catholic-sf.org |
Kisah Para Rasul
1.1-11
Rudolfus
Antonius
Sebelum
terangkat ke sorga, Gusti Yesus berpesan kepada para murid agar mereka
menantikan Janji Bapa. “Yohanes membaptis dengan air,” sabda-Nya, “tetapi tidak
lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.”
Latar: Yohanes
Pembaptis
Murid-murid,
juga kita, teringat akan Yohanes Pembaptis. Karena firman Allah datang
kepadanya, Yohanes meninggalkan keheningan tapa-brata di padang gurun. Menjelajahi
seluruh Yudea, ia mengajak umat menyambut kedatangan Yahweh, Allah Israel, dan
keselamatan yang akan diwujudkan-Nya. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis,”
serunya, “dan Allah akan mengampuni dosamu” (Lukas 3.2-6).
Massa
rakyat tergugah mendengar seruan itu. Mereka datang kepadanya untuk dibaptis. Tapi
mereka malah menegor mereka dengan keras. Tanpa tedeng aling-aling, Yohanes menyebut mereka sebagai keturunan ular
berbisa – secara spiritual. Tentu ia tahu bahwa mereka keturunan Abraham –
secara biologis. Tapi menjadi keturunan biologis Abraham tidak ada gunanya bila
mereka tidak sungguh-sungguh bertobat. “Kapak sudah tersedia pada akar pohon,”
tegasnya, “dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan
ditebang dan dibuang ke dalam api.” Lantas bagaimana caranya supaya seseorang
mengetahui bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat? Menurut Yohanes, batu uji
dari pertobatan yang sungguh-sungguh adalah buah-buah yang dihasilkannya
(3.7-9).
Massa
rakyat tidak tersinggung. Mereka tahu, mereka percaya bahwa Yohanes benar.
Mereka telah berniat untuk bertobat. Tekad mereka sudah bulat. Karena itu
mereka bertanya kepada Yohanes: Jika
demikian, apakah yang harus kami perbuat? (3.10).
Yohanes
menjawab dengan tegas:
Barangsiapa
mempunyai dua helai baju,
hendaklah ia membaginya
dengan yang tidak punya,
dan barangsiapa
mempunyai makanan,
hendaklah ia berbuat
juga demikian (3.11).
Maksudnya
jelas: Berbagi dengan yang tidak berpunya adalah buah pertobatan. Jelas,
pertobatan memiliki orientasi sosial.
Di
antara massa rakyat terdapat para pemungut cukai dan prajurit. Mereka juga
telah bertekad untuk bertobat. Mereka mengajukan pertanyaan yang sama: apakah
yang harus kami perbuat? Kepada para pemungut cukai Yohanes berkata, “Jangan
menagih lebih banyak daripada yang telah ditentukan kepadamu.” Kepada
para prajurit ia berkata, “Jangan merampas dan jangan
memeras, dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (3.12-14).
Makin
jelas. Bertobat berarti meninggalkan penghisapan atau pemerasan terhadap
rakyat. Berhenti dari exploitation de
l’homme par l’homme adalah buah pertobatan. Sekali lagi, pertobatan
memiliki orientasi sosial. Menjadi manusiawi, menjadi sesama bagi orang lain,
itulah buah pertobatan.
Dalam
pada itu, massa rakyat “sedang menanti dan berharap.” Seperti Kiyai Simeon yang
benar dan saleh itu, mereka “menantikan penghiburan bagi Israel” (2.25).
Seperti Nyai Hana yang “… siang malam
beribadah dengan berpuasa dan berdoa” (2.37), mereka “menantikan kelepasan
untuk Yerusalem.” (38). Merasakan kharisma Yohanes, massa rakyat pun
bertanya-tanya dalam hati: apakah orang inilah Sang Mesias?
Yohanes
tanggap ing sasmita. Ia tahu betul
siapa dirinya. Ia juga tahu persis peran yang dipercayakan Allah kepadanya. Ia
sekadar “suara yang berseru-seru di padang gurun” (3.4). Ia bukan Sang Mesias.
Perannya adalah “sekadar” mengajak umat untuk “menggelar karpet merah” bagi
Yahweh, Allah Israel. Tidak lebih dari itu. Karena itu ia merasa wajib untuk
meluruskan.
Aku membaptis
kamu dengan air,
tetapi Ia yang
lebih berkuasa dari padaku akan datang
dan membuka tali
kasut-Nya pun aku tidak layak.
Ia akan
membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
Alat penampi
sudah di tangan-Nya
untuk
membersihkan tempat pengirikan-Nya
dan untuk
mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya,
tetapi debu
jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan (3.16-17).
Sekurang-kurangnya
kita menangkap empat hal dalam jawaban Yohanes. Pertama, Yohanes mengaku
bahwa ia bukan Sang Mesias. Kedua, ia menyebut Sang Mesias
sebagai “Ia yang lebih berkuasa daripadaku” (ho
ischuroteros mou). Ketiga, ia bahkan merasa lebih
rendah daripada hamba Sang Mesias: apalagi membawa kasut Sang Mesias, membuka
tali kasut-Nya pun ia merasa tidak layak. Keempat, ia sekadar membaptis dengan
air, tetapi Sang Mesias akan membaptis “dengan Roh Kudus dan dengan api” (en pneumatic hagiô kai puri). Dengan
baptisan itu, Sang Mesias memisahkan orang benar dari orang fasik. Orang-orang
benar akan dibaptis-Nya dengan Roh Kudus: dihimpunkan-Nya untuk keselamatan
(bdk. Yesaya 44.3; Yehezkiel 39.29; Yoel 2.28). Orang-orang fasik akan
dibaptis-Nya dengan api: dihimpunkan-Nya untuk kebinasaan (Yesaya 26.11; 66.24;
Yeremia 4.4; 15.14).
Kembali
kepada perbincangan Gusti Yesus dengan murid-murid-Nya. “Kamu akan dibaptis
dengan Roh Kudus” (humeis … en pneumatic
baptisthêsthe hagiô): itulah janji Bapa. Itu akan terjadi tidak lama lagi (tidak
lama setelah hari ini, ou meta pollas
tautas hêmeras). Pelakunya: Sang Mesias. Dia tak lain dari Gusti Yesus
sendiri (lihat Lukas 24.26; Kisah 2.33).
Roh Kudus: Roh Sang
Mesias
Saat
penahbisan sebagai Mesias yang Menghamba melalui baptisan Yohanes, Roh Kudus turun
ke atas Yesus (Lukas 3.22). Dalam Manifesto Nazaret, Yesus mengutip Yesaya 61.1-2.
Pertama,
“Roh TUHAN ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku…” (Lukas 4.18a).
Gusti Yesus meyakini bahwa dengan Roh Kudus, Allah telah mengurapi-Nya sebagai
Mesias yang Menghamba. Pengurapan itu membuat-Nya memiliki otoritas dan daya
untuk melaksanakan misi-Nya sebagai Mesias yang Menghamba. Kedua, apa misi Sang
Mesias yang Menghamba? Allah mengutus Sang Mesias yang Menghamba untuk
mewartakan Injil alias Kabar Baik yang membebaskan kaum miskin dan
tertindas!
untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin
untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,
dan penglihatan
bagi orang-orang buta,
untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas,
untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4.18b-19).
Jelas,
Roh Kudus adalah Roh Sang Mesias, yang memampukan Sang Mesias memberitakan Injil
yang Membebaskan.
Roh Kudus: Roh yang
Bersaksi tentang Mesias
Setelah
menempuh jalan penderitaan hingga kematian sebagai konsekuensi dari pewartaan
Kabar Baik yang memerdekakan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan, Sang
Mesias yang Menghamba “masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (eiselthein eis tên doxan autou, Lukas 24.26). Dalam perkataan yang
lebih ringkas: “Mesias [harus] menderita dan bangkit dari antara orang mati
pada hari yang ketiga” (pathein ton
christon kai anastênai ek nekrôn tê tritê hemera, 24.46). Kelak, dalam
perkataan Rasul Petrus, “…Allah telah membuat-Nya Tuhan dan Kristus, yakni
Yesus yang telah kamu salibkan” (kurion
auton kai christon epoiêsen ho theos, touton ton Iesoun hon humeis estaurôsate,
Kisah 2.36). Inilah inti bagian pertama dari cerita tentang Yesus Sang Mesias.
Bahwa
Sang Mesias telah masuk ke dalam kemuliaan-Nya, implikasinya seluas dunia. Sang
Mesias memiliki otoritas atas segala bangsa (panta
ta ethnê). Dalam nama-Nya (=atas nama-Nya, berdasarkan otoritas-Nya, epi onomati), akan diberitakan “pertobatan
demi pengampunan dosa-dosa” (metanoia eis
aphesin hamartiôn, Lukas 24.47). Itu artinya, pertama, Sang Mesias
menilai segala bangsa sedang hidup dalam dosa-dosa; kedua Sang Mesias
menghendaki segala bangsa bertobat agar beroleh pengampunan atas dosa-dosa
mereka; dan ketiga, Sang Mesias menghendaki agar segala bangsa mendengar
pewartaan tentang pertobatan demi pengampunan dosa-dosa. Inilah inti bagian
kedua dari cerita tentang Yesus Sang Mesias.
Menurut
Gusti Yesus, para murid adalah “saksi-saksi dari semuanya ini” (martures toutôn, 24.48). Jelas maksud
beliau, para murid adalah saksi-saksi atas cerita tentang Yesus Sang Mesias,
baik bagian pertama maupun bagian kedua. Implikasinya, mereka harus bersaksi
atau memberi kesaksian tentang cerita tentang Gusti Yesus seutuhnya.
Kedengarannya
subversif. Di bawah bayang-bayang para penguasa dunia, yakni Kaisar dan
jaringan kaki-tangannya (Lukas 3.1-2), Yesus mewartakan Kabar Baik yang
Memerdekakan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan; dibunuh oleh
kaki-tangan penguasa dunia namun didudukkan Allah sebagai Yang Dipertuan;
sekarang mengklaim otoritas atas segala bangsa-bangsa – yang notabene ada di
bawah kekuasaan Kaisar – dan menyuruh mereka bertobat; dan mengutus
saksi-saksi-Nya ke seluruh dunia – dari
Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi (=Roma!). Baik dalam
bagian pertama dan bagian kedua dari kisah-Nya, maupun melalui kesaksian
murid-murid-Nya, sesungguhnya Gusti Yesus sedang menantang penguasa dunia dan
jaringan kaki-tangannya!
Untuk,
murid-murid membutuhkan Roh Kudus. Roh Kudus, yang dulu turun ke atas [katabainô epi] Yesus (Lukas 3.22), akan datang ke atas [eperchomai epi] murid-murid-Nya (Kisah
1.8). Dulu, Roh Kudus mengesahkan Yesus sebagai Mesias dan memberdayakan-Nya
untuk mewartakan Injil yang Membebaskan (Lukas 4.18-19). Tak lama lagi, melalui
Roh Kudus, para murid akan menerima kuasa (dunamis),
yang memampukan mereka untuk menjadi saksi-saksi Sang Mesias – dari Yerusalem,
Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi (Kisah 1.8).
Karena
daya kerja yang dahsyat dari Roh Kudus itulah murid-murid Gusti Yesus akan
menjadi “orang-orang “menjungkirbalikkan dunia-Romawi” (hoi tên oikumenên anastatôsantes, Kisah 17.6; TB-LAI: “orang-orang
yang mengacaukan seluruh dunia”). Bukan dengan kekerasan, tentunya. Tapi apa
jadinya Kekaisaran Romawi apabila segala bangsa yang ada di bawah kekuasaannya
bertobat dan menghidupi ajaran Gusti Yesus – yakni kasih dan pengampunan,
keadilan dan solidaritas dengan kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan,
serta pelayanan dan pengurbanan diri? Tanpa harus mengobarkan pemberontakan
bersenjata, kesaksian yang perkasa tentang Gusti Yesus akan menjelma menjadi
gerakan seluas dunia yang menawarkan alternatif dari jejaring raksasa kekuasaan
Romawi dan dengan demikian menyodorkan ancaman serius kepadanya! Roh Kudus
adalah Roh Kesaksian tentang Sang Mesias.
Roh Kudus: Roh
Umat Sang Mesias
Pada
hari Pentakosta, Janji Bapa digenapi. Sang Mesias mencurahkan Roh Kudus kepada
murid-murid-Nya (Kisah 2.33) yang berjumlah 120 orang itu (1.15). Penuh dengan
Roh Kudus, mereka berkata-kata “tentang perbuatan-perbuatan besar yang
dilakukan Allah” (ta megaleia tou theou,
2.11) dalam bahasa-bahasa yang lazim digunakan oleh orang-orang Yahudi
perantuan di kedua sisi Laut Tengah (2.8-11).
Dalam
khotbahnya, Rasul Petrus menegaskan bahwa Janji Bapa, yakni karunia Roh Kudus (hê dôrea tou hagiou pneumatos), juga
diperuntukkan bagi semua orang yang bertobat dan dibaptis “atas nama Yesus
Kristus” [epi tô onomati Iesou Christou]
demi pengampunan dosa (Kisah 2.38-39).
Sebagai
tanggapan atas seruan Rasul Petrus, kira-kira tiga ribu orang memberi diri
dibaptis (2.41). Roh Kudus pun dikaruniakan Sang Mesias kepada mereka. Roh
Kudus itulah yang kemudian memberdayakan mereka untuk hidup sebagai umat Sang
Mesias. Lihatlah, mereka bertekun “dalam pengajaran rasul-rasul dan
persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa” (2.42). Persekutuan (koinônia) itu didasarkan prinsip
“segala kepunyaan semua orang yang telah menjadi percaya adalah kepunyaan
bersama” (2.44b). Sebab, manakala seseorang bertobat dan dibaptis atas nama
Gusti Yesus, ia seutuhnya menjadi milik Gusti Yesus – termasuk “segala
kepunyaan”-nya. Dalam Gusti Yesus itulah seluruh komunitas saling berbagi
dengan “segala kepunyaan” yang ada pada mereka. Saling berbagi berarti saling
melayani dan berkurban. Roh Kuduslah tentunya yang telah menanamkan prinsip itu
di hati mereka semua. Aplikasinya, “selalu ada dari mereka
yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai
dengan keperluan masing-masing” (2.45). Dengan perkataan lain: “dari tiap-tiap
orang menurut kemampuannya, untuk tiap-tiap orang menurut kebutuhannya.” Roh
Kudus jugalah yang telah memampukan mereka semua untuk mengaplikasikan prinsip
tersebut.
Hidup
sebagai umat Sang Mesias adalah suatu bentuk kesaksian tentang Sang Mesias. Menjadi
komunitas yang “berani berbeda,” yang menghidupi nilai-nilai alternatif di
tengah dunia yang lelah dengan pementingan diri sendiri, keserakahan,
kesewenang-wenangan, serta ketidakadilan berupa penghisapan, penindasan, dan
diskriminasi, adalah suatu bentuk kesaksian tentang Sang Mesias. Roh Kuduslah
yang memampukan “orang-orang yang telah menjadi percaya” untuk hidup sebagai
umat Sang Mesias, untuk menghidupi nilai-nilai alternatif itu.
Di
samping menjadi ancaman bagi mereka yang diuntungkan oleh struktur-struktur
yang melayani dosa (baik ekonomi, politik, bahkan keagamaan!), alternatif itu
menarik hati banyak orang. Lebih-lebih orang-orang yang selama ini menjadi
korban-korban dosa: kaum miskin, tertindas, dan terpinggirkan. Tak heran bila
umat Sang Mesias itu “disukai semua
orang” (2.47b). Walhasil, “tiap-tiap
hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (2.47c). Roh
Kudus adalah Roh umat Sang Mesias.
Trilogi Roh
Kudus
Berbahagialah
kita, para pengikut Gusti Yesus, Sang Mesias.
Berbahagialah
kita karena Roh Sang Mesias ada di dalam tiap-tiap kita.
Berbahagialah
kita karena Roh Sang Mesias memberdayakan kita untuk bersaksi tentang Gusti
Yesus.
Berbahagialah
kita karena Roh Sang Mesias memampukan kita untuk hidup sebagai umat Sang
Mesias.
Mari
kita menghidupi nilai-nilai alternatif – kasih dan pengampunan, keadilan dan
solidaritas dengan mereka yang miskin, tertindas, dan terpinggirkan, serta
pelayanan dan pengurbanan diri. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar