Oleh: Rudolfus Antonius
Orang
bilang, salah satu ciri negara demokrasi adalah supremasi hukum.
Kami
kaum Sosialis, yang berkomitmen pada demokrasi ekonomi dan politik, sepakat,
sungguh sepakat. Dalam
pada itu kami insyaf, oleh dan untuk kepentingan siapa hukum itu dibuat,
diberlakukan, dan ditegakkan.
Dalam
dinamika perjuangan kelas, kadang-kadang kelas penguasa merasa perlu memberikan
kelonggaran kepada rakyat.
Kami
katakan "kadang-kadang," karena kelas penguasa berkepentingan untuk
mengurangi akselerasi perjuangan kelas - yang bakal menggali kubur bagi diri
mereka sendiri!
Memang,
dalam konteks perjuangan kelas, kelonggaran yang kadang-kadang itu efektif:
menabur ilusi dalam benak rakyat pekerja dan memberi kesempatan kepada kelas
penguasa untuk menarik nafas dan menyiapkan langkah-langkah yang lebih kejam
untuk mencekik rakyat pekerja.
Tetapi
sementara kapitalisme terus merangkak di usia senjanya, kelas penguasa ditandai
dengan pertikaian antarfaksi. Pertikaian tersebut di antaranya berkisar pada
- cara memfungsikan negara sebagai alat kekuasaan;
- cara melestarikan eksploitasi, penindasan, dan peminggiran terhadap rakyat pekerja dan bumi tempat mereka berpijak; dan
- cara menanggapi krisis-krisis ekonomi yang berpotensi untuk bertransformasi menjadi krisis politik yang bisa mengantar kelas penguasa ke liang kubur.
Ketika
hegemoni goyah, yakni saat rakyat pekerja melakukan perlawanan, faksi-faksi
kelas penguasa akan berdebat soal persuasi atau represi. Keduanya sama-sama
ingin memulihkan hegemoni.Yang satu dengan wajah manis, yang satu dengan wajah
bengis.
Perjuangan
rakyat Kendeng mempertahankan Ibu Bumi adalah contoh cetha wela-wela tentang
perlawanan rakyat pekerja terhadap hegemoni kelas penguasa.
Mahkamah
Agung menanggapinya dengan persuasi: menerbitkan Putusan MA Nomor 99 PK/ TUN/
2016, yang berintikan perintah kepada Gubernur Jawa Tengah untuk menghentikan
kegiatan PT Semen Indonesia di kawasan Kendeng.
Di
lain pihak, dengan lika-liku yang berujung pada pengingkaran terhadap putusan
MA via SK Gubernur Jateng 660.1 Tahun 2017 (tentang izin lingkungan penambangan
dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia [Persero] Tbk di Kabupaten
Rembang Provinsi Jateng), Gubernur Jawa Tengah jelas sedang bermain api. Ia
merusak persuasi itu sekaligus membuka pintu lebar-lebar bagi represi.
Siapapun
dengan mudah dapat menduga, ada "sesuatu" di belakang keberanian
Gubernur Jawa Tengah melanggar putusan MA dan menafikan supremasi hukum. Apapun
"sesuatu" itu, agaknya tidak jauh-jauh dari pertikaian antarfaksi
utama dalam tubuh kelas penguasa dalam memperebutkan kawasan-kawasan penyedia
bahan baku semen. Pada titik ini, penghormatan rakyat Kendeng kepada Ibu Bumi
dinafikan sebagai penghambat pembangunan. Long march yang mereka lakukan,
permohonan yang mereka ajukan, bahkan kematian mereka sekali pun tidak ada
artinya sama sekali.
Wafatnya
Ibu Padmi dalam usia yang relatif muda (48 tahun) menambah panjang deretan para
martir pejuang tanpa kekerasan di hadapan negara yang tak lain merupakan alat
kekuasaan kapitalis. Pengurbanan tersebut boleh jadi membuat Gubernur Jawa
Tengah bahkan Presiden terenyuh. Tapi apakah bagi keduanya pengurbanan itu
lebih berharga daripada eksploitasi atas Ibu Bumi, sangat mungkin tidak.
Persoalannya
bukan hati manusia, tetapi suatu dunia tak berhati, yang dikonstruksi oleh
kapitalisme - suatu sistem ekonomi-politik yang sejak fajar kelahirannya di
akhir Abad Pertengahan hingga saat ini telah menuntut tumbal manusia tak
terbilang banyaknya serta kerusakan alam yang tiada tara.
Bila
itu persoalannya, rezim kapitalis yang berwajah populis seperti yang sekarang
pun pada galibnya sama dengan-rezim populis yang berwajah elitis; demikian juga
hakikatnya rezim kapitalis dengan facade demokratik dan rezim kapitalis yang
fasistik.
Rakyat
pekerja tak perlu meminta belas kasihan kepada kelas penguasa. Bersatu,
bersatu, dan bersatu. Acungkanlah tinjumu. Sarangkan itu dengan telak di ulu
hati kelas penguasa - untuk menjungkalkanya. Itulah jalan untuk beroleh
keadilan dan memenangkan kemanusiaan bagimu!
SPARTAKUS,
berjuanglah bersama rakyat Kendeng yang bangkit melawan!
Yesus
Kristus, yakni Dia yang Teraniaya, ada bersama-sama dengan kaum tertindas dan
semua orang yang berjuang bersama dengan mereka!
Lemah Abang, 23 Maret 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar