http://gppankas.blogspot.com |
Matius
16.13-19
Rudolfus Antonius
Engkau
adalah Mesias, Anak Allah yang hidup! Begitu Simon Barjona menjawab pertanyaan
Gusti Yesus kepada para murid: “Kamu bilang, siapakah Aku?” Mendengar jawaban
itu, Gusti Yesus berkata, “Berbahagialah engkau, Simon Barjona!” Mengapa?
“Sebab bukan darah dan daging (=manusia) yang menyingkapkan (=menyatakan) itu
kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Pernyataan
Simon Barjona, bahwa Yesus dari Nazaret adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup,”
adalah pernyataan yang amat sangat penting. Mengapa?
Pertama, pernyataan itu
diucapkan di sebuah daerah yang bernama Kaisarea-Filipi. Dari namanya saja kita
sudah bisa mencandra. “Kaisarea-Filipi,” dari “Kaisar” dan “Filipus.” Kaisar
adalah penguasa tertinggi negara Romawi, super
power dunia zaman itu. Seorang maharaja alias raja besar! Filipus adalah
seorang raja wilayah, raja kecil. Ia adalah bawahan si raja besar. Bahwa
sepenggal wilayah kekuasaan Filipus dinamai “Kaisarea-Filipi,” kita tahu
maksudnya. Itulah simbol pengakuan dan penghormatan Filipus si raja kecil
kepada Kaisar sang maharaja yang kekuasaannya meliputi seantero dunia.
Di
wilayah kekuasaan si raja kecil Filipus yang memuja si raja besar Kaisar, Simon
Barjona menyatakan bahwa Yesus, Laki-laki Bersandal dari Nazaret itu, adalah
“Mesias, Anak Allah yang hidup.” Mesias alias Kristus adalah gelar raja agung
orang Yahudi. Demikian pula “Anak Allah yang hidup,” yang memberikan sentuhan
yang khas bahwa sang raja agung adalah raja terjanji dan terdamba trah kusuma rembesing madu, Wangsa Daud.
Apa
implikasinya? Di wilayah kekuasaan Kaisar yang dikelola oleh raja bawahannya,
seorang raja dideklarasikan. Bukan sembarang raja, melainkan raja agung yang
akan berkuasa atas bangsa-bangsa di seantero bumi (lihat Mazmur 2.8).
Subversif!
Kedua, pernyataan itu
menyiratkan bahwa Yesus dari Nazaret lebih dari sekadar seorang nabi. Sebelumnya
Gusti Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya tentang siapa dirinya menurut
khalayak ramai. Para murid, yang tidak saja ngancani Gusti Yesus tetapi juga
diutus mewartakan Injil untuk menjangkau “domba-domba yang tersesat dari
Keluarga Israel,” menjawab: kata orang-orang Ia adalah Yohanes Pembaptis (yang
telah bangkit dari kubur sehingga sakti mandraguna, 14.2), Elia (yang kondang
dengan mukjizat-mukjizatnya), Yeremia (yang dikenal berhati lembut), atau salah
seorang nabi. Beragam jawaban, toh intinya sama, Yesus “hanya” seorang nabi
semata.
Pandangan
ini, sudah barang tentu, tidak salah. Itulah yang bisa dicapai oleh manusia
atau “darah dan daging.” Lebih dari itu, yakni bahwa Laki-laki Bersandal dari
Nazaret itu adalah “Mesias, Anak Allah yang Hidup,” dibutuhkan penyingkapan
atau pewahyuan ilahi. Itulah sebabnya, Gusti Yesus berkata kepada Simon
Barjona, “[B]ukan darah dan daging (=manusia) yang menyingkapkan (=menyatakan)
itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”
Ketiga, pernyataan itu
berisi kebenaran yang dijadikan oleh Gusti Yesus sebagai dasar untuk mendirikan
Gereja-Nya. “Engkau adalah Petrus,” kata Gusti Yesus kepada Simon Barjona.
Karena pernyataan itu, Gusti Yesus mengukuhkan julukan Petrus bagi Simon
Barjona. Ya, Petrus adalah julukan bagi orang yang kepadanya Allah telah
menyingkapkan siapa Yesus dari Nazaret itu di mata Allah. Petrus adalah Simon
Barjona yang mendeklarasikan siapa Yesus yang sesungguhnya: bukan sekadar anak
tukang kayu dari Nazaret (lihat 13.55), bahkan bukan sekadar seorang nabi (lihat
21.22).
“Di
atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku,” sambung Gusti Yesus.
Lebih jauh, karena pernyataan itu, Simon Barjona dijadikan metafora dari
sesuatu yang di atasnya Gereja didirikan. Dengan kata lain, julukan Petrus
adalah metafora atau kiasan dari hê petra,
si batu karang. Itu berarti, setiap kali Simon Barjona atau murid-murid lainnya
ingat julukan yang diberikan Gusti Yesus kepadanya, mereka diingatkan tentang hê petra, si batu karang yang di atasnya
Gereja didirikan.
Lantas,
apakah yang dimaksud dengan batu karang itu? Ini: kebenaran tentang Yesus, bahwa
Dia adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Di atas kebenaran bahwa Dia adalah
“Mesias, Anak Allah yang hidup” itulah Gusti Yesus akan mendirikan Gereja-Nya.
Jelas sudah bagi kita bahwa Gereja didirikan di atas batu karang berupa kebenaran
bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Batu karang ini sedemikian
kokoh, kebenaran ini begitu perkasa, sehingga Gereja yang didirikan di atasnya
tidak akan dikalahkan atau dikuasai oleh “pintu-pintu gerbang Hades” atau
“pintu-pintu gerbang dunia orang mati” alias alam maut! Tersirat sebuah
sindiran kepada Kaisar si maharaja dan Filipus si raja kecil. Mereka takluk
kepada kematian, suatu saat kekuasaan mereka akan ditelan oleh Maut. Tidak
demikian halnya dengan Gereja, yang didirikan oleh Raja Agung di atas dasar
kebenaran tentang diri-Nya!
Keempat, pernyataan itu
dijadikan oleh Gusti Yesus sebagai pokok pewartaan Gereja. “Kepadamu akan
Kuberikan kunci Kerajaan Sorga,” kata Gusti Yesus kepada Simon. Bukan Simon
Barjona, tetapi Simon sebagai Petrus, metafora kebenaran tentang Yesus. Dengan
jalan itu ia akan mewakili Gereja untuk menerima mandat sebagai Juru Kunci
Kerajaan Sorga.
Sesungguhnya,
dalam kiprah Gusti Yesus, Kerajaan itu sudah mendatangi umat manusia (Matius
12.28). Tapi untuk menjadi bagian dari Kerajaan Sorga, orang perlu mendengar
kebenaran tentang Gusti Yesus dan mengambil sikap terhadap-Nya. Bukan hanya
semasa pelayanan Gusti Yesus semasa di dunia, tetapi juga untuk masa
seterusnya.
Nah,
Gerejalah kelak, melalui mandat yang diterimanya melalui Simon sebagai Petrus, yang
akan mewartakan kebenaran tentang Gusti Yesus “di seluruh dunia menjadi
kesaksian bagi semua bangsa” (24.14). Kita menyebutnya pekabaran Injil atau
pewartaan Kabar Baik. Orang akan menanggapinya secara positif (percaya, menerima
Gusti Yesus) atau negatif (menolak Gusti Yesus). Bila menanggapi kebenaran
tentang Gusti Yesus secara positif, orang akan menjadi bagian dari Kerajaan
Sorga. Ia akan menjadi bagian dari tatanan baru, yang di dalamnya orang
mengalami keselamatan, yakni kebapaan Allah dan hubungan-hubungan antarmanusia
yang diperbaharui dengan kasih, kebenaran, dan keadilan yang memulihkan. Jika
menanggapi secara negatif, orang tidak menghisabkan diri ke dalam Kerajaan itu.
Inilah artinya, “[A]pa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa
yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Dari
empat arti penting pernyataan Simon Barjona bahwa Yesus adalah Mesias, “Anak
Allah yang hidup,” hendaknya kita dapat menjawab empat pertanyaan mendasar
berikut ini:
Pertama, siapakah
Junjungan kita yang sesungguhnya? Moga jawab kita: tiada lain, Gusti Yesus
semata.
Kedua, Siapakah
sesungguhnya Gusti Yesus, Junjungan kita itu? Moga jawab kita: lebih dari
sekadar nabi bahkan nabi besar, Gusti Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang
hidup. Raja Agung yang dinobatkan Allah menjadi Penguasa atas sorga dan bumi
(Matius 28.18a).
Ketiga, di
atas dasar apakah Gereja didirikan? Moga jawab kita: di atas dasar kebenaran
tentang Gusti Yesus. Karena kebenaran itu, Gereja tidak akan binasa. Bahkan
dengan penganiayaan sehebat-hebatnya, alam maut tidak akan menguasainya!
Keempat, apakah
mandat yang diamanatkan Gusti Yesus kepada Gereja? Moga jawab kita: memberitakan
Injil atau Kabar Baik tentang Gusti Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang
hidup, “di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar