en.wikipedia.org |
Membaca Mazmur 34.12-15
Frase
yirʼath YHWH (TB-LAI: “takut akan
TUHAN”) meringkaskan spiritualitas Agama Israel Kuno. Di satu sisi yirʼath YHWH mengandaikan rasa gentar dan takjub kaum beriman kepada Yahweh. Gentar karena kedahsyatan-Nya,
takjub karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib.
Di
sisi lain yirʼath YHWH juga
menggemakan rasa syukur dan hormat kepada-Nya. Bersyukur karena pengalaman-pengalaman
keselamatan berupa pembebasan dari perbudakan di Mesir dan kekuasaan raja-raja Kanaan. Rasa hormat karena
mengakui Dialah yang Mahaberdaulat, Gusti Pangeran para mukminin wal mukminat. Semua
itu bermuara dalam keikhlasan untuk menaati titah dan perintah-Nya.
Menarik,
orang yang ber- yirʼath YHWH tidak me-negasi-kan kehidupan.
Alih-alih, ia mengukuhkan kehidupan. Betapa tidak! Ia adalah orang “yang menikmati
kehidupan” (Ibrani: hekhâpets khayyîm;
TB-LAI: yang menyukai hidup). Ia adalah orang “yang mencintai hari-hari untuk
melihat kebaikan” (Ibr: ʼohev yamîm lirʼôth
tôv; TB-LAI: “yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik). Jelas,
baginya “kebaikan” atau “yang baik” ada di sini dan kini. Di dunia ini, di dalam hidup ini.
Untuk
melihat kebaikan di sini dan kini, orang yang ber- yirʼath YHWH tahu apa yang harus
dilakukannya: ia mencari dan mengejar shalom:
perdamaian dan kesejahteraan yang berkeadilan. Dua kata kerja yang berbeda
namun senafas seirama, yakni mencari (biqesh)
dan mengejar (râdaf), menggarisbawahi
pengertian bahwa perdamaian dan kesejahteraan yang berkeadilan harus diwujudkan
– dan itu berarti mesti diupayakan atau diperjuangkan. Jelaslah kiranya: untuk
melihat kebaikan di dunia ini dan di dalam hidup ini orang yang ber- yirʼath YHWH harus memperjuangkan
tegaknya perdamaian dan kesejahteraan yang berkeadilan!
Bagi
orang yang ber- yirʼath YHWH, secara negatif itu berarti ia harus
menjauhkan diri dari kejahatan (sûr merâʽ),
dan secara positif melakukan
kebaikan (ʽâsâh tôv). Adapun yang
dimaksud dengan kejahatan adalah segala sesuatu yang menghambat terwujudnya shâlôm atau yang menggangsirnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan kebaikan adalah segala sesuatu yang mendukung terwujudnya shâlôm atau yang berguna untuk memelihara
dan memperluasnya.
Ditilik
dari pengertian di atas, eksploitasi
alias penghisapan manusia oleh manusia, penindasan
si kuat perkasa jayawijaya terhadap si lemah, dan marjinalisasi terhadap sesama karena perbedaan agama/kepercayaan,
ras dan warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual dsb., adalah kejahatan: itu semua bertentangan
dengan shalom.
Sebaliknya,
perlawanan terhadap segala bentuk eksploitasi, penindasan, dan marjinaliasi
seiring sejalan dengan shâlôm. Demikian
pula “teori dan praksis revolusioner kelas pekerja” yang bertujuan (1) mengakhiri
cara produksi supereksploitatif dan bangunan-bangunan politik dan kultural yang
didirikan di atasnya guna (2) menegakkan cara produksi baru yang demokratis
berikut bangunan-bangunan politik dan kultural yang memfasilitasi semua orang
untuk beraktualisasi sebagai makhluk-makhluk yang bermartabat (“anak-anak Allah”)!
Takut
akan TUHAN alias yirʼath YHWH bukanlah
visi beragama yang eskapistis: meloloskan diri dari “yang di sini dan kini”
yang berdosa guna beralih ke sorga di seberang sana.
Yirʼath YHWH adalah sebuah visi
beragama yang terlibat: yang liberatif dan transformatif. Meminjam langgam
kidungan balatentara sorga dalam Lukas 2.14, itu berarti menerjemahkan “kemuliaan
bagi Allah di tempat yang mahatinggi” (doxa
en hupistois theô) dalam “perdamaian dan kesejahteraan yang berkeadilan di
bumi di antara kaum miskin [=terhisap, tertindas, & termarjinalkan] dan
semua orang yang berkehendak baik” (epi gês
eirenê en anthrôpois eudokia).***
Terpujilah
Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar