www.dreamstime.com |
Matius
4.12-17
Rudolfus Antonius
Yohanes,
laki-laki eksentrik yang telah menggegerkan seluruh Yudea dengan berita tentang
Kerajaan Allah yang sudah di ambang pintu itu (Matius 3.1-6), ditangkap.
Sebab-musababnya: Sang Pembaptis menegor Herodes, "raja wilayah"
(14.1), atas perbuatannya mengambil Herodias, istri saudaranya sendiri.
"Tidak sah bagimu untuk memiliki dia" (ouk exestin soi echein autên), kata Yohanes, tegas (14.4).
Herodes
bereaksi keras. Menggunakan kekuasaanya, ia menangkap Yohanes: membelenggu dan
mengurunya di dalam penjara (14.3). Kata kratesas
(dari krateô, memerintah,
menaklukkan, atau merebut) menggarisbawahi bahwa si raja wilayah merasa menang
atas sosok yang memiliki pengaruh moral & spiritual luar biasa di Yudea
itu.
Mendengar
kejadian itu, Yesus "menyingkir ke Galilea" (4.12). Kata yang
diterjemahkan dengan "menyingkir" adalah anachôreô. Dalam Matius 2.12, 13, 14, & 22, kata ini
berkonotasi "menghindari." Para Majus menghindari Herodes, ketika
mereka berangkat ke negeri mereka melalui jalan lain (2.12, 13). Yusuf
menghindari para algojo suruhan Herodes, sehingga pada malam itu ia
"membawa Sang Anak dan Ibu-Nya pada malam itu dan berangkat ke Mesir"
(2.14). Di kemudian hari, Yusuf menghindari Arkhelaus, raja Yudea, sehingga ia
"berangkat ke bagian Galilea" bersama Sang Anak dan Ibu-Nya (2.22).
Akan tetapi, dalam kasus Yesus, Ia berangkat ke Galilea bukan untuk menghindari
sesuatu; penangkapan, misalnya. Sebab, justru Galilea adalah wilayah kekuasaan
Herodes. Sarang srigala! Betapa tidak! Bila di Yudea yang bukan wilayahnya
Herodes menunjukkan kekuasaannya dengan menangkap Yohanes Pembaptis, apalagi di
Galilea, wilayahnya sendiri! Tapi, Yesus justru berangkat ke sana!
Lantas,
untuk apa Yesus ke Galilea?
Sempat
mudik ke Nazaret, Yesus kemudian meninggalkan kampung halaman-Nya itu (4.12,
bdk 2.23), untuk kemudian menetap di Kapernaum, "di tepi danau, di daerah
Zebulon dan Naftali." Keputusan itu dibuatnya bukan tanpa tujuan.
Ia
menjadikan Kapernaum itu pangkalan misi-Nya. Ia ingin menjangkau Galilea, wabil chusus daerah yang dulunya
merupakan wilayah Suku-suku Zebulon dan Naftali. Kedua wilayah itu, sejak zaman
Nabi Yesaya, dikenal sebagai "wilayah bangsa-bangsa lain" (galilaian tôn etnôn, Galilea
bangsa-bangsa kafir), yang dihuni oleh banyak mestizo (campuran) orang Israel dan orang kafir yang didatangkan
raja Asyur setelah keruntuhan Kerajaan Israel (722/721 SM).
Orang-orang itu dianggap
tidak murni, baik secara rasial maupun keagamaan oleh orang Yahudi asli, wabil chusus para Farisi dan pemuka
agama di Yerusalem. Mereka adalah orang-orang marjinal secara rasial dan
keagamaan! Tapi justru kepada merekalah pertama-tama Yesus datang mewartakan
dan menyerukan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!"
(4.17).
Bila
Yohanes Pembaptis mewarta di pusat, Yesus mewarta di pinggiran. Dari seluruh
Yudea, wilayah utama orang Yahudi "murni," orang datang kepada
Yohanes untuk bertobat dan dibaptis olehnya. Di Galilea, yakni "Galilea
bangsa2 kafir, Yesus "jajah desa milang kori" (9.35) berjumpa dengan
orang-orang yang sebagian (besar) terdiri dari orang Yahudi "yang tidak
murni" tetapi dianggap-Nya sebagai bagian dari Keluarga Israel (oikos
Israel, 10.6). Dalam konteks inilah Sang Pencerita merenungkan nubuat Yesaya:
Bangsa yangg
diam dalam kegelapan telah melihat terang yang besar
Mereka yangg
diam di negeri dan bayang-bayang maut, terang telah bangkit bagi mereka (4.16)
Yesus
datang: Ia mewartakan Kabar Baik bagi kaum pinggiran. Di kelamku terang telah bercahaya.
Terpujilah Allah! (RA)
Lemah Abang, 3 Maret 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar