Blind Bartimaeus www.lookandlearn.com |
Lent
V: 13-19 Maret 2016
FAIT ACCOMPLI
Markus 10.46-52
Rudolfus
Antonius
Rahasia
Mesias. Ditutup untuk khalayak, dibuka bagi “kalangan sendiri.” Itulah
“kebijakan ganda” yang diterapkan Yesus orang Nazaret berkenaan dengan jati
diri-Nya. Kepada khalayak, Ia selalu berupaya agar mereka tidak mengenali
diri-Nya sebagai Mesias. Sejauh-jauhnya, publik berspekulasi bahwa Ia adalah
Yohanes Pembaptis, Elia, atau salah seorang dari para nabi (Markus 8.28). Kepada
“kalangan sendiri”, yakni ke-12 murid-Nya, Ia berusaha menyingkapkan
kemesiasan-Nya. “Kepadamu,” kata-Nya kepada mereka, “telah diberikan rahasia
Kerajaan Allah...” (Markus 4.11).
Ada
dialektika yang diharapkan-Nya bekerja dalam antitesis ini. Saat rakyat jelata
sarat dengan penderitaan – kerasukan setan, terjangkit berbagai sakit-penyakit,
diberati beban-beban keagamaan, dan ditindas oleh pemerintah bangsa-bangsa –
apatah rindu-damba mereka kecuali kedatangan Sang Pembebas, yang tak lain dari
Mesias, Ratu Adil Erucakra?
Yesus
tidak menafikan “jeritan makhluk tertindas” yang membahana di tengah dunia yang
tak berhati. Tapi Ia meyakini agenda ilahi, “apa yang dipikirkan Allah”, yang
harus dilaksanakan-Nya: bukan pertama-tama sebagai Mesias Sang Raja, tetapi
sebagai Hamba, yang melayani hingga memberikan nyawa sebagai tebusan bagi
banyak (=semua) orang. Melalui itu, Sang Raja mbabar jati diri.
Pada
saat yang sama, Ia berusaha membimbing Kelompok 12, murid-murid-Nya, untuk
mengenali jati diri-Nya. Menetapkan mereka “untuk menyertai Dia dan untuk
diutus-Nya memberitakan Injil” (Markus 3.14), sesungguhnya Ia sedang
mempersiapkan mereka supaya bila sudah tiba waktunya mereka akan mewartakan
jatidiri mesianik atau rajawi-Nya. Untuk itu Ia telah bersasmita, “[T]idak ada
sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu
rahasia yang tidak akan tersingkap” (Markus 4.21-22).
Sayang
disayang, Kelompok 12 terlalu lamban untuk mengerti. Petrus, yang sepertinya
memiliki “kesadaran yang paling maju,” memang berhasil mengenali jati diri
Yesus sebagai Mesias (Markus 8.20). Tapi, sebagaimana terlihat dalam reaksinya
terhadap Sasmita Samsara yang Pertama, mesianisme Petrus bertolakbelakang
dengan mesianisme Yesus. Mesianisme Petrus tidak mengizinkan seorang Mesias
yang mengalami sengsara dan maut sebelum mencapai kemuliaan. Sasmita Samsara
yang Kedua dan Ketiga ditanggapi dengan pertengkaran tentang siapa yang
terbesar atau paling berkuasa di antara Kelompok 12. Semua sibuk dengan Will to Power alih-alih menyatukan diri
dengan Sang Mesias menapaki jalan penderitaan.
Jadi
Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu seperti terjepit oleh kebijakan-Nya
sendiri. Ke luar Ia bertahan dari godaan mengikuti mesianisme orang banyak, ke
dalam Ia tidak kunjung dimengerti oleh murid-murid-Nya – yang juga menganut
mesianisme orang banyak. Di satu sisi Ia menolak untuk memproklamirkan kemesiasan-Nya
kepada orang banyak karena memperhitungkan jangan-jangan “apa yang dipikirkan
Allah” terkooptasi oleh “apa yang dipikirkan manusia.” Di sisi lain
kelihatannya Ia nyaris frustrasi (“berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap
kamu?”, Markus 9.19) karena murid-murid-Nya tak kunjung beranjak dari “apa yang
dipikirkan manusia” ke “apa yang dipikirkan Allah.”
Hampir
tak dinyana, pada satu momen di tengah perjalanan menuju Yerusalem, Yesus
“dipaksa” untuk mengungkap jati diri mesianik-Nya kepada orang banyak. Saat
itu, baru saja Ia dan Kelompok 12, diiringi oleh orang banyak yang
berbondong-bondong, keluar dari Yerikho (Markus 10.46). Dari pinggir jalan
terdengar teriakan, “Anak Daud, kasihanilah aku!” (ay 47). Teriakan subversif,
yang menyuarakan kerinduan orang banyak yang mendambakan pembebasan, sekaligus
menyulut kewaspadaan kaum penguasa. Anak Daud, gelar Sang Mesias.
Pengemis
buta, ya pengemis buta itulah yang membuat bising udara dengan teriakan
subversifnya. Ia melakukan itu karena mendapat informasi bahwa orang Nazaret
yang Bersandal itulah yang sedang lewat. Ia ingin minta tolong, mohon Yesus
mencelikkan matanya. Beberapa orang menegornya. Mereka berusaha membungkamnya
(ay 48a). Tapi ia menolak bungkam. Alih-alih, ia makin keras berteriak: “Anak
Daud, kasihanilah aku!” (ay 48b). Kian bisinglah udara, sementara aroma
subversif merebak ke mana-mana.
Yesus
tanggap ing sasmita. Ia tahu,
diri-Nyalah yang dimaksud sang pengemis buta. Segera didapati diri-Nya
tersudut. Selama ini dipegang-Nya teguh “kebijakan ganda” perihal Rahasia
Mesias. Tertutup keluar, terbuka ke dalam. Kini, Ia diperhadapkan pada pilihan:
tetap “tertutup keluar” demi menjaga agar “apa yang dipikirkan Allah” tidak
terkooptasi oleh “apa yang dipikirkan manusia” dengan tidak mempedulikan
teriakan-teriakan sang pengemis buta, ATAU,
menyembuhkan sang pengemis buta dengan mengorbankan “kebijakan ganda” dengan
“membuka keluar” – dan dengan demikian merisikokan “apa yang dipikirkan Allah”
terkooptasi oleh “apa yang dipikirkan manusia.” FAIT ACCOMPLI!
Merasa
di-fait accompli, Yesus butuh waktu
untuk berpikir. Itulah sebabnya Ia tidak langsung menanggapi teriakan-teriakan
sang pengemis buta (lihat ay 47-49). Tapi sekali membuat keputusan, yakni memilih
untuk mempedulikan pengemis buta itu dan mengorbankan kebijakan ganda-Nya,
Yesus melangkah dengan mantap. Berjumpalah Ia dengan sang pengemis buta.
Terjadilah
percakapan singkat, yang menyiratkan jati diri Laki-laki Bersandal dari Nazaret
itu – bahwa Dia adalah Sang Mesias (ay 51).
Y : Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?
PB: Rabuni
(=Tuanku), supaya aku dapat melihat!
Terjadilah
suatu mukjizat, yang memenuhi kerinduan sang pengemis buta sekaligus
menggarisbawahi watak asli Sang Mesias – welas asih, penuh rahmat (ay 52a).
Y: Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!
Pada saat itu juga (kai euthus, dan seketika itu juga) melihatlah ia.
“Kebijakan
ganda” gugur sudah. Sekarang Rahasia Mesianik dibuka keluar. Publik sudah tahu
siapa Yesus: Sang Mesias. Lepas dari jenis mesianisme mereka, yang
bertolakbelakang dengan mesianisme Yesus!
Sekarang,
pengemis buta itu tak lagi buta, tak lagi mengemis pula. Ia mengikut Yesus,
mengiringi-Nya dalam perjalanan yang menentukan ke Yerusalem (ay 52b).
Entah
dari mana mantan pengemis buta itu tahu bahwa Yesus adalah Anak Daud, Sang Mesias. Yang jelas,
teriakan-teriakan subversifnya telah “memaksa” Yesus untuk menyatakan jati
diri-Nya. Tak heran kiranya, bila kemudian namanya
dikenang orang – satu-satunya pengecualian dalam penuturan Sang Narator:
Bartimeus, anak Timeus, anak dari Kehormatan, anak yang terhormat.
Sesuai
dengan namanya, wong cilik ini
beroleh kehormatan untuk membuat Mesias yang Tersembunyi menyatakan diri-Nya di
hadapan publik yang merindudamba. Cetha wela-wela.
***
Terpujilah Allah!
1 komentar:
Ijin berbagi Pak Rudy...
Posting Komentar