Matius 1.1-17
Oleh: Rudolfus
Antonius
www.perwara.com |
Trah kusuma
rembesing madu.
Itu yang lazimnya diharapkan dari seorang (calon) pemimpin besar. Orang luar
biasa tentu keturunan orang-orang luar biasa. Tidak mungkin orang yang
biasa-biasa saja, apalagi rakyat jelata, Marhaen, wong tani ndeso, atau kaum
proletar…
Syahdan Gusti Yesus juga begitu. Meski Pak Yusuf, yang dikenal orang
sebagai ayahnya, itu “cuma” seorang tukang kayu (Matius 13.55), tapi beliau
asli keturunan Raja Daud! Karena itu, Gusti Yesus, meski berayah seorang tukang
kayu, jan-jane ya keturunan Baginda.
Makanya pantes kalau Beliau bergelar Kristus, memangku jabatan Mesias … Yang
Diurapi! Sebab: trah kusuma rembesing
madu.
Okelah,
okelah. Tapi sudihlah kiranya cermat dan jujur berakhlak. Bila kita menyimak
silsilah Gusti Yesus dari garis Pak Yusuf, kita memang menemukan tokoh-tokoh
besar. Sudah barang tentu: Bapa Abraham, yang lazim kita kenal sebagai bapa
orang beriman. Juga: Raja Daud, raja United
Kingdom of Israel, yang menurut riwayat tempo
doeloe “menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya” (2Samuel
8.15). Ada juga Raja Yosia, raja Yehuda. Riwayat mencatat beliau “melakukan apa
yang benar di mata TUHAN dan hidup sama seperti Daud, bapa leluhurnya, dan
tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri” (2Raja 22.21). Rasanya wajar, bila
Sosok sehebat Gusti Yesus memiliki leluhur yang hebat-hebat. Hebat imannya,
hebat kariernya.
Tapi
tunggu dulu. Orang-orang hebat yang barusan disebut itu pun bukan tak
bermasalah. Bapa Abraham pernah ngapusi
dan mengumpankan isterinya, Bunda Sara, untuk cari selamat sendiri. Raja Daud,
pernah menzinahi isteri prajuritnya yang loyal, merekayasa kematian sang
prajurit, lalu tampil sebagai penyantun warakawuri dengan mengawini perempuan
itu. Penginjil Matius sepertinya merasa jengkel. Dia bilang: Daud memperanakkan
Salomo dari isteri Uria (Matius 1.6). Sedangkan Raja Yosia, yang merasa
sedemikian berkuasa setelah mempersatukan eks wilayah Israel Utara ke dalam
wilayah kekuasaannya, menjadi jumawa
dan gugur dalam peperangan melawan balatentara Mesir pimpinan Firaun Nekho.
Selain
orang-orang hebat itu, ada juga yang terbilang biasa-biasa saja bahkan payah.
Ada Yehuda, yang kecele menyangka menantunya sebagai PSK. Ada Yekhonya, raja
yang lemah dan menjati tapol di Babel. Ada juga sederetan perempuan yang dalam
kaca mata zaman (dan “hukum kekudusan” yang tertanam di benak kita) terbilang “hitam”:
Tamar (yang jangan-jangan kita cap “nakal”), Rahab (yang mungkin membuat kita kurang
nyaman karena ia seorang “kafir” dan PSK), Rut (yang mungkin membuat kita
bergumam: perempuan “kafir” yang luar biasa), dan “istri Uria” (Bathseba, yang
jangan-jangan membuat kita memakinya dalam hati: istri yang tidak setia!).
Itulah
kenyataannya. Leluhur Gusti Yesus bukan orang-orang suci tanpa dosa. Mereka
sama dengan kita: orang-orang berdosa. Tapi syukurlah. Di sinilah keajaibannya:
Dia yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Matius 1.21) ternyata
dilahirkan dari leluhur yang juga tak bebas dari dosa. Ada hina-dina dalam
jejak-jejak anugerah! Hal ini mengajak kita merenung: (1) anugerah Allah
melampaui kelemahan, keterbatasan, bahkan keberdosaan manusia; dan (2) tiada
guna membangga-banggakan trah kusuma
rembesing madu. Semua berlumur dosa. Semua butuh anugerah Allah.
Dengan
rendah hati hendaklah kita bermegah karena satu perkara: anugerah Allah yang
berlimpah-limpah atas kita semua. Selamat menikmati Adven IV! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar