www.imgrumweb.com |
Minggu, 6 Januari 2019
Matius 6.24-34
Matius 6.24-34
Gusti Yesus berjumpa dengan kaum tani di Galilea. Ia tahu bahwa hari demi hari mereka ada dalam kesusahan (hê kakia, ay 34). Mereka memerlukan makanan dan minuman, juga pakaian (ay 25, 32). Tapi untuk memperoleh hal-hal yang begitu mendasar itu, alangkah susahnya!
Kenyataan ini menyiratkan bahwa mereka, wong tani itu hidup dalam kemiskinan yang parah. Bukan karena mereka malas. Toh mereka sudah biasa bahkan “kenyang” dengan “menabur, menuai, dan mengumpulkan bekal dalam lumbung” (lihat ay 26).
Kita bisa mencandra: yang mereka tuai dan kumpulkan dari taburan mereka tidak pernah menjadi milik mereka sepenuhnya. Bagi buruh tani dan penggarap, sebagian besar dari panenan mereka adalah milik para tuan-tanah. Bagi tani “merdeka”, sebagian besar panenan mereka adalah milik penguasa Yahudi yang kemudian menyetorkannya kepada penjajah Romawi.
Pajak yang mencekik leher membuat tanah kaum tani merdeka sewaktu-waktu beralih ke tangan para tuan tanah. Tak jarang mereka “merosot” menjadi buruh tani atau penggarap, bahkan dijual sebagai budak agar biasa membayar utang yang diakibatkan oleh pajak yang teramat berat. Demikian juga buruh tani dan penggarap. Senyatanya mereka mengalami bahwa baik penjajah Romawi maupun kolabolator mereka, yakni aristokrasi Yahudi baik Herodian yang sekuler maupun otoritas Baitullah yang relijius, sama-sama menghisap darah mereka.
Bisa dimengerti bila mereka khawatir tentang hidup mereka: apa yang hendak dimakan dan diminum? Wajar bila mereka khawatir tentang tubuh mereka: apa yang hendak dipakai? (ay 25).
Mewartakan Kerajaan Allah, Gusti Yesus mengemukakan empat hal kepada kaum tani Galilea.
Pertama, Gusti Yesus meminta mereka untuk mengabdi atau menghamba (doulein) kepada Allah semata, bukan kepada Mamon (ay 24). Dengan jalan itu Ia mengontraskan kaum tani dengan para penghisap dan penindas mereka, yang meski secara ritual mengabdi kepada Allah secara sosial menghamba kepada Mamon (=sistem ekopol yang eksploitatif). Ketika kaum beragama mengeksploitasi sesamanya, sesungguhnya mereka sedang menghamba kepada Mamon, bukan mengabdi kepada Allah.
Kedua, Gusti Yesus menggarisbawahi bahwa mereka, kaum tani itu, terhubung secara khusus dengan Allah. Allah adalah Bapa mereka (ay 26, 32). Karena itu diri mereka (hidup & tubuh mereka) begitu berharga (ay 25). Allah, Bapa kaum tani itu, tahu bahwa mereka memerlukan makanan dan minuman, juga pakaian (ay 32). Ia memedulikan kaum tani itu di tengah kesusahan mereka. Ini kontras dengan lapisan-lapisan penguasa beragama yang menganggap kekayaan mereka sebagai berkat sekaligus tanda bahwa Allah berkenan kepada mereka, dan melihat kemelaratan sebagai indikasi bahwa Allah tidak berkenan kepada kaum tani.
Ketiga, Gusti Yesus mengajak kaum tani untuk mencari Kerajaan dan kebenaran/keadilan Allah (hê basileia kai hê dikaiosunê auotou, ay 33). “Kerajaan dan kebenaran/keadilan Allah” adalah terwujudnya kehendak Allah, yakni keselamatan yang berintikan pembebasan/pemerdekaan dan transformasi. Pembebasan dari struktur-struktur yang menghisap (“Mamon”), menindas (“Kaisar”), dan memarjinalkan (“Baitullah”). Transformasi kepada suatu kehidupan baru, yakni perdamaian & kesejahteraan yang berkeadilan.
Kata yang diterjemahkan dengan “mencari” (zêtein) bisa pula berarti mengupayakan atau memperjuangkan. Mengupayakan Kerajaan dan kebenaran/keadilan Allah berarti berpartisipasi dalam karya ilahi yang membebaskan dan mentransformasikan. Hal itu dilakukan dengan membangun komunitas murid yang (1) hidup dalam solidaritas, (2) menjadikan kekayaan bersifat sosial, (3) melawan kejahatan dengan kebaikan, dan (4) melayani dengan kesediaan untuk berkurban bagi banyak orang.
Kita dapat meraba maksud Gusti Yesus. Dengan ajakan itu Ia bermaksud menggugah kaum tani Galilea dari perasaan tidak berdaya dan memosisikan mereka sebagai Subjek atas nasib mereka sendiri.
Keempat, Gusti Yesus meyakinkan kaum tani bahwa partisipasi mereka tidak sia-sia. “Maka semuanya itu,” kata-Nya, “akan ditambahkan kepada-Mu” atau “akan disediakan bagimu” (prostethêsetai humin, ay 33). Bagi setiap orang yang memperjuangkan Kerajaan dan kebenaran/keadilan-Nya, Allah akan menyediakan “apa yang akan mereka makan dan minum” dan “apa yang akan mereka pakai.” Cekak aos, sejauh itu bukan keserakahan, hedonisme, dan kemewahan, Allah akan mencukupi mereka.
Atas dasar keempat hal itu Gusti Yesus berpesan kepada kaum tani jelata itu: Jangan kuatir! Berjuanglah, wahai kaum yang berharga di mata Allah! Berjuanglah, sebagai Subjek, bagi masa depan yang baru. Allah yang mempedulikanmu akan mencukupimu! ***
Terpujilah Allah!
Lemah Abang, Minggu Epifania, 6 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar