www.biography.com |
Matius 11.2-6
Oleh: Rudolfus
Antonius
Yohanes
Pembaptis adalah seorang yang luar biasa. Massa rakyat (ho ochlos) menganggapnya nabi (Matius 14.5; 21.26). Gusti Yesus bahkan
mengatakan bahwa Yohanes lebih dari seorang nabi (perissoteron prophêtou, 11.9). Sebab laki-laki eksentrik itu telah
merintis jalan bagi Sang Mesias.
Mewartakan
bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat, Yohanes menyerukan umat untuk bertobat,
berbalik dari jalan hidup yang berdosa. Banyak orang dari Yerusalem, seluruh
Yudea, dan seluruh daerah di sekitar Yordan telah menyambut positif pewartaan
dan seruannya. Mengakui dosa-dosa, mereka dibaptisnya. Mereka bertobat.
Yohanes
berani menempelak orang-orang Farisi dan Saduki yang datang gara-gara
baptisannya. Ia tahu bahwa orang-orang itu tidak merasa perlu untuk bertobat.
Mereka yakin bahwa mereka adalah anak-anak Abraham. Mereka menyangka bahwa
mereka akan luput dari murka Allah. Melawan kecongkakan itu, Yohanes menyebut
mereka “keturunan ular berbisa” (gennêmata
echidnôn, TB-LAI: “keturunan ular beludak”, 3.7b). Ia menasihati mereka
untuk menghasilkan “buah-buah yang sesuai dengan pertobatan” (3.8). Situasinya
genting, sedikit saja waktu yang masih tersisa: “Kapak sudah tersedia pada akar
pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang
dan dibuang ke dalam api” (3.10).
Yohanes
juga tahu bahwa orang-orang Farisi dan Saduki mempersoalkan baptisannya (epi tou baptisma autou, 3.7a; TB-LAI:
“untuk dibaptis olehnya”). Maka ia menandaskan bahwa ia sekadar membaptis
dengan air sebagai tanda pertobatan. Tetapi, lanjutnya, Mesias (“Dia yang
datang,” ho erchomenos) akan
membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (3.11). Dalam pemahaman Yohanes, baptisan
Mesias akan memisahkan orang benar dan orang fasik, yang masing-masing bermuara
dalam keselamatan dan kebinasaan: “Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan
membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam
lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak
terpadamkan” (3.12). Dengan mengatakan semuanya itu, seolah Yohanes berkata:
berhadapan denganku, kamu masih memiliki kesempatan. Pilihlah kehidupan, jangan
kebinasaan. Bertobatlah, jangan keraskan hatimu. Kelak nanti, berhadapan dengan
Mesias, semua sudah terlambat.
Tak
lama kemudian, Yohanes Pembaptis berurusan dengan Herodes, si raja wilayah:
“Tidak halal bagimu untuk memiliki Herodias!” tegornya, keras (14.4). Pasalnya,
Herodias adalah isteri Filipus, saudara Herodes. Si raja wilayah merebutnya.
Bukannya bertobat, Herodes malah mengambil tindakan represif. Yohanes
ditangkap, dibelenggu, dan dipenjarakan (14.3; lihat 4.12).
Memahami Pekerjaan-pekerjaan
Kristus
Di
dalam penjara, Yohanes mendengar tentang “pekerjaan-pekerjaan Kristus” (ta erga tou Christou, 11.2). Sudah
barang tentu: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Gusti Yesus, yang sambil njajah desa milang kori “mengajar dalam
rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan
segala penyakit dan kelemahan” (9.35).
Tentu
Yohanes teringat perjumpaannya dengan Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu.
Yesus datang dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya
(3.13). Yohanes, yang sebelumnya menempelak habis-habisan orang-orang Farisi
dan Saduki karena kecongkakan mereka, ternyata sangat menyegani “anak tukang
kayu” (13.55) itu. Ia berusaha menolak untuk membaptis Yesus (3.14). “Akulah
yang perlu dibaptis oleh-Mu,” kata Yohanes kepada-Nya, “dan Engkau yang datang
kepadaku?”
Menurut
anggapan Yohanes, Yesus tidak perlu bertobat, mengaku dosa, dan dibaptis
olehnya. Dirinyalah yang perlu bertobat, mengaku dosa, dibaptis oleh Yesus.
Tapi, kita semua tahu, bahwa Yesus ngeyel,
tetap meminta agar Yohanes membaptis-Nya. “Saat ini biarlah begitu (aphes arti),” kata-Nya, “karena dengan
cara inilah kita menggenapi seluruh kehendak Allah (atau: seluruh kebenaran, pasan dikaiosunên), dengan
sebaik-baiknya” (3.15a). Kita tidak tahu, apakah Yohanes mengerti maksud
perkataan Yesus. Yang jelas, akhirnya Yohanes membaptis Yesus.
Yohanes
juga teringat bahwa di hadapan orang-orang Farisi dan Saduki ia menyebut Sang
Mesias, “ho erchomenos,” Dia yang
akan datang. Ia tahu, Sang Mesias lebih perkasa daripada dirinya. Ia menyadari,
di hadapan Sang Mesias, dirinya lebih rendah dari seorang budak (“membuka tali
kasutnya pun aku tidak layak”). Ia yakin, bahwa Sang Mesias akan menegakkan
“seluruh kebenaran,” yakni mengukuhkan orang benar (membaptis dengan Roh Kudus)
dan membinasakan orang fasik (membaptis dengan api).
Lantas
adakah hubungan antara Sang Mesias dan Yesus dari Nazaret? Apakah Laki-laki
Bersandal dari Nazaret yang maksum
itu adalah ho erchomenos alias Sang
Mesias? Bukankah Dia berkata-kata tentang “menggenapi seluruh kebenaran”? Kalau
begitu, bukankah selaku Mesias Yesus akan “membaptis dengan Roh Kudus dan
dengan api,” yakni mengukuhkan orang benar dan membinasakan orang fasik? Tapi,
perhatikan apa yang telah dikerjakan oleh Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu!
Sepertinya kok tidak “menggenapi seluruh kebenaran” … Tidak mengukuhkan orang
benar, tidak juga membinasakan orang fasik. Salah satu “bukti”-nya: Yohanes
Pembaptis malah terbelenggu dalam penjara, sementara Herodes dan Herodias yang
maksiat kelihatan asyik-masyuk dan berjaya! Yohanes pun bergumul.
Kita
bisa menduga bahwa setelah membaptis Yesus, Yohanes melihat “langit terbuka” (êneôcthêsan hoi ouranoi, 3.16) dan
mendengar “suara dari langit” (phonê ek
tôn ouranôn) yang mengatakan “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah
Aku berkenan” (3.17). Jika demikian, Yohanes tahu bahwa Yesus bukan sekadar
seorang maksum, yang memberi isyarat yang
kabur bahwa Dialah Sang Mesias (yakni dengan kata-kata “seluruh kebenaran”).
Berdasarkan pernyataan eksplisit dari langit yang terbuka itu, sangat boleh
jadi Yohanes tahu dan percaya bahwa Yesus adalah Sang Mesias sekaligus Hamba
Yahweh. Akan tetapi situasi objektif sangat bisa mempengaruhi pikiran,
perasaan, bahkan iman seseorang.
Di
tengah pergumulannya, Yohanes tidak ingin terus bertanya-tanya. Ia menginginkan
ketegasan. Oleh karena itu ia mengutus murid-murid-Nya kepada Gusti Yesus,
untuk bertanya: “Engkaukah ‘Dia yang akan datang’ (ho erchomenos), atau kami masih harus menantikan orang lain?” (11.3).
Gusti Yesus tidak menjawab secara langsung. Ia berkata kepada murid-murid
Yohanes:
Pergilah dan
katakanlah kepada Yohanes
apa yang kamu
dengar dan kamu lihat:
orang buta
melihat,
orang lumpuh
berjalan,
orang kusta menjadi
tahir,
orang tuli
mendengar,
orang mati
dibangkitkan
dan kepada orang
miskin diberitakan kabar baik.
Dan
berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku." (1.4-6)
Gusti
Yesus ingin mengajak Yohanes untuk mengingat dua nubuatan dalam gulungan kitab
Nabi Yesaya (Yesaya 35.5-6 [jilid 1]; 61.1 [jilid 3]). Nubuatan yang pertama
berintikan kedatangan Allah dengan pembalasan dan ganjaran, yang menyelamatkan
umat-Nya (Yesaya 35.4). Walhasil, “mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan
telinga orang-orang tuli akan dibuka… orang lumpuh akan melompat seperti rusa,
dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai” (35.5-6). Nubuatan yang kedua
berintikan misi Hamba Yahweh, yang diurapi Yahweh dengan Roh-Nya “untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, merawat orang-orang yang
remuk hati, memberitakan pembebasan
kepada orang-orang tawanan…” (6.1-2). Pendeknya, zaman mesianis adalah zaman
tegaknya keadilan, zaman pembebasan bagi kaum miskin, tertindas, dan
terpinggirkan. Zaman sudah mulai terwujud melalui praksis Laki-laki Bersandal
dari Nazaret.
Di
sini kita menangkap suatu perbedaan penting. Bagi Yohanes, saat kedatangan-Nya,
Sang Mesias akan langsung menegakkan keadilan dan melakukan pembalasan kepada
orang benar dan orang fasik. Seketika Ia akan menyelamatkan orang benar dan
membinasakan orang fasik. Itulah “menggenapi seluruh kebenaran.” Tetapi menurut
Gusti Yesus, “menggenapi seluruh kebenaran” dimulai dengan mewartakan kabar
baik kepada kaum miskin dan mengulurkan tangan kepada mereka yang
terpinggirkan. Mengutamakan kaum miskin dan tertindas, yakni mewartakan kabar
baik dan mengulurkan tangan kepada mereka; itulah prioritas Sang Mesias saat
ini. Menyelamatkan orang benar dan menghukum orang fasik, akan dilakukan-Nya kelak,
yakni saat “Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya” (25.1). Penghakiman itu
pun akan didasarkan pada sikap terhadap kaum miskin, tertindas, dan
terpinggirkan, yang disebut-Nya “saudara-saudara-Ku yang paling hina” (hoi adelphoi hoi elachistoi, 25.40).
Gusti
Yesus bermaksud memberikan konfirmasi kepada Yohanes bahwa memang Dialah ho erchomenos alias Sang Mesias – tapi
dengan “priorias kerja” yang berbeda dengan yang dipikirkan Sang Pembaptis.
Atas dasar itu, Ia berusaha menghibur Yohanes dan meneguhkan imannya: “Dan
berbahagialah orang yang tidak jatuh tersandung karena Aku (hos ean mê
skandalisthê en emoi, 11.6; TB-LAI: “orang yang tidak menjadi kecewa dan
menolak Aku”).
Orang besar,
orang biasa
Yohanes
Pembaptis adalah orang besar, bahkan Gusti Yesus mengatakan “di antara mereka
yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar
dari pada Yohanes Pembaptis” (11.11a). Totalitas pengabdiannya kepada pewartaan
Kerajaan Allah dan perintiasan jalan bagi Sang Mesias luar biasa. Tapi toh ia
tetap manusia biasa, yang bisa bimbang dan memiliki pemahaman yang kurang utuh
tentang Sang Mesias. Syukurlah dalam kebimbangannya ia tak segan bertanya
kepada orang yang tepat, yakni Gusti Yesus sendiri.
Kita
beruntung memiliki pemahaman yang lebih lengkap tentang Sang Mesias. Dalam arti
inilah, “yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya” (11.11b).
Tapi kita pun manusia biasa, yang bisa bimbang meskipun memiliki pemahaman yang
lebih memadai tentang Junjungan kita. Kita mesti rendah hati sementara terus
belajar mengikut dan mengenal Sang Mesias.
Dalam
pada itu, “pekerjaan-pekerjaan Mesias,” yang mengungkapkan komitmen-Nya, yakni
“pilihan mengutamakan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan,” kiranya
menjadi agenda utama kita. Bukankah Injil atau kabar baik yang diwartakan Sang
Mesias adalah Injil yang Membebaskan? Sebagai para pengikut-Nya, mari kita
terus memasyhurkannya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar