www.churchinwales.org.uk |
Matius 10.16
Rudolfus Antonius
Gusti
Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk memberitakan Kabar Baik kepada "domba-domba
yang terhilang dari Keluarga Israel” (ta probata
ta apolôta tou oikou Israêl, Matius 10.6), yakni orang-orang yang lazim
disebut sebagai orang-orang berdosa (hamartôloi,
9.10, 11, 13; 11.19), “bangsa yang
berdiam dalam kegelapan” (4.16). Dalam pandangan Gusti Yesus, mereka adalah
massa rakyat (orang banyak) yang lelah dan telantar (9.36). Banyak di antara
mereka yang menderita berbagai penyakit dan kerasukan roh jahat (lihat pasal
8.1-17, 28-34; 9.1-8, 18-34).
Karena
dijangkiti berbagai penyakit dan dirasuki roh-roh jahat, mereka dipandang oleh
para pemuka agama sebagai orang-orang berdosa, yang ditolak dan dibuang Allah.
Kepada mereka murid-murid harus memberitakan Kabar Baik atau Injil bahwa
Kerajaan Sorga sudah dekat (10.7). Untuk misi tersebut, Gusti Yesus telah
mengaruniakan kuasa kepada mereka "untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk
melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan" (10.1). Maksud Gusti
Yesus: pemberitaan Injil menyatakan bahwa Allah merangkul, bukan menolak
apalagi membuang, orang-orang berdosa.
Dalam
pada itu, Gusti Yesus memperingatkan murid-murid-Nya bahwa Ia mengutus mereka “seperti
domba-domba ke tengah-tengah serigala” (hôs
probata en mesô lukôn, 10.16). Betapa tidak! Dalam melaksanakan misi
memberitakan Injil Kerajaan itu, murid-murid akan berhadapan dengan orang-orang
yang akan menentang pemberitaan Injil dengan keras: "... ada yang akan
menyerahkan kamu kepada majelis agama, dan mereka akan menyesah kamu di rumah
ibadatnya... karena Aku kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja..."
(10.17-18).
Karena
itu, Gusti Yesus menandaskan: “Hendaklah kamu cerdik seperti ular & tulus
seperti merpati" (phronimoi hôs hoi
opheis kai akeraioi hôs hai peristerai, 10.16). Cerdik (phronismos) dan tulus (akeraios)
berpasangan. Keduanya tak terpisahkan. Murid-murid tidak boleh ambil salah satu
dan membuang satunya lagi. Murid-murid harus memiliki kedua-duanya.
Tulus
berarti lurus, jujur, “tak punya dosa” dalam arti berintegritas: "arlek
amanca," biar jelek asal mantap dan bisa dipercaya. Cerdik berarti
berakal, bisa membaca situasi, membuat kalkulasi dan menyusun
"stratak" (strategi dan taktik). Tulus saja tanpa cerdik adalah naif:
murid-murid Gusti Yesus bakal jadi bulan-bulanan bahkan mangsa empuk kawanan
srigala. Tragis!
Tapi
cerdik saja tanpa tulus adalah licik; itu akan membuat murid-murid Gusti Yesus
tidak berbeda dengan kawanan serigala! Ingat cerita tentang hannâkhâsh alias si ular di Taman Eden:
ia “[paling] cerdik dari semua binatang padang yang telah Yahweh Allah jadikan”
(arûm mikol khayyat hashshâde asher ʽâsâh
YHWH ʼelohîm, Kejadian 3.1; LXX untuk arûm
adalah phrônimatos, superlatif dari phronimos: paling cerdik). Sadis!
Jadi,
murid-murid Gusti Yesus kudu, wajib tulus, berintegritas, jujur, "arlek
amanca," SEKALIGUS cerdik berakal, bisa membaca situasi, membuat
perhitungan, dan menyusun "stratak." Supaya tidak jadi KORBAN, tapi
juga supaya TIDAK MEMBUAT ORANG LAIN JADI KORBAN! Tulus menjiwai cerdik, cerdik
mengawal tulus. Keduanya berkombinasi, saling meresapi. Kombinasi tulus dan cerdik
terungkap dalam istilah Indonesia yang indah: BERAKAL BUDI.
Menyikapi
Pandemi
Berkenaan
dengan pandemi Covid-19 alias Virus Corona, ketulusan dan kecerdikan kita
selaku murid-murid Gusti Yesus masa kini, benar-benar diuji. Kita tulus,
misalnya, ingin tetap beribadah. Toh di Alkitab kita membaca, "Latihlah
dirimu beribadah!" (1Timotius 4.7b), "Ingat dan kuduskanlah Hari
Sabat" (Keluaran 20.8), dan "Janganlah kita meninggalkan pertemuan-pertemuan ibadah kita..." (Ibrani 10.25).
Tapi
tulus saja tidak cukup. Kita juga mesti cerdik. Bukan karena kita takut, tapi
karena kita tidak mau melakukan sesuatu yang justru mencelakakan banyak orang
melalui penularan Virus Corona di tengah banyak orang. Bukan karena kurang
beriman atau tidak beriman, tapi karena kita ingin ikut mengusahakan
kesejahteraan kota atau negeri kita
(lihat Yeremia 29.7). Apalagi ketika kota atau negeri kita (bahkan dunia!) sedang "terluka." Yang seharusnya kita ungkapkan adalah SOLIDARITAS, bukan Superioritas ("sindrom anak raja")! Kita ingin jadi garam dan terang dunia (Matius
5.14-16), bukan penyebar Virus Corona.
Lantas
bagaimana dengan perintah-perintah Alkitab tentang ibadah? Tetap bisa kita
lakukan! Kita bisa melakukan ibadah keluarga. Ibu-ayah-anak, misalnya. Kalau
sendirian atau jomblo? Tetap bisa! Prinsipnya: "menyembah Allah dalam Roh
dan Kebenaran" (Yohanes 4.24):
- Puji-pujian
- Pengakuan Dosa
- Ucapan Syukur
- Permohonan (berkenaan dengan Virus Corona: memohonkan perlindungan Allah bagi para tenaga medis yang bergulat di garis depan, memohonkan pertolongan Allah bagi dunia yang sedang dilanda pandemi ini, memohonkan kesembuhan bagi yang terinfeksi, memohonkan hikmat dan kuasa Allah bagi semua pihak yang terkait langsung dan tidak langsung, termasuk kita, dalam upaya mengatasi pandemi ini, memohonkan agar Allah melindungi negeri dan masyarakat dari pihak-pihak yang berniat memancing ikan di air keruh yang bisa mengakibatkan pandemi memicu bencana sosial dan kemanusiaan)
- Permenungan firman Allah
- Persembahan (kolekte, yang bisa dikirimkan via online banking atau disimpan dulu lalu dibawa ke gereja kelak).
Gereja
(termasuk gereja kita tercinta) tentu akan membantu. Bisa dengan liturgi dan
bahan permenungan Firman Tuhan, atau dengan “kebaktian online.” Tentu, dalam
situasi darurat yang kita lakukan sulit seideal dalam situasi normal. (Bahkan dalam keadaan normal pun kita sering jauh dari ideal, bukan? Syukur kepada Allah atas kemurahan hati-Nya!). Yang
terpenting, ibadah terus kita lakukan: iman, pengharapan, dan kasih (solidaritas, belarasa) kita
diteguhkan. Bila "badai telah berlalu," kita akan berbondong-bondong
ke gereja merayakan persekutuan kita!
Kita
belajar tulus dan cerdik, bukan terdekat ketakutan. Kita belajar menerapkan
iman dan hikmat, bukannya tidak peduli atau nekat. Kita belajar berakal budi,
tidak mau sembrono serampangan. Kita ingin menjadi bagian dari solusi (ikut memutus
penyebaran Virus Corona), bukan menjadi bagian dari masalah. Kita ingin jadi
kesaksian, bukan batu sandungan. ***
Disiapkan sebagai Bahan
Persekutuan Gabungan Komisi Perempuan GKMI Yogyakarta: Kamis,
19 Maret 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar