lifehopeandtruth.com |
Matius 16.13-19;
18.18-20
Rudolfus
Antonius
Njajah desa
milang kori,
tibalah Gusti Yesus dan murid-murid-Nya di Kaisarea Filipi. Dari namanya kita
bisa mencandra. Kaisar dan Filipus. Kaisar adalah penguasa tertinggi negara Romawi.
Ia seorang raja besar. Filipus adalah penguasa wilayah, bawahan Kaisar. Ia
seorang raja kecil. Daerah itu dinamai “Kaisarea Filipi” sebagai penghormatan
si raja kecil kepada si raja besar, sekaligus cara si raja kecil mengabadikan
namanya. Sembari menghormati penguasa tertinggi, si penguasa wilayah mengabadikan
namanya sendiri.
Nabi
Di
bawah bayang-bayang kekuasaan raja besar dan raja kecil, Yesus mengajukan
pertanyaan kepada murid-murid-Nya. “Orang-orang bilang, siapakah Anak Manusia?”
Frase “Anak Manusia” (ho huios tou theou),
sebagaimana kita telusuri dalam Injil Matius, adalah cara Yesus menyebut
diri-Nya.
- Lihat Matius 8.20; 9.6; 10.23; 11.19; 12.8, 32, 40; 13.37, 41.
- Lihat juga Matius 16. 27, 28; 17.9, 12, 22, 28; 20.18, 28; 24.27, 30, 37, 39, 44; 25.31; 26.2, 24, 45, 64.
Murid-murid,
yang selain mengembara bersama dengan Yesus juga pernah diutus untuk
mengabarkan Injil kepada “domba-domba yang hilang dari Keluarga Israel”
(10.5-6), melaporkan apa yang dikatakan orang-orang (hoi anthrôpoi) tentang Yesus. Beragam, tentu. Ada yang bilang
bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, yang telah dieksekusi mati oleh Herodes
si raja wilayah, tetapi telah bangkit dari kematian sehingga begitu sakti
mandraguna (14.2). Ada yang mengatakan bahwa Ia adalah Elia. Ada yang bilang
bahwa Yesus adalah Yeremia. Ada juga yang mengatakan bahwa Ia adalah salah
seorang dari para nabi. Meski beragam, semua sama: orang-orang menganggap Yesus
seorang nabi.
Mesias
Setelah
mendengar anggapan orang-orang tentang diri-Nya, Yesus bertanya lebih lanjut
kepada murid-murid-Nya: “Tapi, kamu sendiri bilang, siapakah Aku?” Simon menjawab
pertanyaan itu: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang Hidup.” Mendengar
jawaban itu, Yesus berucap selamat kepada Simon: “Berbahagialah, Simôn Bariôna.” Mengapa? Karena jawaban
tersebut bukan berasal dari “daging dan darah,” melainkan diwahyukan oleh
Allah, yang disebut-Nya “Bapa-Ku yang ada di dalam sorga.” Perbandingan yang
tersirat: “daging dan darah” menyatakan kepada orang-orang bahwa Yesus seorang
nabi semata, sedangkan “Bapa-Ku yang ada di dalam sorga” mewahyukan kepada
Simon bahwa Yesus adalah “Mesias, Anak Allah yang Hidup.”
Kemudian
Gusti Yesus mengukuhkan “Petrus” sebagai julukan bagi Simon. “Engkau adalah
Petrus, dan di atas batu karang ini …” (16.18ab). Dengan julukan itu, Simon
menjadi metafora bagi “hê petra”
(batu karang, the rock). Adapun hê petra tak lain dari kebenaran yang
diwahyukan Allah tentang Yesus, yakni bahwa Laki-laki Bersandal itu adalah
“Mesias, Anak Allah yang Hidup.” Dengan julukan Petrus, sosok Simon
mengingatkan orang pada jawaban yang benar atas pertanyaan Yesus tentang siapa
diri-Nya. Atau: dengan julukan Petrus, sosok Simon mengingatkan orang pada
pewahyuan Allah tentang Yesus. Julukan Petrus adalah metafora tentang kebenaran
yang diwahyukan Allah tentang Yesus: Mesias, Anak Allah yang Hidup. Yesus
adalah Mesias, yang diurapi Allah untuk mengemban kuasa (exousia) dalam rangka mendatangkan Kerajaan Allah dan mewujudkan
kehendak Allah di muka bumi seperti di dalam sorga (lihat Matius 6.10; 28.18a).
Gelarnya: Anak [dari] Allah yang Hidup, mirip dengan sebutan bagi raja-raja
Wangsa Daud (lihat 2Samuel 7.14; Mazmur 2.7).
Jemaat-Ku
Di
atas batu karang berupa pewahyuan Allah bahwa Yesus adalah Mesias, Laki-laki
Bersandal itu akan membangun komunitas yang disebut-Nya “Jemaat-Ku” (mou hê ekklêsia, Matius 16.18b).
Dibangun “di atas batu karang ini,” Gusti Yesus menandaskan bahwa Gereja atau
Jemaat-Nya tidak akan dikalahkan atau dikuasai oleh “pintu-pintu gerbang
Hades/dunia orang mati” (pulai Hadou).
Gereja adalah milik Yesus Sang Mesias. Junjungan Gereja berkuasa melindunginya
dari Maut. Dibaca dengan latar Kaisarea Filipi, pernyataan ini menjadi semakin signifikan:
sebuah sindiran halus bahwa kekuasaan Kaisar dan kekuasaan Filipus tunduk
kepada Maut, si raja besar dan si raja kecil akan dikuasai oleh kematian; tidak
demikian halnya dengan Gereja!
Kunci-kunci Kerajaan Sorga
Gusti
Yesus kemudian memunculkan kontras bagi “pintu-pintu gerbang dunia orang mati,”
yakni “kunci-kunci Kerajaan Sorga” (hai
kleidia tês basileias tôn ouranôn). Ia akan memberikan amanat sebagai juru
kunci Kerajaan Sorga kepada Simon yang dijuluki-Nya Petrus (16.19a), sehingga “apa
yang
kauikat [dêsês] di atas
bumi akan terikat di dalam sorga dan apa yang kaulepaskan [lusês] di atas bumi akan terlepas di dalam
sorga” (16.19b).
Tapi
kiranya segera menjadi jelas bahwa Gusti Yesus memberikan itu bukan kepada Simon
secara pribadi (Simôn Bariôna), melainkan Simon sebagai Petrus, yang mewakili semua murid Gusti Yesus selaku
cikal-bakal Gereja-Nya. Sebab dalam kenyataannya Gusti Yesus kemudian juga memberikan
kunci itu kepada semua murid: “Sesungguhnya Aku berkata kepada kamu
[amên legô humin]: apa yang kamu ikat [dêsête] di atas bumi akan terikat di dalam sorga dan apa yang kamu
lepaskan [lusête] di atas
bumi akan terlepas di dalam sorga (18.1, 18).
Lantas,
apa artinya “apa yang kau/kamu ikat di
atas bumi akan terikat di dalam sorga, dan apa yang kau/kamu lepaskan di atas
bumi akan terlepas di dalam sorga”?
Pertama, penerimaan
seseorang ke dalam Kerajaan Sorga ditentukan oleh tanggapannya terhadap hê petra, yang telah diwahyukan Allah
kepada Petrus dan ditetapkan Gusti Yesus sebagai dasar bagi Gereja-Nya.
Menganggap Yesus sekadar seorang nabi (16.14) tidak cukup untuk membuat
seseorang menjadi bagian dari Kerajaan Sorga. Ia perlu tiba pada pengertian dan
keyakinan bahwa Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu adalah Mesias, Anak Allah
yang Hidup. Dengan kata lain, untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga seseorang
perlu memiliki iman yang sama dengan Petrus dan komunitas yang didirikan oleh
Gusti Yesus. Dengan mewartakan Kabar Baik tentang hê petra (lihat 24.11), Gereja melaksanakan kehendak Allah, yakni
membuka Kerajaan Sorga bagi semua orang, sekaligus “mengikat dan melepaskan” (=menentukan)
penerimaan mereka ke dalam Kerajaan Sorga.
Kedua, pemulihan
seorang saudara yang telah berbuat dosa ke dalam Gereja ditentukan oleh
tanggapannya terhadap teguran korektif yang diberikan oleh saudara-saudara
seiman dan/atau Gereja. Bila yang bersangkutan “mendengarkan” teguran korektif
itu (=bertobat), ia dipulihkan ke dalam Gereja (18.15). Bila ia menolak untuk
mendengarkan (=tidak bertobat), bahkan ketika Gereja menyampaikan teguran
korektif itu, “jadilah ia bagimu seperti orang kafir atau pemungut cukai”
(18.17). Dengan menjalankan penggembalaan khusus (yang dilakukan dengan bijak,
saksama, dan tegas), Gereja “mengikat dan melepaskan” (menentukan) apakah
seseorang yang telah berbuat dosa akan dipulihkan ke dalam Gereja atau
tidak.
Persekutuan
Dalam
pada itu, Gusti Yesus memperjelas bahwa Gereja adalah suatu persekutuan. Pertama, persekutuan itu sekurang-kurangnya
terdiri dari dua atau tiga orang (18.19-20). Persekutuan itu terbentuk “di mana
dua atau tiga orang menghimpunkan diri ke dalam Nama-Ku” (hou … eisin duo e treis sunegmenoi eis to emon onoma, 18.20a,
TB-LAI: “di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku”). Mereka sepakat
untuk dipersatukan di bawah otoritas dan naungan Gusti Yesus, Sang Mesias.
Gusti Yesus pun berjanji bahwa Ia akan hadir di tengah-tengah mereka (18.20b).
Kedua, di dalam
persekutuan itu berlangsung dialog: curhat dan cupat me-nguda rasa, yang bermuara dalam kesepakatan. Kedua unsur ini, yakni
dialog dan kesepakatan, terkandung dalam istilah sumphôneô (= tiba pada kesepakatan; 18.19a, TB-LAI: sepakat).
Apabila persekutuan itu mendoakan apa yang telah mereka sepakati, Gusti Yesus
menandaskan bahwa “itu akan dibuat jadi bagi mereka [genêsetai autois, TB-LAI: “permintaan mereka itu akan dikabulkan”]
oleh Bapa-Ku yang ada di dalam sorga” (18.19b).
Demikianlah…
Gereja
atau Jemaat didirikan oleh Gusti Yesus berdasarkan jati diri-Nya sebagai
Mesias. Gereja adalah milik Gusi Yesus Sang Mesias. Ia berkuasa melindungi
Gereja-Nya dari Maut. Gusti Yesus juga, melalui Petrus (16.19) dan semua murid
(18.1, 15-18), memberi amanat kepada Gereja untuk berperan sebagai jurukunci
Kerajaan Sorga melalui Pewartaan Injil dan Penggembalaan Khusus. Adapun Gereja
itu adalah sebuah persekutuan dalam nama Gusti Yesus (18.20a). Di dalamnya
orang-orang berdialog untuk tiba pada kesepakatan dan mendoakannya (18-19).
Gusti Yesus menjanjikan kehadiran-Nya di tengah-tengah mereka (18.20b). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar