Minggu, 23 September 2018

CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI

Refleksi Minggu IV Bulan Perdamaian Sinode GKMI

Matius 10.16


Courtesy of https://nakedpastor.com
Sayyidina Isa Al-Masih alias Gusti Yesus mengutus para pengikut-Nya untuk mewartakan Injil, Kabar Baik tentang Pembebasan, Evangelium Liberationis.

Sasaran Kabar Baik itu adalah para korban Kuasa-kuasa atau Struktur-struktur sosial yang menghisap, menindas, dan memarjinalkan.

Para korban bergelut dengan sakit-penyakit, kematian, penyingkiran sosial karena kusta, dan kerasukan setan, untuk kemudian menyerah tanpa daya kepada penampakan-penampakan Kuasa-kuasa tersebut:

  • §  Ada kuasa ekonomi yang menghisap: Mamon. 
  • §  Ada kuasa politik yang menindas: Kaisar. 
  • §  Ada kuasa budaya yang memarjinalkan: Kenisah atau Bait Suci.


Para pengikut Gusti Yesus mewartakan kepada para korban: Kerajaan Sorga sudah dekat (Matius 10.7). Dia yang bertakhta di sorga mulai mendatangi dunia untuk menantang Kuasa-kuasa atau struktur-struktur yang dholim itu dan membebaskan para korban. Tanda-tandanya: orang sakit disembuhkan, orang mati dibangkitkan, orang kusta ditahirkan, dan orang yang kerasukan setan dilepaskan (Matius 10.8). Melalui pewartaan para pengikut Gusti Yesus, Allah menantang Kuasa-kuasa dan membebaskan para korban.

Injil Pembebasan adalah kabar baik bagi para korban Kuasa-kuasa, kaum miskin itu. Pada saat yang sama, ia adalah kabar buruk bagi Kuasa-kuasa (dan segelintir orang yang diuntungkan oleh mereka). Praksis pemerdekaan dan gerakan subversif adalah dua sudut pandang dari tindakan historis ilahi.

Dalam pada itu, Gusti Yesus tahu persis: soal kekuasaan, para pengikut-Nya bukan apa-apa bila dibandingkan dengan Kuasa-kuasa atau Struktur-struktur itu. Para pengikut-Nya ibarat domba, Kuasa-kuasa ibarat kawanan serigala. Hukum rimba pun berlaku: domba adalah mangsa para serigala.

“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,” kata-Nya. Sebuah pernyataan yang mengungkapkan sebuah realisme. Mewartakan Injil Pembebasan adalah perjumpaan konfrontatif antara para domba dan kawanan serigala.

Menakutkan, tentu. Tapi secara hakiki Injil Pembebasan memang memperhadapkan para pengikut Gusti Yesus, domba-domba itu, dengan Kuasa-kuasa alias kawanan serigala dalam sebuah konfrontasi hidup dan mati. Tidak kurang tidak lebih. Sebab berita pembebasan bagi kaum miskin, yakni mereka yang terhisap, tertindas, dan termarjinalkan, adalah berita subversif bagi mereka yang hidup dan memperkaya diri dari penghisapan, penindasan, dan marjinalisasi atas sesamanya.

Gusti Yesus, tentu saja, tidak menghendaki para pengikut-Nya mewarta secara konyol dan oleh karena itu, sebagai akibatnya, mati konyol. Maka Ia mengingatkan mereka: “Hendaklah kamu cerdik seperti ular.” Cerdik berjurus ular, supaya tidak menjadi mangsa kawanan serigala!

Dalam bahasa kita sekarang: asas penting, asas perjuangan penting, tapi organisasi (yang tak lain dari memori perjuangan kaum miskin), teori sebagai pisau bedah analisis, program, serta strategi dan taktik tidak kalah penting!

Gusti Yesus juga tidak menghendaki para pengikut-Nya terdegenerasi menjadi sama dengan Kuasa-kuasa. Oleh karena itu Ia mengingatkan mereka:”Hendaklah kamu tulus seperti merpati.” Tulus berjurus merpati, supaya tidak berubah menjadi pemangsa.

Para pengikut Gusti Yesus menantang struktur-struktur yang menghisap, menindas, dan memarjinalkan bukan untuk menjadikan diri mereka sebagai penghisap, penindas, dan pemarjinal baru! Para pengikut Gusti Yesus membebaskan para korban bukan untuk memberi jalan kepada para korban untuk membalas dendam.

Jika para pengikut Gusti Yesus melakukan kedua hal itu, sesungguhnya mereka sedang melestarikan lingkaran setan penghisapan, penindasan, dan marjinalisasi manusia oleh manusia!


Betapa pentingnya membangun struktur-struktur alternatif yang menerjemahkan Kerajaan Sorga dalam jiwa-semangat, nilai, dan prinsip: komitmen yang pro-kehidupan, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, dan demokrasi-partisipatoris.

Omong-omong, apakah padanan untuk Mamon, Kaisar, dan Kenisah/Bait Suci di masa kini?



Padepokan Banyu Bening, 23 September 2018

Tidak ada komentar: