosa, memiliki Gusti Yesus sebagai
Sahabat yang Setia: Sobat dari Galilea. Selamat menjalani Masa Pra Paska!
Semakin mengenal Dia, semakin merasakan cinta-Nya, semakin setia mengikut Dia! Terpujilah
Allah! ***
Lemah Abang, 26-27 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar