Refleksi Minggu
IV Bulan Perdamaian Sinode GKMI
Matius 10.16
Courtesy of https://nakedpastor.com |
Sasaran
Kabar Baik itu adalah para korban Kuasa-kuasa atau Struktur-struktur sosial
yang menghisap, menindas, dan memarjinalkan.
Para
korban bergelut dengan sakit-penyakit, kematian, penyingkiran sosial karena
kusta, dan kerasukan setan, untuk kemudian menyerah tanpa daya kepada
penampakan-penampakan Kuasa-kuasa tersebut:
- § Ada kuasa ekonomi yang menghisap: Mamon.
- § Ada kuasa politik yang menindas: Kaisar.
- § Ada kuasa budaya yang memarjinalkan: Kenisah atau Bait Suci.
Para
pengikut Gusti Yesus mewartakan kepada para korban: Kerajaan Sorga sudah dekat (Matius
10.7). Dia yang bertakhta di sorga mulai mendatangi dunia untuk menantang
Kuasa-kuasa atau struktur-struktur yang dholim
itu dan membebaskan para korban. Tanda-tandanya: orang sakit disembuhkan, orang
mati dibangkitkan, orang kusta ditahirkan, dan orang yang kerasukan setan
dilepaskan (Matius 10.8). Melalui pewartaan para pengikut Gusti Yesus, Allah
menantang Kuasa-kuasa dan membebaskan para korban.
Injil
Pembebasan adalah kabar baik bagi para korban Kuasa-kuasa, kaum miskin itu.
Pada saat yang sama, ia adalah kabar buruk bagi Kuasa-kuasa (dan segelintir
orang yang diuntungkan oleh mereka). Praksis pemerdekaan dan gerakan subversif
adalah dua sudut pandang dari tindakan historis ilahi.
Dalam
pada itu, Gusti Yesus tahu persis: soal kekuasaan, para pengikut-Nya bukan
apa-apa bila dibandingkan dengan Kuasa-kuasa atau Struktur-struktur itu. Para
pengikut-Nya ibarat domba, Kuasa-kuasa ibarat kawanan serigala. Hukum rimba pun
berlaku: domba adalah mangsa para serigala.
“Lihat,
Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,” kata-Nya. Sebuah
pernyataan yang mengungkapkan sebuah realisme. Mewartakan Injil Pembebasan
adalah perjumpaan konfrontatif antara para domba dan kawanan serigala.
Menakutkan,
tentu. Tapi secara hakiki Injil Pembebasan memang memperhadapkan para pengikut
Gusti Yesus, domba-domba itu, dengan Kuasa-kuasa alias kawanan serigala dalam
sebuah konfrontasi hidup dan mati. Tidak kurang tidak lebih. Sebab berita
pembebasan bagi kaum miskin, yakni mereka yang terhisap, tertindas, dan
termarjinalkan, adalah berita subversif bagi mereka yang hidup dan memperkaya
diri dari penghisapan, penindasan, dan marjinalisasi atas sesamanya.
Gusti
Yesus, tentu saja, tidak menghendaki para pengikut-Nya mewarta secara konyol
dan oleh karena itu, sebagai akibatnya, mati konyol. Maka Ia mengingatkan
mereka: “Hendaklah kamu cerdik seperti ular.” Cerdik berjurus ular, supaya
tidak menjadi mangsa kawanan serigala!
Dalam
bahasa kita sekarang: asas penting, asas perjuangan penting, tapi organisasi
(yang tak lain dari memori perjuangan kaum miskin), teori sebagai pisau bedah
analisis, program, serta strategi dan taktik tidak kalah penting!
Gusti
Yesus juga tidak menghendaki para pengikut-Nya terdegenerasi menjadi sama
dengan Kuasa-kuasa. Oleh karena itu Ia mengingatkan mereka:”Hendaklah kamu
tulus seperti merpati.” Tulus berjurus merpati, supaya tidak berubah menjadi
pemangsa.
Para
pengikut Gusti Yesus menantang struktur-struktur yang menghisap, menindas, dan
memarjinalkan bukan untuk menjadikan diri mereka sebagai penghisap, penindas,
dan pemarjinal baru! Para pengikut Gusti Yesus membebaskan para korban bukan
untuk memberi jalan kepada para korban untuk membalas dendam.
Jika
para pengikut Gusti Yesus melakukan kedua hal itu, sesungguhnya mereka sedang
melestarikan lingkaran setan penghisapan, penindasan, dan marjinalisasi manusia
oleh manusia!
Betapa
pentingnya membangun struktur-struktur alternatif yang menerjemahkan Kerajaan
Sorga dalam jiwa-semangat, nilai, dan prinsip: komitmen yang pro-kehidupan,
penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, dan demokrasi-partisipatoris.
Omong-omong,
apakah padanan untuk Mamon, Kaisar, dan Kenisah/Bait Suci di masa kini?
Padepokan Banyu
Bening, 23 September 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar