Senin, 18 Mei 2020

TRILOGI ROH KUDUS

catholic-sf.org
Kisah Para Rasul 1.1-11

Rudolfus Antonius


Sebelum terangkat ke sorga, Gusti Yesus berpesan kepada para murid agar mereka menantikan Janji Bapa. “Yohanes membaptis dengan air,” sabda-Nya, “tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.”

Latar: Yohanes Pembaptis

Murid-murid, juga kita, teringat akan Yohanes Pembaptis. Karena firman Allah datang kepadanya, Yohanes meninggalkan keheningan tapa-brata di padang gurun. Menjelajahi seluruh Yudea, ia mengajak umat menyambut kedatangan Yahweh, Allah Israel, dan keselamatan yang akan diwujudkan-Nya. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis,” serunya, “dan Allah akan mengampuni dosamu” (Lukas 3.2-6).

Massa rakyat tergugah mendengar seruan itu. Mereka datang kepadanya untuk dibaptis. Tapi mereka malah menegor mereka dengan keras. Tanpa tedeng aling-aling, Yohanes menyebut mereka sebagai keturunan ular berbisa – secara spiritual. Tentu ia tahu bahwa mereka keturunan Abraham – secara biologis. Tapi menjadi keturunan biologis Abraham tidak ada gunanya bila mereka tidak sungguh-sungguh bertobat. “Kapak sudah tersedia pada akar pohon,” tegasnya, “dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api.” Lantas bagaimana caranya supaya seseorang mengetahui bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat? Menurut Yohanes, batu uji dari pertobatan yang sungguh-sungguh adalah buah-buah yang dihasilkannya (3.7-9).

Massa rakyat tidak tersinggung. Mereka tahu, mereka percaya bahwa Yohanes benar. Mereka telah berniat untuk bertobat. Tekad mereka sudah bulat. Karena itu mereka bertanya kepada  Yohanes: Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat? (3.10).

Yohanes menjawab dengan tegas:

Barangsiapa mempunyai dua helai baju,
hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya,
dan barangsiapa mempunyai makanan,
hendaklah ia berbuat juga demikian (3.11).

Maksudnya jelas: Berbagi dengan yang tidak berpunya adalah buah pertobatan. Jelas, pertobatan memiliki orientasi sosial.

Di antara massa rakyat terdapat para pemungut cukai dan prajurit. Mereka juga telah bertekad untuk bertobat. Mereka mengajukan pertanyaan yang sama: apakah yang harus kami perbuat? Kepada para pemungut cukai Yohanes berkata, “Jangan menagih lebih banyak daripada yang telah ditentukan kepadamu.” Kepada para prajurit ia berkata, “Jangan merampas dan jangan memeras, dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (3.12-14).

Makin jelas. Bertobat berarti meninggalkan penghisapan atau pemerasan terhadap rakyat. Berhenti dari exploitation de l’homme par l’homme adalah buah pertobatan. Sekali lagi, pertobatan memiliki orientasi sosial. Menjadi manusiawi, menjadi sesama bagi orang lain, itulah buah pertobatan.

Dalam pada itu, massa rakyat “sedang menanti dan berharap.” Seperti Kiyai Simeon yang benar dan saleh itu, mereka “menantikan penghiburan bagi Israel” (2.25). Seperti Nyai Hana yang “…  siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa” (2.37), mereka “menantikan kelepasan untuk Yerusalem.” (38). Merasakan kharisma Yohanes, massa rakyat pun bertanya-tanya dalam hati: apakah orang inilah Sang Mesias?

Yohanes tanggap ing sasmita. Ia tahu betul siapa dirinya. Ia juga tahu persis peran yang dipercayakan Allah kepadanya. Ia sekadar “suara yang berseru-seru di padang gurun” (3.4). Ia bukan Sang Mesias. Perannya adalah “sekadar” mengajak umat untuk “menggelar karpet merah” bagi Yahweh, Allah Israel. Tidak lebih dari itu. Karena itu ia merasa wajib untuk meluruskan. 

Aku membaptis kamu dengan air,
tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang
dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.
Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
Alat penampi sudah di tangan-Nya
untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya
dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya,
tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan (3.16-17).

Sekurang-kurangnya kita menangkap empat hal dalam jawaban Yohanes. Pertama, Yohanes mengaku bahwa ia bukan Sang Mesias. Kedua, ia menyebut Sang Mesias sebagai “Ia yang lebih berkuasa daripadaku” (ho ischuroteros mou). Ketiga, ia bahkan merasa lebih rendah daripada hamba Sang Mesias: apalagi membawa kasut Sang Mesias, membuka tali kasut-Nya pun ia merasa tidak layak. Keempat, ia sekadar membaptis dengan air, tetapi Sang Mesias akan membaptis “dengan Roh Kudus dan dengan api” (en pneumatic hagiô kai puri). Dengan baptisan itu, Sang Mesias memisahkan orang benar dari orang fasik. Orang-orang benar akan dibaptis-Nya dengan Roh Kudus: dihimpunkan-Nya untuk keselamatan (bdk. Yesaya 44.3; Yehezkiel 39.29; Yoel 2.28). Orang-orang fasik akan dibaptis-Nya dengan api: dihimpunkan-Nya untuk kebinasaan (Yesaya 26.11; 66.24; Yeremia 4.4; 15.14).  

Kembali kepada perbincangan Gusti Yesus dengan murid-murid-Nya. “Kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” (humeis … en pneumatic baptisthêsthe hagiô): itulah janji Bapa. Itu akan terjadi tidak lama lagi (tidak lama setelah hari ini, ou meta pollas tautas hêmeras). Pelakunya: Sang Mesias. Dia tak lain dari Gusti Yesus sendiri (lihat Lukas 24.26; Kisah 2.33).



Roh Kudus: Roh Sang Mesias

Saat penahbisan sebagai Mesias yang Menghamba melalui baptisan Yohanes, Roh Kudus turun ke atas Yesus (Lukas 3.22). Dalam Manifesto Nazaret, Yesus mengutip Yesaya 61.1-2. Pertama, “Roh TUHAN ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku…” (Lukas 4.18a). Gusti Yesus meyakini bahwa dengan Roh Kudus, Allah telah mengurapi-Nya sebagai Mesias yang Menghamba. Pengurapan itu membuat-Nya memiliki otoritas dan daya untuk melaksanakan misi-Nya sebagai Mesias yang Menghamba. Kedua, apa misi Sang Mesias yang Menghamba? Allah mengutus Sang Mesias yang Menghamba untuk mewartakan Injil alias Kabar Baik yang membebaskan kaum miskin dan tertindas! 

untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin
untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,
dan penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas,
untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4.18b-19).

Jelas, Roh Kudus adalah Roh Sang Mesias, yang memampukan Sang Mesias memberitakan Injil yang Membebaskan.

Roh Kudus: Roh yang Bersaksi tentang Mesias

Setelah menempuh jalan penderitaan hingga kematian sebagai konsekuensi dari pewartaan Kabar Baik yang memerdekakan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan, Sang Mesias yang Menghamba “masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (eiselthein eis tên doxan autou, Lukas 24.26). Dalam perkataan yang lebih ringkas: “Mesias [harus] menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga” (pathein ton christon kai anastênai ek nekrôn tê tritê hemera, 24.46). Kelak, dalam perkataan Rasul Petrus, “…Allah telah membuat-Nya Tuhan dan Kristus, yakni Yesus yang telah kamu salibkan” (kurion auton kai christon epoiêsen ho theos, touton ton Iesoun hon humeis estaurôsate, Kisah 2.36). Inilah inti bagian pertama dari cerita tentang Yesus Sang Mesias.

Bahwa Sang Mesias telah masuk ke dalam kemuliaan-Nya, implikasinya seluas dunia. Sang Mesias memiliki otoritas atas segala bangsa (panta ta ethnê). Dalam nama-Nya (=atas nama-Nya, berdasarkan otoritas-Nya, epi onomati), akan diberitakan “pertobatan demi pengampunan dosa-dosa” (metanoia eis aphesin hamartiôn, Lukas 24.47). Itu artinya, pertama, Sang Mesias menilai segala bangsa sedang hidup dalam dosa-dosa; kedua Sang Mesias menghendaki segala bangsa bertobat agar beroleh pengampunan atas dosa-dosa mereka; dan ketiga, Sang Mesias menghendaki agar segala bangsa mendengar pewartaan tentang pertobatan demi pengampunan dosa-dosa. Inilah inti bagian kedua dari cerita tentang Yesus Sang Mesias.

Menurut Gusti Yesus, para murid adalah “saksi-saksi dari semuanya ini” (martures toutôn, 24.48). Jelas maksud beliau, para murid adalah saksi-saksi atas cerita tentang Yesus Sang Mesias, baik bagian pertama maupun bagian kedua. Implikasinya, mereka harus bersaksi atau memberi kesaksian tentang cerita tentang Gusti Yesus seutuhnya.

Kedengarannya subversif. Di bawah bayang-bayang para penguasa dunia, yakni Kaisar dan jaringan kaki-tangannya (Lukas 3.1-2), Yesus mewartakan Kabar Baik yang Memerdekakan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan; dibunuh oleh kaki-tangan penguasa dunia namun didudukkan Allah sebagai Yang Dipertuan; sekarang mengklaim otoritas atas segala bangsa-bangsa – yang notabene ada di bawah kekuasaan Kaisar – dan menyuruh mereka bertobat; dan mengutus saksi-saksi-Nya ke seluruh dunia – dari  Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi (=Roma!). Baik dalam bagian pertama dan bagian kedua dari kisah-Nya, maupun melalui kesaksian murid-murid-Nya, sesungguhnya Gusti Yesus sedang menantang penguasa dunia dan jaringan kaki-tangannya!

Untuk, murid-murid membutuhkan Roh Kudus. Roh Kudus, yang dulu turun ke atas [katabainô epi]  Yesus (Lukas 3.22), akan datang ke atas [eperchomai epi] murid-murid-Nya (Kisah 1.8). Dulu, Roh Kudus mengesahkan Yesus sebagai Mesias dan memberdayakan-Nya untuk mewartakan Injil yang Membebaskan (Lukas 4.18-19). Tak lama lagi, melalui Roh Kudus, para murid akan menerima kuasa (dunamis), yang memampukan mereka untuk menjadi saksi-saksi Sang Mesias – dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi (Kisah 1.8).

Karena daya kerja yang dahsyat dari Roh Kudus itulah murid-murid Gusti Yesus akan menjadi “orang-orang “menjungkirbalikkan dunia-Romawi” (hoi tên oikumenên anastatôsantes, Kisah 17.6; TB-LAI: “orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia”). Bukan dengan kekerasan, tentunya. Tapi apa jadinya Kekaisaran Romawi apabila segala bangsa yang ada di bawah kekuasaannya bertobat dan menghidupi ajaran Gusti Yesus – yakni kasih dan pengampunan, keadilan dan solidaritas dengan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan, serta pelayanan dan pengurbanan diri? Tanpa harus mengobarkan pemberontakan bersenjata, kesaksian yang perkasa tentang Gusti Yesus akan menjelma menjadi gerakan seluas dunia yang menawarkan alternatif dari jejaring raksasa kekuasaan Romawi dan dengan demikian menyodorkan ancaman serius kepadanya! Roh Kudus adalah Roh Kesaksian tentang Sang Mesias. 

Roh Kudus: Roh Umat Sang Mesias

Pada hari Pentakosta, Janji Bapa digenapi. Sang Mesias mencurahkan Roh Kudus kepada murid-murid-Nya (Kisah 2.33) yang berjumlah 120 orang itu (1.15). Penuh dengan Roh Kudus, mereka berkata-kata “tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” (ta megaleia tou theou, 2.11) dalam bahasa-bahasa yang lazim digunakan oleh orang-orang Yahudi perantuan di kedua sisi Laut Tengah (2.8-11).

Dalam khotbahnya, Rasul Petrus menegaskan bahwa Janji Bapa, yakni karunia Roh Kudus (hê dôrea tou hagiou pneumatos), juga diperuntukkan bagi semua orang yang bertobat dan dibaptis “atas nama Yesus Kristus” [epi tô onomati Iesou Christou] demi pengampunan dosa (Kisah 2.38-39).

Sebagai tanggapan atas seruan Rasul Petrus, kira-kira tiga ribu orang memberi diri dibaptis (2.41). Roh Kudus pun dikaruniakan Sang Mesias kepada mereka. Roh Kudus itulah yang kemudian memberdayakan mereka untuk hidup sebagai umat Sang Mesias. Lihatlah, mereka bertekun “dalam pengajaran rasul-rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa” (2.42). Persekutuan (koinônia) itu didasarkan prinsip “segala kepunyaan semua orang yang telah menjadi percaya adalah kepunyaan bersama” (2.44b). Sebab, manakala seseorang bertobat dan dibaptis atas nama Gusti Yesus, ia seutuhnya menjadi milik Gusti Yesus – termasuk “segala kepunyaan”-nya. Dalam Gusti Yesus itulah seluruh komunitas saling berbagi dengan “segala kepunyaan” yang ada pada mereka. Saling berbagi berarti saling melayani dan berkurban. Roh Kuduslah tentunya yang telah menanamkan prinsip itu di hati mereka semua. Aplikasinya, “selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (2.45). Dengan perkataan lain: “dari tiap-tiap orang menurut kemampuannya, untuk tiap-tiap orang menurut kebutuhannya.” Roh Kudus jugalah yang telah memampukan mereka semua untuk mengaplikasikan prinsip tersebut.

Hidup sebagai umat Sang Mesias adalah suatu bentuk kesaksian tentang Sang Mesias. Menjadi komunitas yang “berani berbeda,” yang menghidupi nilai-nilai alternatif di tengah dunia yang lelah dengan pementingan diri sendiri, keserakahan, kesewenang-wenangan, serta ketidakadilan berupa penghisapan, penindasan, dan diskriminasi, adalah suatu bentuk kesaksian tentang Sang Mesias. Roh Kuduslah yang memampukan “orang-orang yang telah menjadi percaya” untuk hidup sebagai umat Sang Mesias, untuk menghidupi nilai-nilai alternatif itu. 

Di samping menjadi ancaman bagi mereka yang diuntungkan oleh struktur-struktur yang melayani dosa (baik ekonomi, politik, bahkan keagamaan!), alternatif itu menarik hati banyak orang. Lebih-lebih orang-orang yang selama ini menjadi korban-korban dosa: kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan. Tak heran bila umat Sang Mesias  itu “disukai semua orang” (2.47b). Walhasil, “tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (2.47c). Roh Kudus adalah Roh umat Sang Mesias.

Trilogi Roh Kudus

Inilah trilogi Roh Kudus dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Pertama, Roh Kudus adalah Roh Sang Mesias. Kedua, Roh Kudus adalah Roh yang Bersaksi tentang Sang Mesias. Ketiga, Roh Kudus adalah Roh umat Sang Mesias.

Berbahagialah kita, para pengikut Gusti Yesus, Sang Mesias.

Berbahagialah kita karena Roh Sang Mesias ada di dalam tiap-tiap kita.

Berbahagialah kita karena Roh Sang Mesias memberdayakan kita untuk bersaksi tentang Gusti Yesus.

Berbahagialah kita karena Roh Sang Mesias memampukan kita untuk hidup sebagai umat Sang Mesias.

Mari kita menghidupi nilai-nilai alternatif – kasih dan pengampunan, keadilan dan solidaritas dengan mereka yang miskin, tertindas, dan terpinggirkan, serta pelayanan dan pengurbanan diri. *** 


Lemah Abang, 15-18 Mei 2020

Tidak ada komentar: