Lukas 1.13-25
Oleh: Rudolfus Antonius
www.tes.com |
Imam
Zakharia dan Elisabet, pasangan suami isteri saleh beriman pelayan Allah.
Mereka berdua adalah orang-orang benar (dikaioi) di hadapan Allah. Hidup mereka tak
bercacat, seturut dengan semua perintah dan ketetapan Yahweh, ilah Israel
(Lukas 1.6). Sekian lama sudah mereka membangun mahligai cinta, berumahtangga hingga
lanjut usia (ay 7).
Dalam
pada itu, tangis bayi tak kunjung kedengaran di rumah mereka. Mereka tidak
berputeri atau berputera (ay 7). Konon, Elisabet mandul. Bagi umat, itu aib (ay
25). Elisabet pun tertekan. Tentu ia ingat kisah Bunda Sara, yang terpaksa
merelakan suami tercinta mengawini Hagar. Ia pasti ingat kisah Bunda Hana, yang
berkali-kali dibuat sakit hati oleh Penina, perempuan yang menjadi madunya. Ia
juga ingat kisah Bunda Rahel, yang kendati dicintai namun merasa harus bersaing
dengan kakak perempuannya, Bunda Lea, supaya menjadi berarti bagi suaminya.
Syukur
kepada Allah, Zakharia ikut merasakan pergumulan batin istrinya. Ia memutuskan
untuk tidak memperberatnya. Alih-alih kawin lagi dengan dalih ingin memiliki
anak, Zakharia memilih untuk berdoa, mohon Gusti Allah berkenan mengaruniakan
anak melalui sang isteri tercinta. Entah berapa lama ia berdoa, dalam cinta dan
kesetiaan kepada sigaran nyawa-nya.
Di
lain pihak, Allah punya rencana. Berkenan kepada pasangan suami-istri yang luar
biasa itu, Ia telah memutuskan untuk mengaruniai mereka seorang putera. Ya,
Zakharia akan menjadi seorang ayah, Elisabet akan menjadi seorang ibu. Mereka
akan menjadi orangtua dari seorang putera yang dikasihi Yahweh, ilah Israel:
Yohanes atau Yokhanan.
Dalam
pada itu, Allah menghendaki perkara yang lebih besar dari “sekadar” mengabulkan
doa Zakharia dan menghapuskan pandangan negatif umat terhadap Elisabet. Lebih
dari itu, Ia akan menyiapkan Yohanes sejak masih janin di rahim Ibunda untuk
sebuah missi yang besar. Kelak, Yohanes akan membuat banyak orang Israel
bertobat, “berbalik kepada Tuhan, Allah mereka” (Lukas 1.16). Ya, Yohanes akan
“menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya” (ay 17). Itulah
sebabnya, banyak orang akan bersukacita atas kelahiran Yohanes, “yang dikasihi
Yahweh” itu. Kabar Gembira bagiku, bagimu, bagi semua orang! Tafakur, kita pun tersadarkan: berkat ilahi bagi kita hendaknya mengalir sebagai berkat ilahi bagi orang lain. Kita pun mengagumi Gusti Allah, “Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan” (Efesus 3.10).
Meski
sekian lama tekun berdoa memohon seorang putera, toh Zakharia sempat tak
percaya mendengar Kabar Gembira yang disampaikan Malaikat Gabriel itu. Enggan
di-PHP, ia minta bukti, bukan janji. Dasarnya fakta objektif: ia dan isterinya
sudah lanjut usia (Lukas 1.18). Malaikat Gabriel menanggapi sikap Zakharia
dengan mempersilakan laki-laki setia itu untuk menyaksikan perbuatan ajaib
Allah tanpa banyak bicara: “Engkau akan menjadi bisu … sampai hari ketika
semuanya itu terjadi” (ay 19-20). Jangan banyak omong, lihat saja!
Kita berharap, kita
berdoa. Kita berharap, kita mencinta dan setia. Tuhan menghadirkan diri-Nya
dengan cara yang melampaui apa yang kita doakan atau pikirkan. Inilah romantika
hidup kaum beriman!
Selamat menikmati Adven III.
Bersukacitalah!
Banyu Bening, 15 Desember 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar